Pengertian Hukum Transportasi
1. Pengertian :
a) Pendapat :
ransportasi
adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dalam
waktu tertentu dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh
manusia, hewan, maupun mesin.
Definisi transportasi menurut beberapa
ahli adalah sebagai berikut:
1) Menurut Morlok (1978),transportasi
didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut sesuatdari suatu
tempat ketempat lain.
2) Menurut Bowersox (1981), transportasi
adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu tempat ketempat lain,
dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Dan secara umum
transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (barang dan/atau barang)
dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana.
3) Menurut Steenbrink (1974), transportasi
adalah perpindahan orang atau barang
dengan menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah
secara geografis.
4) Menurut Papacostas (1987), transportasi
didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta
arus dan sistem control yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah
dari suatu temapat ke tempat lain secara efisiendalam setiap waktu untuk
mendukung aktivitas manusia.
Transportasi
manusia atau barang biasanya bukanlah merupakan tujuan akhir, oleh karena itu
permintaan akan jasa transportasi dapat disebut sebagai permintaan turunan
(derived demand) yang timbul akibat adanya permintaan akan komoditas atau jasa
lainnya.Dengan demikian permintaan akan transportasi baru akan ada apabila
terdapat faktor-faktor pendorongnya. Permintaan jasa transportasi tidak berdiri
sendiri, melainkan tersembunyi dibalik kepentingan yang lain (Morlok, 1984).
Pada dasarnya permintaan angkutan diakibatkan oleh hal- hal berikut (Nasution,
2004):
1) Kebutuhan manusia untuk berpergian dari
lokasi lain dengan tujuan mengambil bagian di dalam suatu kegiatan, misalnya
bekerja,berbelanja, ke sekolah, dan lain- lain.
2) Kebutuhan angkutan barang untuk dapat
digunakan atau dikonsumsi di lokasi lain Secara garis besar, transportasi
dibedakan menjadi 3 yaitu: transportasi darat, air, dan udara. Pemilihan
penggunaan moda transportasi tergantung dan ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu:
a.
Segi Pelayanan
b.
Keandalan dalam bergerak
c.
Keselamatan dalam perjalanan
d.
Biaya
e.
Jarak Tempuh
f.
Kecepatan Gerak
g.
Keandalan
h.
Keperluan
i.
Fleksibilitas
j.
Tingkat Populasi
k.
Penggunaan Bahan Bakar
l.
Dan Lainnya
Masing-masing
moda transportasi menurut Djoko Setijowarno dan Frazila (2001), memiliki
ciri-ciri yang berlainan, yakni dalam hal:
a)
Kecepatan, menunjukan
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bergerak antara dua lokasi.
b)
Tersedianya pelayanan
(availability of service), menyangkut kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan
antara dua lokasi.
c)
Pengoperasiaan yang
diandalkan (dependability of operation), menunjukan perbedaan-perbedaan yang
terjadi antara kenyataan dan jadwal yang ditentukan.
d)
Kemampuan
(capability), merupakan kemampuan untuk dapat menangani segala bentuk dan
keperluan akan pengangkutan.
e)
Frekuensi adalah
banyaknya gerakan atau hub
f) Pendapat Sendiri
:
Menurut saya Transportasi
adalah alat yang digunakan oleh manusia atau benda untuk berpindah satu temapat
ke tempoat yang lainnya dengan menggunakan kendaraan yang bergerak oleh manusia
atau mesin , alat yang disebut transportasi ini dibuat untuk memudahkan manusia
dalam aktivitas sehari – hari yang membutruhkan perpindahan tempat.
Pasal Pasal dalam
KUHD dan KUHP tentang Pengangkutan
1.Pengaturan
angkutan laut Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang :
pasal 307 s/d pasal 747
c) UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
dan UU lain yang terkait
d) Peraturan Internasional
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar hukum karena Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dapat digunakan sebagai landasan untuk menghindari kekosongan
hukum dalam bidang hukum Pengangkutan. Yaitu apabila di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada dan / atau belum diatur, maka kita bisa
menemukannya di dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum, yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
1) Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time
Charter)
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
·
Waktu tertentu
·
Menyediakan sebuah
kapal tertentu
·
Kapalnya untuk
pelayaran di laut bagi Bevrachter
·
Pembayaran harga yang
dihitung berdasarkan waktu Kewajiban pengangkut
·
Pasal 453 (2)
Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
·
Kesanggupan atas
Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/ lengkap) dan ABK (cukup dan
cakap)
Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi
Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi
2) Perjanjian Carter Menurut Perjalanan
(Voyage Charter)
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
·
Menyediakan sebuah
kapal tertentu
·
Seluruhnya atau
sebagian dari kapal
·
Untuk pengangkutan
orang/barang melalui lautan
·
Pembayaran harga
berdasarkan jumlah perjalanan Kewajiban Pengangkut
·
Menyediakan kapal
tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
·
Pasal 453 (2) KUHD
·
Pasal 459 (4):
terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaian
·
Pasal 470 (1):
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab
atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk
kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan,
perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk
kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang
keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang
bermaksud demikian adalah batal.
3) Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
·
Pasal 520g KUHD:
Pengangkutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter
kapal
·
Kapalnya tidak perlu
tertentu seperti perjanjian carter Kewajiban Pengangkut
·
Pasal 468 (1) KUHD:
Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang
yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
·
Pasal 470 (1) Mengusahakan
kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian Harus benar dalam memperlakukan muatan,
dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya
sebagai objek perjanjian Tuntutan
Ganti Rugi Jangka
Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
2.
Pendaftaran Kapal
1) Dasar Hukum
a) Pasal 314 KUHD
b) Peraturan Pendaftaran kapal Stbl. 1933
No.48
c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran
d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun
2002 tentang Perkapalan
e) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan
Penggunaan /Penggantian Bendera Kapal.
f) Konvensi Hukum Laut Internasional 1982
(UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.
Pasal 506 ayat (1) KUHD:
Pasal 506 ayat (1) KUHD:
“Konosemen
ialah sepucuk surat yang ditanggali ddimana pengangkut menyatakan, bahwa ia
telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan
yang ditunjuk dan disana menyerahkan kepada orang yang ditunjuk, beserta dengan
klausula-klausula apa penyerahan terjadi.”
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L berfungsi sebagai:
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L berfungsi sebagai:
1) Surat tanda terima barang dari pengangkut
untuk pengirim/penerima
2) Surat bukti perjanjian pengangkutan.
3) Surat bukti pemilikan barang[17]
4) Surat berharga[18] B/L yang dapat
diperdagangkan ditandai dengan tulisan “Original dan yang tidak dapat
diperdagangkan dengan tanda “Not Negotiable”. B/L yang tergolong atas pengganti
apabila diperalihkan harus menggunakan cara endosemen dan penyerahan suratnya
(pasal 508 KUHD).
Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506, 507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal 14 ayat 1 Hamburg Rules.
Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506, 507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal 14 ayat 1 Hamburg Rules.
3.
Tanggung jawab
Pengangkut
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa
tanggung jawab si pengangkut antara lain:
a) (ayat 1) “Persetujuan pengangkutan
mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus
diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.”
b) (ayat 2) “Si pengangkut diwajibkan
mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya
atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada
barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau
kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat
dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh
kesalahan dari si yang mengirimkannya.”
c) (ayat 3) “Ia bertanggung jawab untuk
perbuatan dari segala mereka, yang dipekerjakannya, dan untuk segala benda ya
ng dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.”
Jenis- Jenis Pengangkutan Dalam Hukum Angkutan di atur tentang
jenis-jenis pengangkutan diantaranya adalah :
1)
Pengangkutan Darat Yang
diatur pada KUHP Buku I Bab V bagian I, II pasal 96-98 dan dasar hukum yang
lain dapat kita lihat pada BW / KUHP Perdata.
Buku III (Overen Comet) Dalam
hal pengangkutan darat sekalian diatur tentang pengangkatan barang, pengangkutan
lain yang diatur :
a) Pada Stb 1927/262 tentang pengangkatan
kereta pai
b) UU No 3 / 1965 (lembaran negara 1965 No
25) tentang lalu lintas jalan raya)
c) Stb 1936 No 451 berdasarkan PP No 28 /
1951 (LN 1951 No 2 ) dan PP No 2/1964/LN 1964 no 5 tentang peraturan lalu
lintas jalan raya.
d) Peraturan tentang pos dan telekomunikasi
2)
Pengangkutan laut Dalam
pengangkutan laut diatur pada :
a. KUHP Buku II Bab V, tentang perjanjian
antara kapal
b. KUHP Buku II Bab V A, tentang
pengangkatan barang
c. KUHP Buku II Bab V B, tentang pengangkutan
orang
d. Peraturan-peraturan Khusus lainnya.
3)
Pengangkutan Udara
Diatur pada :
a. Stb 1939 No. 100 berdasarkan UU No.
83/1958 (LN 1958 No 159)
b. Tentang peraturan-peraturan lainnya.
4)
Pengangkutan Perairan
Pedalaman Diatur pada ;
Buku I Bab V KUHP bagian 2 dan 3 pasal
90 – 98 misalnya pengangkutan di Sungai dan di selat, danau dsb
HUKUM ANGKUTANPengertian Hukum Angkutan
Merupakan kedudukan yang sama antara pengangkut dan pengirim diseberangi dengan perjanjian-perjanjian kemudian perjanjian itu habis/berakhir pada waktu yang tidak pasti.
Ex : apabila pengangkut telah selesai maka perjanjian berakhir dengan sendirinya.
HUKUM ANGKUTANPengertian Hukum Angkutan
Merupakan kedudukan yang sama antara pengangkut dan pengirim diseberangi dengan perjanjian-perjanjian kemudian perjanjian itu habis/berakhir pada waktu yang tidak pasti.
Ex : apabila pengangkut telah selesai maka perjanjian berakhir dengan sendirinya.
PENGANGKUTAN LAUT (KUHD)
Pengertian
Sifat dasar
dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian
campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban
untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian
pengangkutan sah terjadinya kesepakatan)
2. Para Pihak:
Pengangkut
Pengusaha kapal
PEngangkut yang bukan pengusaha kapal
Pihak yang mencarterkan (Vervrachter)
Pihak Pencarter (bevrachter)
3. Pengangkut
Pasal 466 KUHD:
Ia yang
mengikatkan diri dengan perjanjian carter waktu carter perjalanan dan
pengangkutan barang potongan
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 467:
Pengangkut
dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya,
kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.
Pasal 468:
Perjanjian
pengangkutan menjanjinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut
dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut
harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian
barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak
diserahkannya bamng itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah
akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya,
akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat
kesalahan pengirim.
Ia
bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda
yang digunakannya dalam pengangkutan itu
Pasal 470.
Pengangkut
tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau
bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk
kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan,
periengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk
kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan
yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan
yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun
pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan
bertanggungjawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap
barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan
nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh
ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di
samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian,
bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara
keliru.
Pasal 470a.
Persyaratan
untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak
membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau
pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup
diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat
pengangkutannya atau tatanannya.
Pasal 477.
Pengangkut
bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang
terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat
suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.
Pengusaha Kapal
Pasal 320 KUHD:
“Dia yang
memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut dan mengemudi kannya sendiri atau
suruh mengemudikannya oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya”
Pasal
tersebut tidak mensyaratkan pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal, namun
ia dapat menggunakannya saja (hak eksploitasi)
Pasal 321 KUHD :
Pengusaha
terikat oleh segala perbuatan hokum yang dilakukan oleh mereka yang bekerja
tetap/sementara pada kapalnya. Oleh karenanya ia juga bertanggung jawab atas
segala kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga
Perjanjian
Pengankutan Laut Menurut KUHDagang:
Perjanjian Carter Menurut Waktu
Perjanjian Carter Menurut Perjalanan
Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
Perjanjian
Carter Menurut Waktu:
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter
mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
o Waktu
tertentu
o Menyediakan
sebuah kapal tertentu
o Kapalnya
untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
o Pembayaran
harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan
(terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan
menganakbuahi
Perjanjian Carter menurut Perjalanan
Pasal 453 (3) KUHD Vervrachter
mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk
Menyediakan sebuah kapal tertentu
Seluruhnya atau sebagian dari kapal
Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
Pasal 453 (2) KUHD
Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi,sanggup untuk
pemakaian
Pasal 470 (1)
Perjanjian Pengankutan Barang Potongan
Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang berdasarkan perjanjian selain
daripada perjanjian carter kapal
Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter
+ Kewajiban Pengangkut
Pasal 468 (1) KUHD
Pasal 470 (1)
Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan
terhadap barang yang diangkutnya
Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian
Tuntutan Ganti Rugi
Jangka Waktu pengajuan
Diajukan
dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang
tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah
pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD
ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu
tahun
Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, diaman
terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang
|
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008
TENTANG PELAYARAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Angka 3
Angkutan di
Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau
barang dengan menggunakan kapal.
Pasal 38
(1) Perusahaan
angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama
angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
Kewajiban dan
Tanggung Jawab Pengangkut
Wajib Angkut
Pasal 38
(1) Perusahaan
angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama
angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian
pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis
penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan
tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 39
Ketentuan lebih
lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tanggung Jawab
Pengangkut
Pasal 40
(1) Perusahaan
angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan
penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan
angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan
jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian
atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat
pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau
lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah,
hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan
angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak
ketiga.
(2) Jika dapat
membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
(3) Perusahaan
angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010
TENTANG ANGKUTAN
DI PERAIRAN
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
Bagian Kesatu
Wajib Angkut
Pasal 177
(1) Perusahaan angkutan di
perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos
yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang atau
dokumen muatan.
(3) Sebelum melaksanakan
pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan angkutan di
perairan harus memastikan:
a. sarana angkutan kapal telah
memenuhi persyaratan kelaiklautan;
b. sarana angkutan kapal telah
diisi bahan bakar dan air tawar yang cukup serta dilengkapi dengan pasokan
logistik;
c. ruang penumpang, ruang
muatan, ruang pendingin, dan tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai
dan aman untuk ditempati penumpang dan/atau dimuati barang; dan
d. cara pemuatan, penanganan,
penyimpanan, penumpukan, dan pembongkaran barang dan/atau naik atau turun
penumpang dilakukan secara cermat dan berhati-hati.
Pasal 178
(1) Pada saat menyerahkan
barang untuk diangkut, pemilik atau pengirim barang harus:
a. memberitahu pengangkut
mengenai ciri-ciri umum barang yang akan diangkut dan cara penanganannya
apabila pengangkut menghendaki demikian; dan
b. memberi tanda atau label
secara memadai terhadap barang khusus serta barang berbahaya dan beracun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemilik atau pengirim
barang bertanggung jawab sepenuhnya mengenai kebenaran pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perusahaan angkutan di
perairan berhak menolak untuk mengangkut barang apabila pemilik barang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 179
(1) Dalam keadaan tertentu
Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
(2) Pelaksanaan mobilisasi
armada niaga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 180
(1) Perusahaan angkutan di
perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang
dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di
perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan
jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak
pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 181
(1) Perusahaan angkutan di
perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh pengoperasian
kapalnya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau
rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan
penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(3) Perusahaan angkutan di
perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Batas tanggung jawab untuk
pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan penyedia jasa sesuai
dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Batas tanggung jawab
keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna
dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Batas tanggung jawab atas
kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Jika dapat membuktikan
bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf
d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat
dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
Pasal 182
(1) Perusahaan angkutan di
perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang
cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan
orang lanjut usia.
(2) Fasilitas khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan:
a. sarana khusus bagi
penyandang cacat untuk naik ke atau turun dari kapal;
b. sarana khusus bagi
penyandang cacat selama di kapal;
c. sarana bantu bagi orang
sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; dan
d. fasilitas khusus bagi
penumpang yang mengidap penyakit menular.
(3) Kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian prioritas:
a. untuk mendapatkan tiket
angkutan; dan
b. pelayanan untuk naik ke dan
turun dari kapal.
(4) Pemberian fasilitas khusus
dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya
tambahan.
Pasal 183
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar fasilitas
dan kemudahan bagi penumpang penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah
usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia diatur dengan
Peraturan Menteri.
|
PENGANGKUTAN LAUT (KUHD)
Pengertian
Sifat dasar
dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian
campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban
untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian
pengangkutan sah terjadinya kesepakatan)
2. Para Pihak:
Pengangkut
Pengusaha kapal
PEngangkut yang bukan pengusaha kapal
Pihak yang mencarterkan (Vervrachter)
Pihak Pencarter (bevrachter)
3. Pengangkut
Pasal 466 KUHD:
Ia yang
mengikatkan diri dengan perjanjian carter waktu carter perjalanan dan
pengangkutan barang potongan
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 467:
Pengangkut
dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya,
kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.
Pasal 468:
Perjanjian
pengangkutan menjanjinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut
dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut
harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian
barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak
diserahkannya bamng itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah
akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya,
akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat
kesalahan pengirim.
Ia
bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda
yang digunakannya dalam pengangkutan itu
Pasal 470.
Pengangkut
tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau
bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk
kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan,
periengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk
kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan
yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan
yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun
pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan
bertanggungjawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap
barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan
nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh
ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di
samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian,
bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara
keliru.
Pasal 470a.
Persyaratan
untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak
membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau
pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup
diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat
pengangkutannya atau tatanannya.
Pasal 477.
Pengangkut
bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang
terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat
suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.
Pengusaha Kapal
Pasal 320 KUHD:
“Dia yang
memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut dan mengemudi kannya sendiri atau
suruh mengemudikannya oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya”
Pasal
tersebut tidak mensyaratkan pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal, namun
ia dapat menggunakannya saja (hak eksploitasi)
Pasal 321 KUHD :
Pengusaha
terikat oleh segala perbuatan hokum yang dilakukan oleh mereka yang bekerja
tetap/sementara pada kapalnya. Oleh karenanya ia juga bertanggung jawab atas
segala kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga
Perjanjian
Pengankutan Laut Menurut KUHDagang:
Perjanjian Carter Menurut Waktu
Perjanjian Carter Menurut Perjalanan
Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
Perjanjian
Carter Menurut Waktu:
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter
mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
o Waktu
tertentu
o Menyediakan
sebuah kapal tertentu
o Kapalnya
untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
o Pembayaran
harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan
(terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan
menganakbuahi
Perjanjian Carter menurut Perjalanan
Pasal 453 (3) KUHD Vervrachter
mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk
Menyediakan sebuah kapal tertentu
Seluruhnya atau sebagian dari kapal
Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
Pasal 453 (2) KUHD
Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi,sanggup untuk
pemakaian
Pasal 470 (1)
Perjanjian Pengankutan Barang Potongan
Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang berdasarkan perjanjian selain
daripada perjanjian carter kapal
Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter
+ Kewajiban Pengangkut
Pasal 468 (1) KUHD
Pasal 470 (1)
Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan
terhadap barang yang diangkutnya
Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian
Tuntutan Ganti Rugi
Jangka Waktu pengajuan
Diajukan
dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang
tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah pengangkutan,
tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita
atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu tahun
Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, diaman
terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang
|
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PELAYARAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Angka 3
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib
mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati
dalam perjanjian pengangkutan.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Wajib Angkut
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib
mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati
dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah
memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 40
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung
jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung
jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan
dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati.
Pasal 41
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang
diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau
barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan
disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat
dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010
TENTANG ANGKUTAN
DI PERAIRAN
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
Bagian Kesatu
Wajib Angkut
Pasal 177
(1) Perusahaan angkutan di
perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos
yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang atau
dokumen muatan.
(3) Sebelum melaksanakan pengangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan angkutan di perairan harus
memastikan:
a. sarana angkutan kapal telah
memenuhi persyaratan kelaiklautan;
b. sarana angkutan kapal telah
diisi bahan bakar dan air tawar yang cukup serta dilengkapi dengan pasokan
logistik;
c. ruang penumpang, ruang
muatan, ruang pendingin, dan tempat penyimpanan lain di kapal cukup memadai
dan aman untuk ditempati penumpang dan/atau dimuati barang; dan
d. cara pemuatan, penanganan,
penyimpanan, penumpukan, dan pembongkaran barang dan/atau naik atau turun
penumpang dilakukan secara cermat dan berhati-hati.
Pasal 178
(1) Pada saat menyerahkan
barang untuk diangkut, pemilik atau pengirim barang harus:
a. memberitahu pengangkut
mengenai ciri-ciri umum barang yang akan diangkut dan cara penanganannya
apabila pengangkut menghendaki demikian; dan
b. memberi tanda atau label
secara memadai terhadap barang khusus serta barang berbahaya dan beracun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemilik atau
pengirim barang bertanggung jawab sepenuhnya mengenai kebenaran pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perusahaan angkutan di
perairan berhak menolak untuk mengangkut barang apabila pemilik barang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 179
(1) Dalam keadaan
tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
(2) Pelaksanaan
mobilisasi armada niaga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 180
(1) Perusahaan
angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan
penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan
angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan
jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian
atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 181
(1) Perusahaan
angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh
pengoperasian kapalnya.
(2) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kematian atau
lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah,
hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan
angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
(3) Perusahaan
angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Batas
tanggung jawab untuk pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengguna dan
penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Batas
tanggung jawab keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama
antara pengguna dan penyedia jasa sesuai dengan perjanjian angkutan atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Batas
tanggung jawab atas kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Jika dapat
membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf
c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
Pasal 182
(1) Perusahaan
angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi
penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang
sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Fasilitas
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyediaan:
a. sarana khusus
bagi penyandang cacat untuk naik ke atau turun dari kapal;
b. sarana khusus
bagi penyandang cacat selama di kapal;
c. sarana bantu
bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; dan
d. fasilitas
khusus bagi penumpang yang mengidap penyakit menular.
(3) Kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian prioritas:
a. untuk
mendapatkan tiket angkutan; dan
b. pelayanan
untuk naik ke dan turun dari kapal.
(4) Pemberian
fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dipungut biaya tambahan.
Pasal 183
Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar fasilitas dan kemudahan bagi penumpang penyandang cacat, wanita
hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia
diatur dengan Peraturan Menteri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar