Rabu, 17 Februari 2016

LHKPN

 
 LHKPN ( Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara )

Peraturan apa sajakah yang mengatur tentang LHKPN?
Peraturan yang mengatur LHKPN adalah sebagai berikut:
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Keputusan KPK Nomor: KEP/07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara, Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Siapa sajakah Penyelenggara Negara yang harus menyampaikan LHKPN?

Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
  • Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
  • Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
  • Menteri;
  • Gubernur;
  • Hakim;
  • Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  • Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:
  • Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
  • Pimpinan Bank Indonesia;
  • Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
  • Pejabat Eselon I dann pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  • Jaksa;
  • Penyidik;
  • Panitera Pengadilan; dan
  • Selain jabatan-jabatan di atas, maka jabatan-jabatan berikut ini juga diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, yaitu:
  • Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara;
  • Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan;
  • Pemeriksa Bea dan Cukai;
  • Pemeriksa Pajak;
  • Auditor;
  • Pejabat yang mengeluarkan perijinan;
  • Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan
  • Pejabat pembuat regulasi
  • Pejabat-pajabat lainnya yang diiwajibkan untuk menyampaikan LHKPN berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Instansi di lingkungannya masing-masing
  • Kandidat atau Calon Penyelenggara Negara yang berdasarkan perintah undang-undang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN. Misalnya: Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah

Kapan saya harus menyampaikan LHKPN?

Setiap Penyelenggara Negara diwajibkan untuk menyampaikan kan LHKPN kepada KPK pada saat:
  • Baru pertama kali menjabat;
  • Mengalami promosi/mutasi; dan
  • Pensiun.

Bagaimana cara memperolehkan formulir LHKPN?

Formulir LHKPN dapat diperoleh melalui cara sebagai berikut:
  • Meminta Formulir LHKPN yang dikeluarkan oleh KPK, untuk mendapatkan formulir LHKPN bisa menghubungi Direktorat PP LHKPN;
  • Men-download formulir melalui website KPK http://www.kpk.go.id , dengan mengklik menu "Downloads Formulir"
  • Memfotokopi Formulir LHKPN yang asli.
Catatan: Pengisian Formulir LHKPN tidak harus menggunakan Formulir LHKPN yang asli.

Terdiri dari apa sajakah Formulir LHKPN?

Formulir LHKPN terdiri atas dua jenis formulir, yaitu:
  • Formulir LHKPN Model KPK-A, yaitu fomulir yang diisi oleh Penyelenggara Negara yang baru pertama kali melaporkan harta kekayaannya; dan
  • Formulir LHKPN Model KPK-B, yaitu formulir yang diisi oleh Penyelenggara Negara yang sudah pernah mengisi Formulir LHKPN Model KPK-A dan mengalami promosi/mutasi/pensiun.

Kapan PN/Wajib LHKPN harus mengupdate LHKPN?

PN/Wajib LHKPN harus mengupdate(melaporkan perubahan) terhadap harta yang pernah dilaporkan sebelumnya, apabila:
  • Mengalami mutasi/promosi jabatan,
  • Mengakhiri jabatan, atau pensiun.
  • Sewaktu-waktu diminta KPK untuk kepentingan pemeriksaan.
  • Laporan tersebut dibuat menggunakan Formulir B dengan mencantumkan Nomor Harta Kekayaan (NHK) yang didapat pada pengumuman laporan Formulir A

Perubahan apa saja yang dilaporkan pada fomulir Model KPK-B?

Perubahan yang dilaporkan adalah apabila terdapat:
  • Adanya perubahan item yang dilaporkan sebelumnya (nilai atau keterangan lain)
  • Adanya penambahan item dari laporan sebelumnya (item baru)
  • Adanya penghapusan item dari laporan sebelumnya (dijual, hilang, masalah hukum, dll)

Bagaimanakah cara menyampaikan Formulir LHKPN?

Formulir LHKPN dapat disampaikan kepada KPK dengan cara sebagai berikut:
  • Disampaikan langsung ke Customer Service LHKPN, Gedung KPK, Lantai 1, jalan H.R Rasuna Said, Kav. C.1, Jakarta 12920, atau
  • Dikirimkan melalui pos, dengan tertuju Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, Gedung KPK, Lantai 1, jalan H.R Rasuna Said, Kav. C.1, Jakarta 12920
  • Penyampaian melalui Koordinator LHKPN di masing-masing BUMN (apabila Koordinator BUMN sudah ditunjuk)
Note: Koordinator harus menyampaikan LHKPN Kolektif paling lama 1 minggu terhitung sejak tanggal jatuh tempo. Mekanisme penyampaikan LHKPN dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing PN.

Bagaimana apabila saya menemui kesulitan dalam mengisi Formulir LHKPN?

Apabila menemui kesulitan dalam mengisi Formulir LHKPN, silahkan menghubungi Customer Service Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN pada :
Telepon: 021.25578300 ext. 8396 atau 021. 7175575
FaksImile: 021.52921230.
Email :  informasi.lhkpn@kpk.go.id /  Pendaftaran.lhkpn@kpk.go.id

Bagaimana cara mengetahui status LHKPN yang sudah lama dikirim tapi belum mendapat NHK dan mengetahui nomor NHK?

Untuk mengetahui status LHKPN dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  • Menghubungi Customer Service LHKPN KPK di telepon nomor 021-2557 8396 atau faks: 021-5292 1230
  • Email ke:  informasi.LHKPN@kpk.go.id
  • Menghubungi PIC/Koordinator di instansi, PIC /Koordinator instansi dapat melihat pada aplikasi Wajib LHKPN.

Bagaimana cara mendapatkan salinan dokumen LHKPN yang terdahulu?

Permintaan salinan dokumen LHKPN terdahulu, dapat dilakukan dengan permintaan tertulis oleh PN yang bersangkutan disertai dengan fotocopy identitas diri yang dapat disampaikan melalui surat/fax atau datang langsung ke Customer Service LHKPN di Kantor KPK. Apabila PN berhalangan, PN dapat memberikan kuasa kepada orang lain untuk meminta salinan dokumen yang dibutuhkan dengan menyertakan surat kuasa dan identitas diri penerima kuasa.

Apakah sanksi bagi Penyelenggara Negera jika tidak menyerahkan LHKPN?

Bagi Penyelenggara Negara yang tidak menyerahkan LHKPN maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

PERATURAN MENGENAI LHKPN

Kewajiban Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;
  2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; dan
  3. Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
SEJARAH SINGKAT LHKPN

Sebelum dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penanganan pelaporan kewajiban LHKPN dilaksanakan oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Namun setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka KPKPN dibubarkan dan menjadi bagian dari bidang pencegahan KPK.


KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA TERKAIT LHKPN

Berdasarkan ketentuan di atas, maka Penyelenggara Negara berkewajiban untuk:
  1. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat;
  2. Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension.
  3. Mengumumkan harta kekayaannya.
RUANG LINGKUP PENYELENGGARA NEGARA

Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

  1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
  2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
  3. Menteri;
  4. Gubernur;
  5. Hakim;
  6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:
  • Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
  • Pimpinan Bank Indonesia;
  • Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
  • Pejabat Eselon I dann pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  • Jaksa;
  • Penyidik;
  • Panitera Pengadilan; dan
  • Pemimpin dan Bendaharawa Proyek (usul: sebaiknya dihapuskan)




JABATAN LAINNYA YANG JUGA DIWAJIBKAN UNTUK MENYAMPAIKAN LHKPN

Dalam rangka untuk menjaga semangat pemberantasan korupsi, maka Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan intruksi tersebut, maka Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara NegaraTentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) (link);, yang juga mewajibkan jabatan-jabatan di bawah ini untuk menyampaikan LHKPN yaitu:
  1. Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara;
  2. Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan;
  3. Pemeriksa Bea dan Cukai;
  4. Pemeriksa Pajak;
  5. Auditor;
  6. Pejabat yang mengeluarkan perijinan;
  7. Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan
  8. Pejabat pembuat regulasi
Masih untuk mendukung pemberantasan korupsi, MenPAN kemudian menerbitkan kembali Surat Edaran Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005 (link) dengan perihal yang sama. Berdasarkan SE ini, masing-masing Pimpinan Instansi diminta untuk mengeluarkan Surat Keputusan tentang penetapan jabatan-jabatan yang rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lingkungan masing-masing instansi yang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK.
Selain itu, dalam rangka untuk menjalankan perintah undang-undang serta untuk menguji integritas dan tranparansi, maka Kandidat atau Calon Penyelenggara tertentu juga diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, yaitu antara lain Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah.

KELALAIAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN LHKPN

Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, maka berdasarkan Pasal 20 undang-undang yang sama akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.


 KORUPSI 

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi – yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan –tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa –sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan– diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Cover buku anti korupsi  Mukodi & Afid Burhanuddin. 2014. Pendidikan Anti Korupsi: Rekonstruksi Interpretatif dan Aplikatif di Sekolah. Yogyakarta: Aura Pustaka, kerjasama dengan LPPM STKIP Pacitan.
Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan perkuliahan dipandang perlu untuk membuat sebuah Buku Ajar yang berisikan materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa. Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi.
Sementara itu, Buku Ajar Pendidikan Anti Korupsi yang diterbitkan oleh Dirjen Dikti berisikan bahan ajar dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masing-masing. Bahan ajar dasar yang dituliskan dalam buku ini terdiri dari delapan bab, yaitu: (1) Pengertian Korupsi, (2) Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai dan Prinsip Anti Korupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan, dan (8) Peranan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi. Disamping delapan bab yang berisikan bahan ajar dasar, buku ini juga dilengkapi dengan panduan pembelajaran yang berjudul Model Pembelajaran Matakuliah Anti Korupsi yang dituliskan dalam bagian I, untuk memudahkan pengajaran Pendidikan Anti Korupsi.
Untuk lebih lengkapnya, Buku Pedoman Pendidikan Anti Korupsi yang diterbitkan oleh Dikti dapat di unduh di sini
BAB I PENGERTIAN KORUPSI
BAB II FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
BAB III DAMPAK MASIF KORUPSI
BAB IV NILAI DAN PRINSIP ANTI KORUPSI
BAB V GERAKAN, KERJASAMA, INSTRUMEN INTERNASIONAL
BAB VI DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG
BAB VII PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI
Download Buku Pendidikan Anti Korupsi di sekolah:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar