Selasa, 23 Februari 2016

Tentang Transportasi


Pengertian  Hukum Transportasi

1. Pengertian :
a) Pendapat  :
ransportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu tertentu dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia, hewan, maupun mesin.

Definisi transportasi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1) Menurut Morlok (1978),transportasi didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut sesuatdari suatu tempat ketempat lain.
2) Menurut Bowersox (1981), transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu tempat ketempat lain, dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Dan secara umum transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (barang dan/atau barang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana.  
3) Menurut Steenbrink (1974), transportasi adalah perpindahan orang  atau barang dengan menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara geografis.
4) Menurut Papacostas (1987), transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta arus dan sistem control yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari suatu temapat ke tempat lain secara efisiendalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia.


Transportasi manusia atau barang biasanya bukanlah merupakan tujuan akhir, oleh karena itu permintaan akan jasa transportasi dapat disebut sebagai permintaan turunan (derived demand) yang timbul akibat adanya permintaan akan komoditas atau jasa lainnya.Dengan demikian permintaan akan transportasi baru akan ada apabila terdapat faktor-faktor pendorongnya. Permintaan jasa transportasi tidak berdiri sendiri, melainkan tersembunyi dibalik kepentingan yang lain (Morlok, 1984). Pada dasarnya permintaan angkutan diakibatkan oleh hal- hal berikut (Nasution, 2004):
1) Kebutuhan manusia untuk berpergian dari lokasi lain dengan tujuan mengambil bagian di dalam suatu kegiatan, misalnya bekerja,berbelanja, ke sekolah, dan lain- lain.
2) Kebutuhan angkutan barang untuk dapat digunakan atau dikonsumsi di lokasi lain Secara garis besar, transportasi dibedakan menjadi 3 yaitu: transportasi darat, air, dan udara. Pemilihan penggunaan moda transportasi tergantung dan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Segi Pelayanan
b. Keandalan dalam bergerak
c. Keselamatan dalam perjalanan
d. Biaya
e. Jarak Tempuh
f. Kecepatan Gerak
g. Keandalan
h. Keperluan
i. Fleksibilitas
j. Tingkat Populasi
k. Penggunaan Bahan Bakar
l. Dan Lainnya

Masing-masing moda transportasi menurut Djoko Setijowarno dan Frazila (2001), memiliki ciri-ciri yang berlainan, yakni dalam hal:
a)    Kecepatan, menunjukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bergerak antara dua lokasi.
b)    Tersedianya pelayanan (availability of service), menyangkut kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan antara dua lokasi.
c)    Pengoperasiaan yang diandalkan (dependability of operation), menunjukan perbedaan-perbedaan yang terjadi antara kenyataan dan jadwal yang ditentukan.
d)    Kemampuan (capability), merupakan kemampuan untuk dapat menangani segala bentuk dan keperluan akan pengangkutan.
e)    Frekuensi adalah banyaknya gerakan atau hub


f) Pendapat Sendiri :
Menurut saya Transportasi adalah alat yang digunakan oleh manusia atau benda untuk berpindah satu temapat ke tempoat yang lainnya dengan menggunakan kendaraan yang bergerak oleh manusia atau mesin , alat yang disebut transportasi ini dibuat untuk memudahkan manusia dalam aktivitas sehari – hari yang membutruhkan perpindahan tempat.






Pasal Pasal dalam KUHD dan KUHP tentang Pengangkutan
1.Pengaturan angkutan laut Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : pasal 307 s/d pasal 747
c) UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU lain yang terkait
d) Peraturan Internasional


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar hukum karena Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat digunakan sebagai landasan untuk menghindari kekosongan hukum dalam bidang hukum Pengangkutan. Yaitu apabila di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada dan / atau belum diatur, maka kita bisa menemukannya di dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
1) Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
·      Waktu tertentu
·      Menyediakan sebuah kapal tertentu
·      Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
·      Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu Kewajiban pengangkut
·      Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu  Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
·      Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/ lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)

Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi

2) Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
·      Menyediakan sebuah kapal tertentu
·      Seluruhnya atau sebagian dari kapal
·      Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
·      Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan Kewajiban Pengangkut
·      Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
·      Pasal 453 (2) KUHD
·      Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaian
·      Pasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
3) Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan

·      Pasal 520g KUHD: Pengangkutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
·      Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter Kewajiban Pengangkut
·      Pasal 468 (1) KUHD: Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
·      Pasal 470 (1) Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian Tuntutan Ganti Rugi Jangka Waktu pengajuan

Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)

2. Pendaftaran Kapal

1) Dasar Hukum
a) Pasal 314 KUHD
b) Peraturan Pendaftaran kapal Stbl. 1933 No.48
c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
e) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan /Penggantian Bendera Kapal.
f) Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.

Pasal 506 ayat (1) KUHD:
“Konosemen ialah sepucuk surat yang ditanggali ddimana pengangkut menyatakan, bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkan kepada orang yang ditunjuk, beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan terjadi.”


Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L berfungsi sebagai:
1)  Surat tanda terima barang dari pengangkut untuk pengirim/penerima
2)  Surat bukti perjanjian pengangkutan.
3)  Surat bukti pemilikan barang[17]
4)  Surat berharga[18] B/L yang dapat diperdagangkan ditandai dengan tulisan “Original dan yang tidak dapat diperdagangkan dengan tanda “Not Negotiable”. B/L yang tergolong atas pengganti apabila diperalihkan harus menggunakan cara endosemen dan penyerahan suratnya (pasal 508 KUHD).

Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506, 507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal 14 ayat 1 Hamburg Rules.
3. Tanggung jawab Pengangkut
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa tanggung jawab si pengangkut antara lain:
a) (ayat 1) “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.”
b) (ayat 2) “Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.”
c) (ayat 3) “Ia bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka, yang dipekerjakannya, dan untuk segala benda ya ng dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.”

Jenis- Jenis Pengangkutan Dalam Hukum Angkutan di atur tentang jenis-jenis pengangkutan diantaranya adalah :
1) Pengangkutan Darat Yang diatur pada KUHP Buku I Bab V bagian I, II pasal 96-98 dan dasar hukum yang lain dapat kita lihat pada BW / KUHP Perdata.

Buku III (Overen Comet) Dalam hal pengangkutan darat sekalian diatur tentang pengangkatan barang, pengangkutan  lain yang diatur :
a) Pada Stb 1927/262 tentang pengangkatan kereta pai
b) UU No 3 / 1965 (lembaran negara 1965 No 25) tentang lalu lintas jalan raya)
c) Stb 1936 No 451 berdasarkan PP No 28 / 1951 (LN 1951 No 2 ) dan PP No 2/1964/LN 1964 no 5 tentang peraturan lalu lintas jalan raya.
d) Peraturan tentang pos dan telekomunikasi

2) Pengangkutan laut Dalam pengangkutan laut diatur pada :
a. KUHP Buku II Bab V, tentang perjanjian antara kapal
b. KUHP Buku II Bab V A, tentang pengangkatan barang
c. KUHP Buku II Bab V B, tentang pengangkutan orang
d. Peraturan-peraturan Khusus lainnya.

3) Pengangkutan Udara Diatur pada :
a. Stb 1939 No. 100 berdasarkan UU No. 83/1958 (LN 1958 No 159)
b. Tentang peraturan-peraturan lainnya.

4) Pengangkutan Perairan Pedalaman Diatur pada ;
Buku I Bab V KUHP bagian 2 dan 3 pasal 90 – 98 misalnya pengangkutan di Sungai dan di selat, danau dsb

 HUKUM ANGKUTANPengertian Hukum Angkutan

Merupakan kedudukan yang sama antara pengangkut dan pengirim diseberangi dengan perjanjian-perjanjian kemudian perjanjian itu habis/berakhir pada waktu yang tidak pasti.

Ex : apabila pengangkut telah selesai maka perjanjian berakhir dengan sendirinya.







PENGANGKUTAN LAUT (KUHD)
      Pengertian
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya kesepakatan)
2. Para Pihak:
       Pengangkut
       Pengusaha kapal
       PEngangkut yang bukan pengusaha kapal
       Pihak yang mencarterkan (Vervrachter)
       Pihak Pencarter (bevrachter)

3. Pengangkut
Pasal 466 KUHD:
Ia yang mengikatkan diri dengan perjanjian carter waktu carter perjalanan dan pengangkutan barang potongan
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 467:
Pengangkut dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya, kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.
Pasal 468:
Perjanjian pengangkutan menjanjinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya bamng itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.
Ia bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu
Pasal 470.
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, periengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggungjawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian, bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara keliru.
Pasal 470a.
Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.
Pasal 477.
Pengangkut bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.

Pengusaha Kapal
Pasal 320 KUHD:
“Dia yang memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut dan mengemudi kannya sendiri atau suruh mengemudikannya oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya”
Pasal tersebut tidak mensyaratkan pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal, namun ia dapat menggunakannya saja (hak eksploitasi)
Pasal 321 KUHD :
Pengusaha terikat oleh segala perbuatan hokum yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap/sementara pada kapalnya. Oleh karenanya ia juga bertanggung jawab atas segala kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga
Perjanjian Pengankutan Laut Menurut KUHDagang:
         Perjanjian Carter Menurut Waktu
         Perjanjian Carter Menurut Perjalanan
         Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
Perjanjian Carter Menurut Waktu:
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
o   Waktu tertentu
o   Menyediakan sebuah kapal tertentu
o   Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
o   Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
        Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
        Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
        Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
        Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi
Perjanjian Carter menurut Perjalanan
Pasal 453 (3) KUHD Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk
         Menyediakan sebuah kapal tertentu
         Seluruhnya atau sebagian dari kapal
         Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
         Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
        Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
        Pasal 453 (2) KUHD
        Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi,sanggup untuk pemakaian
        Pasal 470 (1)
        Perjanjian Pengankutan Barang Potongan
        Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
        Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter
+ Kewajiban Pengangkut
        Pasal 468 (1) KUHD
        Pasal 470 (1)
        Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
        Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya
        Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian
Tuntutan Ganti Rugi
Jangka Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
         Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu tahun
         Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, diaman terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Angka 3

Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.

Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut

Wajib Angkut

Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.

(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.

Pasal 39

Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tanggung Jawab Pengangkut

Pasal 40

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.

(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Pasal 41

(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:

a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.

(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.

(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010
TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

Bagian Kesatu
Wajib Angkut

Pasal 177

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang atau dokumen muatan.

(3) Sebelum melaksanakan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan angkutan di perairan harus memastikan:
a. sarana angkutan kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan;
b. sarana angkutan kapal telah diisi bahan bakar dan air tawar yang cukup serta dilengkapi dengan pasokan logistik;
c. ruang penumpang, ruang muatan, ruang pendingin, dan tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai dan aman untuk ditempati penumpang dan/atau dimuati barang; dan
d. cara pemuatan, penanganan, penyimpanan, penumpukan, dan pembongkaran barang dan/atau naik atau turun penumpang dilakukan secara cermat dan berhati-hati.

Pasal 178

(1) Pada saat menyerahkan barang untuk diangkut, pemilik atau pengirim barang harus:
a. memberitahu pengangkut mengenai ciri-ciri umum barang yang akan diangkut dan cara penanganannya apabila pengangkut menghendaki demikian; dan
b. memberi tanda atau label secara memadai terhadap barang khusus serta barang berbahaya dan beracun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemilik atau pengirim barang bertanggung jawab sepenuhnya mengenai kebenaran pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perusahaan angkutan di perairan berhak menolak untuk mengangkut barang apabila pemilik barang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 179

(1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
(2) Pelaksanaan mobilisasi armada niaga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengangkut

Pasal 180

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Pasal 181

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.

(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Batas tanggung jawab untuk pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Batas tanggung jawab keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Batas tanggung jawab atas kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.

Pasal 182

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.

(2) Fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan:
a. sarana khusus bagi penyandang cacat untuk naik ke atau turun dari kapal;
b. sarana khusus bagi penyandang cacat selama di kapal;
c. sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; dan
d. fasilitas khusus bagi penumpang yang mengidap penyakit menular.

(3) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian prioritas:
a. untuk mendapatkan tiket angkutan; dan
b. pelayanan untuk naik ke dan turun dari kapal.

(4) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.

Pasal 183

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar fasilitas dan kemudahan bagi penumpang penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia diatur dengan Peraturan Menteri.


PENGANGKUTAN LAUT (KUHD)
      Pengertian
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya kesepakatan)
2. Para Pihak:
       Pengangkut
       Pengusaha kapal
       PEngangkut yang bukan pengusaha kapal
       Pihak yang mencarterkan (Vervrachter)
       Pihak Pencarter (bevrachter)

3. Pengangkut
Pasal 466 KUHD:
Ia yang mengikatkan diri dengan perjanjian carter waktu carter perjalanan dan pengangkutan barang potongan
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 467:
Pengangkut dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya, kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.
Pasal 468:
Perjanjian pengangkutan menjanjinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya bamng itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.
Ia bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu
Pasal 470.
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, periengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggungjawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian, bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara keliru.
Pasal 470a.
Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.
Pasal 477.
Pengangkut bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.

Pengusaha Kapal
Pasal 320 KUHD:
“Dia yang memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut dan mengemudi kannya sendiri atau suruh mengemudikannya oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya”
Pasal tersebut tidak mensyaratkan pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal, namun ia dapat menggunakannya saja (hak eksploitasi)
Pasal 321 KUHD :
Pengusaha terikat oleh segala perbuatan hokum yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap/sementara pada kapalnya. Oleh karenanya ia juga bertanggung jawab atas segala kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga
Perjanjian Pengankutan Laut Menurut KUHDagang:
         Perjanjian Carter Menurut Waktu
         Perjanjian Carter Menurut Perjalanan
         Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
Perjanjian Carter Menurut Waktu:
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
o   Waktu tertentu
o   Menyediakan sebuah kapal tertentu
o   Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
o   Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
        Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
        Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
        Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
        Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi
Perjanjian Carter menurut Perjalanan
Pasal 453 (3) KUHD Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk
         Menyediakan sebuah kapal tertentu
         Seluruhnya atau sebagian dari kapal
         Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
         Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
        Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
        Pasal 453 (2) KUHD
        Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi,sanggup untuk pemakaian
        Pasal 470 (1)
        Perjanjian Pengankutan Barang Potongan
        Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
        Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter
+ Kewajiban Pengangkut
        Pasal 468 (1) KUHD
        Pasal 470 (1)
        Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
        Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya
        Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian
Tuntutan Ganti Rugi
Jangka Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
         Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu tahun
         Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, diaman terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Angka 3

Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.

Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut

Wajib Angkut

Pasal 38

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.

(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.

Pasal 39

Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tanggung Jawab Pengangkut

Pasal 40

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.

(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Pasal 41

(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:

a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.

(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.

(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010
TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

Bagian Kesatu
Wajib Angkut

Pasal 177

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang atau dokumen muatan.

(3) Sebelum melaksanakan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan angkutan di perairan harus memastikan:
a. sarana angkutan kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan;
b. sarana angkutan kapal telah diisi bahan bakar dan air tawar yang cukup serta dilengkapi dengan pasokan logistik;
c. ruang penumpang, ruang muatan, ruang pendingin, dan tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai dan aman untuk ditempati penumpang dan/atau dimuati barang; dan
d. cara pemuatan, penanganan, penyimpanan, penumpukan, dan pembongkaran barang dan/atau naik atau turun penumpang dilakukan secara cermat dan berhati-hati.

Pasal 178

(1) Pada saat menyerahkan barang untuk diangkut, pemilik atau pengirim barang harus:
a. memberitahu pengangkut mengenai ciri-ciri umum barang yang akan diangkut dan cara penanganannya apabila pengangkut menghendaki demikian; dan
b. memberi tanda atau label secara memadai terhadap barang khusus serta barang berbahaya dan beracun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemilik atau pengirim barang bertanggung jawab sepenuhnya mengenai kebenaran pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perusahaan angkutan di perairan berhak menolak untuk mengangkut barang apabila pemilik barang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 179

(1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
(2) Pelaksanaan mobilisasi armada niaga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengangkut

Pasal 180

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Pasal 181

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.

(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Batas tanggung jawab untuk pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Batas tanggung jawab keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Batas tanggung jawab atas kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.

Pasal 182

(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.

(2) Fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan:
a. sarana khusus bagi penyandang cacat untuk naik ke atau turun dari kapal;
b. sarana khusus bagi penyandang cacat selama di kapal;
c. sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; dan
d. fasilitas khusus bagi penumpang yang mengidap penyakit menular.

(3) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian prioritas:
a. untuk mendapatkan tiket angkutan; dan
b. pelayanan untuk naik ke dan turun dari kapal.

(4) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.

Pasal 183

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar fasilitas dan kemudahan bagi penumpang penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia diatur dengan Peraturan Menteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar