Rabu, 09 Maret 2016

tugas ke 2 hukum transportasi


MENGIDENTIFIKASI PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTAN DIDALAM UNDANG-UNDANG
  1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan unsur kesalahan (Liability Based On fault). Prinsip ini memiliki pengertian bahwa seorang baru dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 141
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang di akibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara
(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan daripengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya
(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut

•Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
Pasal 234
(1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 235
(1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Pasal 236
(1) Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  1. Prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumption of Liability Prinsiple). Definisi dari prinsip ini adalah tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai dia dapat membuktikan dia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 142
(1) Dalam kegiatan pengangkutan barang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berwenang untuk:
a. memeriksa kesesuaian barang dengan surat angkutan barang;
b. menolak barang angkutan yang tidak sesuai dengan surat angkutan barang; dan
c. melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila barang yang akan diangkut merupakan barang terlarang.
(2) Apabila terdapat barang yang diangkut dianggap membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum, penyelenggara sarana perkeretaapian dapat membatalkan perjalanan kereta api.
Pasal 143
(1) Pengguna jasa bertanggung jawab atas kebenaran keterangan yang dicantumkan dalam surat angkutan barang.
(2) Semua biaya yang timbul sebagai akibat keterangan yang tidak benar serta merugikan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga menjadi beban dan tanggung jawab pengguna jasa.
  1. Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (Presumption Of  Non Liability Principle). Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense (perasaan yang dirasakan oleh masyarakat umum) dapat dibenarkan. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 142
(1) Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara. Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
Pasal 143
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
  1. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability Principle). Sering diidentikkan dengan prginsip tanggung jawab absolut (absolute liability principle). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminology diatas Ada pendapat yang mengatakan, strict liability principle adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab. Misalnya keadaan memaksa ( Force majeure). Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
•Undang-Undang no 17 tahun 2008 tentang pelayaran
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
Pasal 42
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 131
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 132
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis.
(2) Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133
(1) Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 141
(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya angkutannya oleh pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(2) Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkutan berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Surat angkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.

•Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
Pasal 238
(1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab kecelakaan.
(2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 239
(1) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  1. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan (Limitation of Liability Principle). Sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi (pasal pengecualian) dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 147
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:
a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 134
(1) Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis.
(2) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.
(3) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.
(4) Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib:
a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.