Rabu, 17 Februari 2016

HIPOTEK KAPAL LAUT



BAB I
PENDAHULUAN


I.       LATAR BELAKANG


Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas melarangnya.
Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
Pasal 1163 ayat 1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dalam makalah ini, objek kajian yang akan diangkat dalam pembahasan hipotek kali ini adalah mengenai hipotek kapal laut, yang meliputi:
1.      Pengertian hipotek kapal laut;
2.      Dasar hukum hipotek kapal laut;
3.      Subjek dan objek hipotek kapal laut;
4.      Prosedur dan syarat-syarat pembebanan hipotek kapal laut;
5.      Sifat perjanjian hipotek kapal laut;
6.      Hak dan kewajiban pemberi dan penerima hipotek;
7.      Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut;
8.      Hapusnya hipotek kapal laut; dan
9.      Pencoretan akta kapal hipotek kapal laut.


BAB II
PEMBAHASAN


A.Pengertian Hipotek Dasar Hukum Hipotek

Pengertian hifotek dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.[1]
Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum perdata, praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan pada term Hipotek Kpaal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang berbeda, masing-masing dari dua term tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka (2) dan pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Kapal adalah: ”Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut, serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah-pindah.”
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
  1. Tenaga mekanik;
  2. Tenaga angin atau ditunda
  3. Berdaya dukung dinamis
  4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
  5. Alat apung dan bangunan terapung
Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas 20 m3. perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia, sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, mak pembebanannya menggunakan hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas 20 m3) diberikan dengan akta autentik, guna menjamin tagihan hutang“.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:
  1. Adanya hak kebendaan;
  2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3
  3. Kapal tesebut harus yang dibukukan
  4. Diberikan dengan akta autentik; dan
  5. Menjamin tagihan hutang
Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak boleh atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan adalah hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak/kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani hipotek.[2]   Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1.     Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai ketentuan itu diatur tentang:
a.       Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal 1178 KUHP )
b.      Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai dengan pasal 1194 KUHP )
c.       Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197 KUHP );
d.      Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e.       Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)
f.       Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2.     Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314 KUHD berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal. Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:
a.     Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal itu.
b.     Biaya sita lelang.
c.     Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d.     Tagihan  karena penubrukan

3.      Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4.      Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a.   Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b.   Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada, namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B.     Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yaitu pemberi hipotek (Hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi mengeluarkan surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata. Objek hipotek yaitu:
1.    Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.
2.    Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.    Hak numpang karang dan hak usaha .
4.    Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
5.    Bunga seperti semula.
6.    Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:

1.    Benda bergerak;
2.    Benda dari orang yang belum dewasa;
3.    Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;
4.     Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.

C.    Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun kapal tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:
1.    Kapal yang sudah didaftar; dan
2.    Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut adalah:
1)   Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
2)   Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);
3)   Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4)   Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);
5)   Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-undangan yang berlaku.

Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Variasi para pihak yang menghadap adalah:
a.   Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya);
b.   Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;
c.   Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur.

Syarat bagi pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur adalah:
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan
3.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
3.      Perjanjian kredit.

Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:
1.    Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya. Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut. Latar belakang adanya surat kuasa  ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk kepentingannya.
2.    Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama
Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah:
a.   Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari negara bendera;
b.   Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c.    Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:
1.    Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan yang dinilai sama dengan itu;
2.    Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992 tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
a.   Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;
b.   Bukti kepemilikan kapal;
c.   Identitas pemilik;
d.   Surat ukur (sementara atau tetap);
e.   Bukti pelunasan BBN;
f.     Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar negeri (Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).
Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut akta kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan pencatat nama kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal. Penomoran dilakukan secara berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan urutan penanda tangan sampai dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah tanda pendaftaran dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula sebagai bukti hak milik kapal (BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli, surat keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:
1996         : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran
Ba             : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran
13              : Nomor pendaftaran
L                : Kategori kapal.
L                : Untnuk kapal laut
N               : Untuk kapal nelayan
P                : Untuk kapal pedalaman

Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik dalam negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama merupakan akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:
a.       Asli grosse akta pendaftaran;
b.      Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta hibah, dll);
c.       Identitas pemilik;
d.      Surat ukur;
e.       Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).
Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2 (dua) macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal. Minut akta balik nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada pemilik kapal.

3.      Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya, dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk standar (form) atau yang sudah dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:
a.  Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b.  Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian.
c.  Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d.  Bentuk tertentu (tertulis).
e.  Dipersiapkan secara masal dan kolektif.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya, seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian tersebut tanpa dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1.      Perjanjian baku sepihak;
2.      Perjanjian baku timbal balik;
3.      Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
4.      Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.

D.    SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT
Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian accessoir merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal laut merupakan perjanjian accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian hipotek kapal ini adalah tergantung pada perjanjian pokoknya.

E.     Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek
Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah pihak.
1.    Hak pemberi hipotek:
a.  Tetap menguasai bendanya;
b.  Mempergunakan bendanya;
c.  Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek;
d.  Berhak menerima uang pinjaman.


2.    Kewajiban pemegang hipotek:
a.     Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;
b.     Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga;
3.    Hak pemegan hipotek:
a.   Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi;
b.   Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.

F.     Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut

Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik kapal) dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah, dan jangka panjang (UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang perbankan).
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah kapal atau biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.

G.    Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu:
1.      Hapusnya perikatan pokok;
2.      Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3.      Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek menurut ketentuan ini adalah karena:
1.     Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;
2.     Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;
3.     Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;
4.     Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;
5.     Karena percampuran.

H.    Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut

Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga keuangan nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek tersebut. Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar dan pencatat baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan roya adalah:
1.      Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan
2.      Membuat catatan roya pada daftar induk.
Bunyi catatan roya pada grosse akte hipotek asli adalah kredit yang telah dijamin dengan kapal laut telah dibayar lunas oleh debitur.



























CONTOH SURAT PERJANJIAN

SURAT PERJANJIAN ANGKUTAN LAUT
No.   /SPAL/FC-    /IV/2012
(Halaman Pertama)
Pada hari ini  : Minggu, 29 April 2012
Bertempat di  : Dumai
Telah disepakati bersama Surat Perjanjian Angkutan Laut sebagai berikut di bawah ini ;
Perjanjian ini mengikuti dan berdasarkan :
THE BALTIC & INTERNATIONAL MARITIME CONFERENCE UNIFORM GENERAL CHARTER
Code Name : “GENCON” (as revised 1922, 1976 & 1994)
1.     PEMILIK / OPERATOR :

2.     PENYEWA RUANGAN KAPAL / SHIPPER :
PT.PELAYARAN KANAKA DWIMITRA MANUNGGAL
Jln. Kamboja No.89 Dumai – Riau, Indonesia
Telp / Fax . 0765- 36792
Email : kanaka-dmi@yahoo.co.id
INDONESIA
3.     NAMA DAN DATA KAPAL : (210ft)
TB. ADOVELIN & BG. TANJUNG JOHOR XXXVIII

4.     KESEDIAAN KAPAL UNTUK MUAT :
02 – 03 Mei 2012
5.     POSISI KAPAL SAAT INI :
Pekanbaru - Riau
6.     JENIS BARANG / JUMLAH MUATAN :
 Pupuk In Bag (Dead Freight 3500 MT)
7.     KONDISI MUATAN :
NOT REPORTED
8.     UANG TAMBANG :
Rp 210.000.-/ MT
9.     KONDISI KONTRAK :
F.I.O.S.T.
10.   CARA PEMBAYARAN  :
-       25 % saat Kapal tiba di pelabuhan muat
-       50 % saat Kapal selesai muat
-       25 % saat kapal tiba sebelum bongkar
11.   PEMBAYARAN DISETORKAN KE :
( T/T, CASH, FULL & CLEAN TO )
       Bank Mandiri Rek. No.
       Bank  BCA     Rek. No.
       Atas Nama :
12.   PELABUHAN MUAT :
PEL. DUMAI - RIAU
13.   PELABUHAN TUJUAN / BONGKAR :
JETTY SENTIMOK, SAMBAS, KAL-BAR
14.   LAMA WAKTU MUAT / BONGKAR :
PRORATA 12 (DUABELAS) HARI
15.   DENDA KETERLAMBATAN / DEMURRAGE :
Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) / Hari
16.   PENGIRIM BARANG :
As Order
17.   PENERIMA BARANG :
As Order
18.   ASURANSI KAPAL :
Ditanggung Pemilik Kapal
19.   ASURANSI BARANG :
Ditanggung Pemilik Barang
20.   KEAGENAN KAPAL (Ditunjuk & Ditanggung oleh Pemilik Kapal) :
21.   SYARAT-SYARAT TAMBAHAN YANG DISETUJUI BERSAMA :
-      Uang Tambang di atas tidak termasuk Biaya Muat / Bongkar, Turunnya Kualitas, Biaya Lashing, Unlashing, Material Lashing, Bea Cukai, Dokumen & Legalitas Muatan, menjadi tanggung jawab Pemilik Muatan / Cargo. 
-      Waktu Tunggu untuk muat / bongkar lebih dari 48 (Empat puluh delapan) jam terhitung dari kesiapan kapal (NOR) diperhitungkan sebagai DEMURRAGE, dimana DEMURRAGE dibayar tunai sebesar 3(tiga) hari Nilai Demurrage pada saat 2 x 24 jam setelah NOR, dan selanjutnya dibayar tunai setiap kelipatan 3 (tiga) hari.
-      Waktu Tunggu Dokumen Muatan setelah 2 x 24 jam, diperhitungkan sebagai Demurrage.
-      Keduabelah Pihak sepakat bahwa Perjanjian Angkutan Laut ini ditandatangani dan dikirim lewat Facsimile
-      Pajak atas sewa ruangan Kapal menjadi tanggung jawab Penyewa.
-      Mengikuti Ketentuan Umum terlampir yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Perjanjian Angkutan Laut ini serta memiliki kekuatan hukum yang sama.
22.   PERSELISIHAN akan diselesaikan secara musyawarah bersama dan apabila tidak terdapat persesuaian maka keduabelah pihak setuju untuk diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat.
Demikian Perjanjian Angkutan Laut ini, setelah dibaca dan disetujui bersama, ditandatangani dalam rangkap 2 (dua) asli, bermeterai cukup dan masing-masingmempunyai kekuatan hukum yang sama.
PEMILIK KAPAL / OPERATOR






Direktur Utama
PENYEWA RUANG KAPAL / SHIPPER
PT. PELAYARAN KANAKA DWIMITRA MANUNGGAL




BOBY ELANDA
Direktur
                                 



KETENTUAN UMUM
SPAL No.       /SPAL/FC-    /IV/2012
(Halaman Kedua)


1.    Pemilik / Operator berhak dan dibenarkan memuat angkutan di atas dek dan segala resiko adalah menjadi beban dan tanggungjawab Penyewa / Shipper dengan limit kapal dalam keadaan layak laut (Sea Worthy). Pemilik / Operator tidak bertanggungjawab atas tumpah, hilang, rusak, berubah kualitas, berkurang muatan, baik dalam pelayaran maupun sewaktu berada di Pelabuhan Muat / Bongkar.
2.         A.  Pemilik / Operator berhak untuk menahan dan / atau menjual muatan, apabila pembayaran uang tambang dari Penyewa  / Shipper tidak dilunasi sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam kontrak untuk menutupi kerugian yang timbul akibat dari pelaksanaan pengangkutan.
B. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran dari yang telah disepakati atau menyimpang dari poin 10 dalam Perjanjian Angkutan Laut ini, pihak Pemilik/Operator Kapal berhak memperhitungkan keterlambatan tersebut sebagai Demurrage.
C. Apabila jumlah muatan lebih dari yang tercantum atau kesepakatan yang ada dalam di perjanjian ini, maka pemilik barang/muatan akan menambah uang tambang secara protata (sesuai jumlah kelebihan muatan).
3.    Di tempat-tempat yang dangkal dan membahayakan ABK dan kapal, maka Pemilik / Operator berhak untuk menentukan tempat yang aman dan terdekat untuk pemuatan dan pembongkaran muatan demi keselamatan ABK dan kapal.
4.     Apabila karena sesuatu dan lain-hal lain atau terjadi keterlambatan dan/atau menyangkut teknis sehingga kapal mengalami keterlambatan / hambatan untuk muat, maka Pemilik / Operator dibenarkan untuk menggantikannya dengan tongkang / armada lain yang sama ukurannya dengan menambah/merubah dari isi dan bunyi Perjanjian ini.
5.    Asuransi Muatan, Lashing/Unlashing, Material Marine Cargo, Surveyor, OPP/OPT, Crane Darat, EMKL, PBM, Terpal dan Papan Penyangga serta hal-hal teknis yang menyangkut muatan adalah menjadi beban dan tanggungjawab Pihak Pemilik Muatan.
6.    Force Majeure dalam Perjanjian ini adalah seperti : Badai, Ombak Besar, Pasang Surut Air, Gempa Bumi, Sengatan Petir, Pernyataan Darurat dari Pemerintah serta hal lain yang sifatnya diluar kemampuan akal manusia (Act of God), tetapi tidak termasuk pemogokan buruh yang disebabkan kesalahan Pihak Kedua.
7.    Apabila terjadi General Average, maka akan mengikuti York Anterwerp 1974 / Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dan Uang Tambang dan Dead Freight tidak dapat di Collect dari General Average tersebut.
8.    Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan bersama dan ditambahkan setelah ada persetujuan sebagai Addendum.
9.    Pihak Kedua menjamin sepenuhnya jumlah Tonase / Kubikasi muatannya dan bila diragukan maka Pihak Pertama berhak menunjuk Pihak Ketiga atau Surveyor untuk mengukur kembali muatan tersebut. Biaya Surveyor ditanggung Pihak Pertama dan Pihak Kedua wajib membayar Uang Tambang / Biaya Freight sesuai hasil pengukuran ulang Pihak Surveyor.
10. Apabila kemudian hari ternyata terdapat perbedaan pendapat dalam mengartikan perjanjian ini maka kedua belah pihak akan bermusyawarah / mufakat terlebih dahulu dan apabila ternyata tidak terdapat kata sepakat maka kedua belah pihak menunjuk pada pengadilan negeri yang disetujui bersama.
11. Ketentuan Umum ini menjadi satu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Perjanjian Angkutan Laut di halaman pertama sebelum ini.


Dumai, 29 April 2012

PEMILIK KAPAL / OPERATOR








Direktur Utama
PENYEWA RUANG KAPAL / SHIPPER
PT. PELAYARAN KANAKA DWIMITRA MANUNGGAL






BOBY ELANDA
Direktur
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pengertian hipotek kapal laut menurut Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata mendefinisikan hifotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dasar hukum hipotek kapal laut dapat ditemukan pada Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata.
Subjek hipotek kapal laut adalah orang-orang yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yakni terutama pihak pemberi hipotek (debitur) dan pihak penerima hipotek (kreditur).
Kapal yang dapat dijadikan jaminan (objek hipotek) adalah:
1.     Kapal yang sudah didaftar; dan
2.     Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang jangka waktunya selama 3 tahun ke atas.
Hapusnya hipotek menurut pasal 1209 KUHPerdata karena 3 hal, yaitu:
1.     Hapusnya perikatan pokok;
2.     Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3.     Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.




DAFTAR PUSTAKA

1.      H. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grapindo Persada Jakarta: 2005
2.      Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2003
3.      Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Isimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana. 2005.)

























[1]. Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Isimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana. 2005.) hl. 221

[2] Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Isimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana. 2005.) hl. 221

1 komentar: