Kamis, 31 Maret 2016

Tugas ke 4

 
IDENTIFIKASI PASAL-PASAL YANG MENYANGKUT KEWAJIBAN-HAK PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG
 
 
 
 
UU No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 90
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang:
a.mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api;
b.menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian apabila dapat    
   membahayakan perjalanan kereta api;
c.melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak   
   memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun;
d.mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan  
   jalan;
e.menerima pembayaran dari penggunaan prasarana perkeretaapian; dan
f. menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana perkeretaapian yang   
   disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau    
    pihak ketiga.
Pasal 131
(1)    Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas   
 khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di  
 bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2)    Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud    
 pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 132
(1)      Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis.
(2)      Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3)      Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133
(1)      Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tariff angkutan kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada   
      pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan  
      keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan     
      pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 134
(1)      Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis.
(2)      Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.
(3)      Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.
(4)      Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib:
a.      menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda  
transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.

UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 134
(1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau             
     orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari   
     badan usaha angkutan udara niaga.
(2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)    
     paling sedikit meliputi:
a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;
d. sarana bantu bagi orang sakit;
e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak,dan/atau orang sakit; dan
g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
(3) Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak  
      dipungut biaya tambahan.
Pasal 140
(1) Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos   
      setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.
(2) Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap  
      setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang
      disepakati.
(3) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tiket  
     penumpang dan dokumen muatan.
Pasal 141
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat  
     tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat
     dan/atau naik turun pesawat udara.
(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja     
     atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut   
     bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan  
     ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud  
     pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti  
     kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 142
(1) Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon   
      penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada
pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara.
(2) Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
Pasal 143
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama
bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan
udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan
bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 147
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan   
      jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:
a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
Pasal 173
(1) Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti
kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 178
(1) Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara
seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan.
 (2) Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 179
Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145,
dan Pasal 146.

UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang
terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
karcis penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan
     keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai
dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian
atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai
akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindunga n dasar
penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan
bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit,
dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dipungut biaya tambahan.
Pasal 100
(1) Orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang
melaksanakan kegiatan di pelabuhan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian
atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan
oleh kegiatannya.
(2) Pemilik dan/atau operator kapal bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas
setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh
kapal.
(3) Untuk menjamin pelaksanaan tanggung jawab atas ganti kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pemilik dan/atau operator kapal yang melaksanakan kegiatan
di pelabuhan wajib memberikan jaminan.
Pasal 101
(1) Badan Usaha Pelabuhan bertanggung jawab terhadap kerugian pengguna jasa atau
pihak ketiga lainnya karena kesalahan dalam pengoperasian pelabuhan.
(2) Pengguna jasa pelabuhan atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian.
UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Pasal 77
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.
(2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.
(3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki
      kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
(4) untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon
      Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
(5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang    
      yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.
Pasal 167
(1) Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:
a. menyerahkan tiket Penumpang;
b. menyerahkan tanda bukti pembayaran pengangkutan untuk angkutan tidak dalam trayek;
c. menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada Penumpang; dan
d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.
(2) Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang sah.
Pasal 168
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan   
      barang sebagai bagian dokumen perjalanan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian    
      pengangkutan barang.
Pasal 169
(1) Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.
(2) Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang.
(3) Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat  
     penimbangan.
(4) Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.
Pasal 186
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang.
Pasal 187
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh Penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan.
Pasal 188
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
Pasal 189
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
Pasal 190
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
Pasal 191
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.
Pasal 192
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.
(4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan   
      pemerintah.
Pasal 193
(1)  Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.
(3)  Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut  
      sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.
(4)  Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan  
      pemerintah.
Pasal 194
(1) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum.
(2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
Pasal 195
(1) Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan.
(2)  Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang     disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan.
(3) Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 196
Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 234
(1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
(2)  Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.

Tugas Ke 3


MENGIDENTIFIKASI PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTAN DIDALAM UNDANG-UNDANG
  1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan unsur kesalahan (Liability Based On fault). Prinsip ini memiliki pengertian bahwa seorang baru dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 141
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang di akibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara
(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan daripengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya
(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut

•Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
Pasal 234
(1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 235
(1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Pasal 236
(1) Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  1. Prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumption of Liability Prinsiple). Definisi dari prinsip ini adalah tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai dia dapat membuktikan dia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang

•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 142
(1) Dalam kegiatan pengangkutan barang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berwenang untuk:
a. memeriksa kesesuaian barang dengan surat angkutan barang;
b. menolak barang angkutan yang tidak sesuai dengan surat angkutan barang; dan
c. melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila barang yang akan diangkut merupakan barang terlarang.
(2) Apabila terdapat barang yang diangkut dianggap membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum, penyelenggara sarana perkeretaapian dapat membatalkan perjalanan kereta api.
Pasal 143
(1) Pengguna jasa bertanggung jawab atas kebenaran keterangan yang dicantumkan dalam surat angkutan barang.
(2) Semua biaya yang timbul sebagai akibat keterangan yang tidak benar serta merugikan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga menjadi beban dan tanggung jawab pengguna jasa.
  1. Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (Presumption Of  Non Liability Principle). Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense (perasaan yang dirasakan oleh masyarakat umum) dapat dibenarkan. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 142
(1) Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara. Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
Pasal 143
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
  1. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability Principle). Sering diidentikkan dengan prginsip tanggung jawab absolut (absolute liability principle). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminology diatas Ada pendapat yang mengatakan, strict liability principle adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab. Misalnya keadaan memaksa ( Force majeure). Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
•Undang-Undang no 17 tahun 2008 tentang pelayaran
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
Pasal 42
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 131
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 132
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis.
(2) Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133
(1) Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 141
(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya angkutannya oleh pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(2) Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkutan berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Surat angkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.

•Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
Pasal 238
(1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab kecelakaan.
(2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 239
(1) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  1. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan (Limitation of Liability Principle). Sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi (pasal pengecualian) dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Berikut pasal-pasal yang menjelaskannya di dalam Undang-Undang
•Undang-Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Pasal 147
(1) Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:
a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

•Undang-Undang no 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Pasal 134
(1) Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis.
(2) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.
(3) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.
(4) Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib:
a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.