BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Sebagaimana
gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek hipotek sesuai
dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak dapat
dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas melarangnya.
Tetapi dengan
berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Hak Tanggungan,
maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik
(pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut
ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
Pasal 1163 ayat
1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas
tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari
hipotek, artinya jika benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek
tadi tetap membebani masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dalam makalah
ini, objek kajian yang akan diangkat dalam pembahasan hipotek kali ini adalah
mengenai hipotek kapal laut, yang meliputi:
1. Pengertian hipotek kapal laut;
2. Dasar hukum hipotek kapal laut;
3. Subjek dan objek hipotek kapal laut;
4. Prosedur dan syarat-syarat pembebanan hipotek kapal
laut;
5. Sifat perjanjian hipotek kapal laut;
6. Hak dan kewajiban pemberi dan penerima hipotek;
7. Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut;
8. Hapusnya hipotek kapal laut; dan
9. Pencoretan akta kapal hipotek kapal laut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Hipotek Dasar Hukum Hipotek
Pengertian hifotek dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-undang
Perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.[1]
Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas benda-benda
tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang
hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan
jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum perdata,
praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti
sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang
perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini
dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu
diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka
seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan
pada term Hipotek Kpaal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang
berbeda, masing-masing dari dua term tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari
sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-benda
tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka (2)
dan pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Kapal adalah:
”Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga
mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut, serta alat apaung dan bangunan yang
terapung yang tidak berpindah-pindah.”
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air
dengan bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
- Tenaga mekanik;
- Tenaga angin atau ditunda
- Berdaya dukung dinamis
- Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
- Alat apung dan bangunan terapung
Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di
atas 20 m3. perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan
jaminan. Apabila beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan
yang digunakan adalah fidusia, sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3,
mak pembebanannya menggunakan hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak
kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor
di atas 20 m3) diberikan dengan akta autentik, guna menjamin tagihan
hutang“.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:
- Adanya hak kebendaan;
- Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3
- Kapal tesebut harus yang dibukukan
- Diberikan dengan akta autentik; dan
- Menjamin tagihan hutang
Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak boleh
atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan adalah
hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak
menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang
berhak/kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan
barang yang dibebani hipotek.[2] Kapal yang dibukukan atau didaftar
adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan
dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan
dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang
berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah
pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal tersebut
memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur
wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan
di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan
biaya-biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat
dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam
berbagai ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan
pasal 1178 KUHP )
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal
1179 sampai dengan pasal 1194 KUHP )
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan
pasal 1197 KUHP );
d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai
barang yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220
KUHP)
f. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek,
tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal
1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang.
Pasal 314 KUHD berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran
paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut
peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini
bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315
KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari
pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai
tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak
mendahului atas kapal. Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:
a. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul
dari perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal itu.
b. Biaya sita lelang.
c. Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan
biaya pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d. Tagihan karena penubrukan
3. Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a.
Kapal yang
telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b.
Ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini
sampai saat ini belum ada, namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992
ditentukan substansi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal
yang diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut
antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan
pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
B. Subjek Dan
Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak
yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yaitu pemberi
hipotek (Hypotheekgever) dan penerima
hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu
hak kebendaan/zakelijke recht
(hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu
utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga.
Penerima hipotek disebut juga hypotheekbank,
hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau hypotheeknemer,
yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan
hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan
lembaga keuangan non bank.
Hypotheekbank adalah lembaga
kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk
benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi mengeluarkan
surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata. Objek hipotek yaitu:
1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan
beserta segala perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta
segala perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan hak usaha .
4. Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang
dibayar dengan hasil tanah.
5. Bunga seperti semula.
6. Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta
hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk
benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut dan pesawat terbang.
Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya UU No.
4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku
lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut
adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap
berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku
II KUHP. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku
ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani
hipotek yaitu:
1. Benda bergerak;
2. Benda dari orang yang belum dewasa;
3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah
pengampuan;
4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama
penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.
C. Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal
Laut
Kapal laut
tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun kapal tersebut
dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:
1. Kapal yang sudah didaftar; dan
2. Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan
hipotek kapal laut adalah:
1) Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum
dalam akta hipotek;
2) Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan
dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);
3) Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang
diterima berdasarkan barang yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4) Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank
dilakukan oleh Appresor);
5) Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai
kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran
perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah
sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan
permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan
nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang
menghadap.
Variasi para
pihak yang menghadap adalah:
a. Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau
lembaga keuangan lainnya);
b. Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan
selaku kreditur;
c. Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan
kreditur.
Syarat bagi
pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang
menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1.
Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2.
Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku
kreditur adalah:
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;
2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan
3. Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;
2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
3. Perjanjian kredit.
Ketiga syarat
itu dijelaskan secara singkat berikut ini:
1.
Akta Surat
Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa
memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka atau di hadapan
notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang
ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik
kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus
kepentingannya. Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan
hipotek kapal laut. Latar belakang adanya surat kuasa ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya
secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk
kepentingannya.
2.
Grosse Akta
Pendaftaran Atau Balik Nama
Pada dasarnya,
tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut. Syarat kapal yang
dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar pada pejabat
yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran
kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang
ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau
manfaat kapal didaftar adalah:
a. Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK).
Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera
kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh
di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada
peraturan-peraturan dari negara bendera;
b. Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c. Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
Syarat kapal
yang didaftar di Indonesia adalah:
1. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3
atau dengan yang dinilai sama dengan itu;
2. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992
tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen
yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
a. Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;
b. Bukti kepemilikan kapal;
c. Identitas pemilik;
d. Surat ukur (sementara atau tetap);
e. Bukti pelunasan BBN;
f. Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah
didaftarkan di luar negeri (Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).
Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat
pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut
akta kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan
pencatat nama kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal.
Penomoran dilakukan secara berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan
urutan penanda tangan sampai dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1.
Sedangkan grosse akta, yaitu salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani
oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai
pembatu ini berhalangan, dapat ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse
akta ini diberikan kepada pemilik setelah tanda pendaftaran dipasang, sebagai
bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula sebagai bukti hak milik kapal
(BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli, surat keterangan
tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun sebagai berikut
: 1996 Ba No. 13/L. Artinya:
1996 : Adalah tahun saat
dilakukan pendaftaran
Ba : Adalah kode
pengukuran dari tempat pendaftaran
13 : Nomor pendaftaran
L : Kategori kapal.
L : Untnuk kapal laut
N : Untuk kapal nelayan
P : Untuk kapal
pedalaman
Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik
dalam negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama
merupakan akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru.
Pejabat yang berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar
dan pencatat balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:
a. Asli grosse akta pendaftaran;
b. Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual
beli, akta hibah, dll);
c. Identitas pemilik;
d. Surat ukur;
e. Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).
Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2
(dua) macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal.
Minut akta balik nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar
dan pencatat balik nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh
pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama
ini diserahkan kepada pemilik kapal.
3. Perjanjian Kredit
Perjanjian
kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik kapal
(debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah
ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian
kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya,
dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk
standar (form) atau yang sudah
dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat
konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat,
yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian
baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan
pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau
menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan
perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman
mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:
a.
Isinya
ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b.
Masyarakat
(debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian.
c.
Terdorong oleh
kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d.
Bentuk tertentu
(tertulis).
e.
Dipersiapkan
secara masal dan kolektif.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan
perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur
menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut,
tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena
debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya, seringkali
debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian tersebut tanpa
dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada
saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya
membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani
debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari
besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus
dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan
denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan
diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk
menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus
membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam
Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1. Perjanjian baku sepihak;
2. Perjanjian baku timbal balik;
3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris
atau advokad.
D.
SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT
Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu
perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan
perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian
accessoir merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal
laut merupakan perjanjian accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian
hipotek kapal ini adalah tergantung pada perjanjian pokoknya.
E.
Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek
Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah
timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban
kedua belah pihak.
1. Hak pemberi hipotek:
a. Tetap menguasai bendanya;
b. Mempergunakan bendanya;
c. Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan
pemegang hipotek;
d. Berhak menerima uang pinjaman.
2. Kewajiban pemegang hipotek:
a. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari
jaminan hipotek;
b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran
pokok pinjaman dan bunga;
3. Hak pemegan hipotek:
a.
Memperoleh
penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi;
b.
Memindahkan
piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang
pokok maka hipotek ikut berpindah.
F.
Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut
Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi
perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik
kapal) dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat
digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah, dan
jangka panjang (UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang perbankan).
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang
jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah kapal
atau biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah
ini memilih kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.
G.
Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas
kapal laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek.
Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu:
1. Hapusnya perikatan pokok;
2. Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek
menurut ketentuan ini adalah karena:
1. Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;
2. Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya
syarat batal;
3. Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;
4. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila
kewenangan itu diberikan haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada
keduanya;
5. Karena percampuran.
H.
Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit
oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga
keuangan nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek
tersebut. Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar
dan pencatat baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya
pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di
Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama
kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan
dengan grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan roya adalah:
1. Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli;
dan
2. Membuat catatan roya pada daftar induk.
Bunyi catatan roya pada grosse akte hipotek asli adalah kredit yang telah
dijamin dengan kapal laut telah dibayar lunas oleh debitur.
CONTOH SURAT
PERJANJIAN
SURAT
PERJANJIAN ANGKUTAN LAUT
No.
/SPAL/FC- /IV/2012
(Halaman
Pertama)
|
|
Pada
hari ini : Minggu, 29 April 2012
Bertempat
di : Dumai
Telah
disepakati bersama Surat Perjanjian Angkutan Laut sebagai berikut di bawah
ini ;
|
Perjanjian ini mengikuti
dan berdasarkan :
THE BALTIC &
INTERNATIONAL MARITIME CONFERENCE UNIFORM GENERAL CHARTER
Code Name : “GENCON” (as
revised 1922, 1976 & 1994)
|
1.
PEMILIK / OPERATOR :
|
2.
PENYEWA RUANGAN KAPAL / SHIPPER :
PT.PELAYARAN KANAKA
DWIMITRA MANUNGGAL
Jln.
Kamboja No.89 Dumai – Riau, Indonesia
Telp /
Fax . 0765- 36792
Email
: kanaka-dmi@yahoo.co.id
INDONESIA
|
3.
NAMA DAN DATA KAPAL : (210ft)
TB. ADOVELIN & BG.
TANJUNG JOHOR XXXVIII
|
4.
KESEDIAAN KAPAL UNTUK MUAT :
02 –
03 Mei 2012
|
5.
POSISI KAPAL SAAT INI :
Pekanbaru
- Riau
|
|
6.
JENIS BARANG / JUMLAH MUATAN :
Pupuk In Bag (Dead Freight 3500 MT)
|
7.
KONDISI MUATAN :
NOT
REPORTED
|
8.
UANG TAMBANG :
Rp 210.000.-/ MT
|
9.
KONDISI KONTRAK :
F.I.O.S.T.
|
10.
CARA PEMBAYARAN
:
- 25 % saat Kapal tiba di pelabuhan muat
- 50
% saat Kapal selesai muat
- 25
% saat kapal tiba sebelum bongkar
|
11.
PEMBAYARAN DISETORKAN KE :
( T/T, CASH, FULL &
CLEAN TO )
Bank Mandiri Rek. No.
Bank BCA
Rek. No.
Atas
Nama :
|
12.
PELABUHAN MUAT :
PEL. DUMAI - RIAU
|
13.
PELABUHAN TUJUAN / BONGKAR :
JETTY SENTIMOK, SAMBAS,
KAL-BAR
|
14.
LAMA WAKTU MUAT / BONGKAR :
PRORATA 12 (DUABELAS) HARI
|
15.
DENDA KETERLAMBATAN / DEMURRAGE :
Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) /
Hari
|
16.
PENGIRIM BARANG :
As
Order
|
17.
PENERIMA BARANG :
As
Order
|
18.
ASURANSI KAPAL :
Ditanggung
Pemilik Kapal
|
19.
ASURANSI BARANG :
Ditanggung
Pemilik Barang
|
20.
KEAGENAN KAPAL (Ditunjuk & Ditanggung oleh
Pemilik Kapal) :
|
|
21.
SYARAT-SYARAT TAMBAHAN YANG DISETUJUI BERSAMA :
- Uang Tambang di atas
tidak termasuk Biaya Muat / Bongkar, Turunnya Kualitas, Biaya Lashing,
Unlashing, Material Lashing, Bea Cukai, Dokumen & Legalitas Muatan,
menjadi tanggung jawab Pemilik Muatan / Cargo.
- Waktu Tunggu untuk muat
/ bongkar lebih dari 48 (Empat puluh delapan) jam terhitung dari kesiapan
kapal (NOR) diperhitungkan sebagai DEMURRAGE, dimana DEMURRAGE dibayar tunai
sebesar 3(tiga) hari Nilai Demurrage pada saat 2 x 24 jam setelah NOR, dan
selanjutnya dibayar tunai setiap kelipatan 3 (tiga) hari.
- Waktu Tunggu Dokumen
Muatan setelah 2 x 24 jam, diperhitungkan sebagai Demurrage.
- Keduabelah Pihak sepakat bahwa Perjanjian Angkutan
Laut ini ditandatangani dan dikirim lewat Facsimile
- Pajak atas sewa ruangan
Kapal menjadi tanggung jawab Penyewa.
- Mengikuti Ketentuan Umum
terlampir yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Perjanjian Angkutan
Laut ini serta memiliki kekuatan hukum yang sama.
|
|
22.
PERSELISIHAN akan diselesaikan secara musyawarah
bersama dan apabila tidak terdapat persesuaian maka keduabelah pihak setuju
untuk diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat.
|
|
Demikian
Perjanjian Angkutan Laut ini, setelah dibaca dan disetujui bersama,
ditandatangani dalam rangkap 2 (dua) asli, bermeterai cukup dan masing-masingmempunyai
kekuatan hukum yang sama.
|
|
PEMILIK KAPAL / OPERATOR
Direktur Utama
|
PENYEWA RUANG KAPAL / SHIPPER
PT. PELAYARAN KANAKA DWIMITRA MANUNGGAL
BOBY ELANDA
Direktur
|
KETENTUAN UMUM
SPAL No.
/SPAL/FC- /IV/2012
(Halaman Kedua)
1.
Pemilik / Operator berhak
dan dibenarkan memuat angkutan di atas dek dan segala resiko adalah menjadi
beban dan tanggungjawab Penyewa / Shipper dengan limit kapal dalam keadaan
layak laut (Sea Worthy). Pemilik / Operator tidak bertanggungjawab atas tumpah,
hilang, rusak, berubah kualitas, berkurang muatan, baik dalam pelayaran maupun
sewaktu berada di Pelabuhan Muat / Bongkar.
2.
A. Pemilik / Operator berhak untuk menahan dan /
atau menjual muatan, apabila pembayaran uang tambang dari Penyewa / Shipper tidak dilunasi sesuai dengan
kesepakatan yang tercantum dalam kontrak untuk menutupi kerugian yang timbul
akibat dari pelaksanaan pengangkutan.
B. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran dari yang
telah disepakati atau menyimpang dari poin 10 dalam Perjanjian Angkutan Laut
ini, pihak Pemilik/Operator Kapal berhak memperhitungkan keterlambatan tersebut
sebagai Demurrage.
C. Apabila jumlah muatan lebih dari yang tercantum atau
kesepakatan yang ada dalam di perjanjian ini, maka pemilik barang/muatan akan
menambah uang tambang secara protata (sesuai jumlah kelebihan muatan).
3.
Di tempat-tempat yang
dangkal dan membahayakan ABK dan kapal, maka Pemilik / Operator berhak untuk
menentukan tempat yang aman dan terdekat untuk pemuatan dan pembongkaran muatan
demi keselamatan ABK dan kapal.
4.
Apabila
karena sesuatu dan lain-hal lain atau terjadi keterlambatan dan/atau menyangkut
teknis sehingga kapal mengalami keterlambatan / hambatan untuk muat, maka
Pemilik / Operator dibenarkan untuk menggantikannya dengan tongkang / armada
lain yang sama ukurannya dengan menambah/merubah dari isi dan bunyi Perjanjian
ini.
5.
Asuransi Muatan,
Lashing/Unlashing, Material Marine Cargo, Surveyor, OPP/OPT, Crane Darat, EMKL,
PBM, Terpal dan Papan Penyangga serta hal-hal teknis yang menyangkut muatan
adalah menjadi beban dan tanggungjawab Pihak Pemilik Muatan.
6.
Force Majeure dalam
Perjanjian ini adalah seperti : Badai, Ombak Besar, Pasang Surut Air, Gempa
Bumi, Sengatan Petir, Pernyataan Darurat dari Pemerintah serta hal lain yang sifatnya
diluar kemampuan akal manusia (Act of God), tetapi tidak termasuk pemogokan
buruh yang disebabkan kesalahan Pihak Kedua.
7.
Apabila terjadi General
Average, maka akan mengikuti York Anterwerp 1974 / Undang-Undang yang berlaku
di Indonesia dan Uang Tambang dan Dead Freight tidak dapat di Collect dari
General Average tersebut.
8.
Hal-hal yang belum
tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan bersama dan ditambahkan setelah
ada persetujuan sebagai Addendum.
9.
Pihak Kedua menjamin
sepenuhnya jumlah Tonase / Kubikasi muatannya dan bila diragukan maka Pihak
Pertama berhak menunjuk Pihak Ketiga atau Surveyor untuk mengukur kembali
muatan tersebut. Biaya Surveyor ditanggung Pihak Pertama dan Pihak Kedua wajib
membayar Uang Tambang / Biaya Freight sesuai hasil pengukuran ulang Pihak
Surveyor.
10.
Apabila kemudian hari
ternyata terdapat perbedaan pendapat dalam mengartikan perjanjian ini maka
kedua belah pihak akan bermusyawarah / mufakat terlebih dahulu dan apabila
ternyata tidak terdapat kata sepakat maka kedua belah pihak menunjuk pada
pengadilan negeri yang disetujui bersama.
11.
Ketentuan Umum ini menjadi
satu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Perjanjian Angkutan Laut
di halaman pertama sebelum ini.
Dumai, 29
April 2012
PEMILIK KAPAL / OPERATOR
Direktur Utama
|
PENYEWA RUANG KAPAL / SHIPPER
PT. PELAYARAN KANAKA DWIMITRA MANUNGGAL
BOBY ELANDA
Direktur
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian hipotek kapal laut menurut Pasal 1162 Kitab Undang-undang
Perdata mendefinisikan hifotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dasar
hukum hipotek kapal laut dapat ditemukan pada Pasal 1162 sampai dengan pasal
1232 KUHPerdata.
Subjek hipotek kapal laut adalah orang-orang yang terkait dalam perjanjian
pembebanan hipotek kapal laut, yakni terutama pihak pemberi hipotek (debitur)
dan pihak penerima hipotek (kreditur).
Kapal yang
dapat dijadikan jaminan (objek hipotek) adalah:
1. Kapal yang sudah didaftar; dan
2. Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana
kapal semula didaftar.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah
sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan
permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan
nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang
menghadap.
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang
jangka waktunya selama 3 tahun ke atas.
Hapusnya
hipotek menurut pasal 1209 KUHPerdata karena 3 hal, yaitu:
1.
Hapusnya
perikatan pokok;
2.
Pelepasan
hipotek itu oleh kreditur; dan
3.
Pengaturan
urutan tingkat oleh pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. H. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,
PT. Raja Grapindo Persada Jakarta: 2005
2. Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT.
Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2003
3. Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak
Isimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana. 2005.)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus