PENGERTIAN PERKERETA APIAN
Pasal
1 angka 1 UU Nomor 1 Tahun 1992 mendefenisikan kereta api sebagai kendaraan
dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan
lainnya yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel. kemudian oleh pasal 1
butir 1 tersebut ditambah lagi bahwa yang dimaksud dengan akan dan sedang
berjalan di jalan rel adalah terkait dengan urusan perjalanan kereta api.
Ketentuan
pengangkutan dengan kereta api sebagai materi pokok dalam perjanjian diatur
dalam pasal 90 ayat 1, pasal 91 sampai pasal 97 KUHD. Disamping materi aturan
umum tersebut, pengangkutan dengan kereta api ditentukan secara khusus dalam
stb 1972-262 yang disebut peraturan
pengangkutan dengan kereta api. Sebagai perusahaan Negara dibebani kewajiban
mengangkut yang dilihat pada Pasal 234 yang bermaterikan ketentuan hukum
sebagai berikut :
- Perusahaan jawatan kereta api sebagai pengusaha angkutan atas beban exploitasi kereta api Negara harus menjalankan mengangkut barang-barang yang diserahkan masyarakat banyak kepada perusahaan pengangkutan untuk diangkut.
- Kebebasan atas kewajiban bagi pengangkutan dengan KA apabila pengangkut terhalang oleh force mayeure, barang yang diangkut tidak memenuhi syarat, si pengirim tidak menurut pada aturan yang ditetapkan.
- Perusahaan KA tidak dibenarkan menyimpang dari tanggung jawab pelayanan pengangkutan. Dan tidak dibenarkan mengadakan kondisi-kondisi yang berakibat kerugian pada pengirim.
- Macam-macam cara pengiriman barang pengangkutan KA dapat dilakukan pengiriman barang sebagai Vrachtgoed, kiriman cepat, pengiriman hingga ke alamat rumah, barang titipan dari penumpang.
- Ketentuan pasal 36 PPKA, pengangkut harus memberikan pada pengirim barang baik dikirim dengan empat cara di atas, pengangkut memberikan surast angkutan yang ditandatanganinya sendiri.
- Surat angkutan diberikan sebagai bukti saat pengiriman barang dan sebagai bukti penerimaan pada alamat barang yang dituju oleh penerima dan surat angkutan tersebut sebagai persetujuan antara pengirim dan pengangkut.
B. Pengertian Perjanjian Pengangkutan.
Definisi
perjanjian pengangkutan menurut Purwo Sucipto adalah sebagai perjanjian timbal
balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan
tertentu dengan selamat.
Perjanjian
pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim
mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari
segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian
timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut
mengikatkan dirinya untuk menyelenggaraka pengangkutan barang kesuatu tempat
tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk
membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan
pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan
terlibat dua pihak, yaitu :
- Pihak Pengangkut
Menurut
ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran
Negara Nomor 65 Tahun 2007), diundangkan, yaitu 25 April 2007 bahwa pengangkut
adalah Penyelenggara Sarana Perkeretapian, yaitu badan usaha yang mengusahakan
sarana perkeretaapian umum, wajib memliki izin usaha dan izin operasi dari
pemerintah. Dalam hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana
perkeretaapian umum, pemerintah atau pemerintah daerah dapat menyelenggarakan
sarana perkeretaapian. Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang sudah
ada hingga kini adalah Badan Usaha Milik Negara, yaitu PTKAI (Persero).[1]
Jadi, pengangkut pada pengangkutan kereta api adalah Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian yang berbentuk perusahaan PTKAI yang mendapat izin operasi dari
pemerintah menggunakan kereta api atau gerbong dengan memungut bayaran.
PT
Kereta api wajib mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis. Karcis adalah
tanda bukti pembayaran bagi penumpang berbentuk lembaran kertas, karton, atau
tiket elektronik. Penumpang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh
pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Karcis merupakan tanda
bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang. Pelayanan pengangkutan
penumpang harus memenuhi standar pelayanan umum yang meliputi pelayanan di stasiun
keberangkatan, dalam perjalanan, dan di stasiun tujuan. Standar pelayanan umum
adalah kondisi pelayanan yang harus dipenuhi oleh perusahaan PTKAI sebagaimana
ditetapkan oleh pemerintah.
Pengangkutan
penumpang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan kereta api. Kereta
adalah gerbong khusus kereta api yang digunakan untuk mengangkut penumpang.
Dalam keadaan tertentu, misalnya; keadaan darurat, bencana alam, jumlah orang
yang jauh di atas jumlah rata-rata orang yang diangkut, dan tidak tersedia kereta
pada saat itu, maka PT KAI dapat melakukan pengangkutan orang dengan gerbong
yang digunakan untuk mengangkut barang atas persetujuan pemerintah atau
pemerintah daerah. Pengangkutan penumpang dengan menggunakan gerbong wajib
memperhatikan keselamatan dan fasilitas minimal. Fasilitas minimal pelayanan
penumpang, antara lain; tempat duduk, lampu penerangan, kipas angin, dan toilet
darurat. Adapun pengangkutan barang dengan kereta api menggunakan gerbong.[2]
Dalam
penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian wajib:
a.
mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b.
mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c.
menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d.
mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat;
e.
mematuhi jadwal keberangkatan kereta api; dan
f.
pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau
pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.[3]
Apabila
dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan
kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun yang disepakati,
PT KAI menyediakan pengangkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi
lain sampai stasiun tujuan atau memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.
Jika PT KAI tidak memenuhi kewajiban, dikenai sanksi administratif pembekuan
izin operasi atau pencabutan izin operasi.[4]
- Pihak Penumpang
Undang-Undang
Pengangkutan Indonesia menggunakan istilah “orang” untuk pengangkutan
penumpang. Akan tetapi, rumusan mengenai “orang” secara umum tidak diatur.
Undang-Undang Perkeretaapian Indonesia menentukan bahwa Pengguna jasa adalah
setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api,
baik untuk angkutan orang maupun barang.[5]
- Pihak Pengirim
Undang-Undang
Perkeretaapian menggunakan istilah “pengguna jasa” dan “penerima barang”.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut barang yang telah dibayar
biaya angkutannya oleh pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang
dipilih. Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkutan berhak memperoleh
pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Surat angkutan barang
merupakan tanda bukti terjadinya
perjanjian pengangkutan barang.[6]
Pengguna
jasa bertanggung jawab atas kebenaran keterangan yang dicantumkan dalam surat
angkutan barang. Semua biaya yang timbul sebagai akibat keterangan yang tidak
benar serta merugikan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga
menjadi beban dan tanggung jawab pengguna jasa.[7]
Pada
saat barang tiba di tempat tujuan, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian segera
memberitahu kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera
diambil. Biaya yang timbul karena penerima barang terlambat dan/atau lalai
mengambil barang menjadi tanggung jawab penerima barang. Dalam hal barang yang
diangkut rusak, salah kirim, atau hilang akibat kelalaian Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti segala kerugian
yang ditimbulkan.[8]
Berdasarkan
ketentuan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengirim dalam
pengangkutan kereta api adalah :
a. Pihak dalam perjanjian yang berstatus
sebagai pemilik barang atau bertindak mewakili pemilik barang, atau sebagai
penjual
b. Membayar biaya pengangkutan
c. Pemegang dokumen pengangkutan barang.
- Pihak Penerima Kiriman
Dalam
perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak
ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima
adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal penerima adalah pihak
ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan,
melainkan sebagai pihak yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi
tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan.
C. Tujuan Pengangkutan Kereta Api
Agar
terjadi pengangkutan dengan kereta api, perlu diadakan perjanjian terlebih
dahulu antara pengangkut ( PT KAI ) dan penumpang atau pengirim yang telah
melunasi biaya pengangkutan yang dibuktikan dengan karcis penumpang atau surat
pengangkutan barang. Pengangkutan orang atau barang dilakukan sesuai dengan
ketentuan perjanjian dan Undang-Undang Perkeretaapian. Penumpang berhak
memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati. Misalnya,
pemegang karcis Kereta Api Bromo akan memperoleh pelayanan sesuai dengan karcis
Kereta Api Bromo yang dimilikinya. Penumpang wajib membayar sesuai dengan
tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
PT
Kereta api wajib mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis penumpang
sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati atau mengangkut barang pengirim
yang telah memiliki surat pengangkutan barang. Pengangkut ( PT KAI ) wajib
membayar ganti kerugian kepada penumpang atau pengirim yang mengalami kerugian
akibat kelalaian pengangkut sesuai dengan perjanjian dan ketentuan
Undang-Undang Perkeretaapian. Pelayanan jasa diberikan kepada penumpang atau
pengirim dalam batas-batas kelayakan sesuai dengan kemampuan pengangkut selama
menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan karena kelalaian
pengangkut.
Jika
penumpang yang telah membeli karcis atau memperoleh surat pengangkutan barang
kemudian membatalkan perjalanannya atau pengiriman barangnya, berlaku
ketentuan-ketentuan perjanjian dan Undang-Undang Perkeretaapian. Biaya
pengangkutan yang sudah dilunasi itu dikembalikan kepada pembeli atau pemilik
barang setelah dipotong jumlah kerugian yang timbul akibat pembatalan tersebut.
Pada
pengangkutan dengan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau
barang disebut stasiun. Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan
berhenti untuk melayani naik turunnya penumpang atau muat bongkar barang atau
untuk keperluan operasi kereta api. Kecuali dalam hal-hal tertentu yang
ditetapkan oleh pengangkut (PT KAI), naik turunnya penumpang atau muat bongkar
barang hanya dapat dilakukan di stasiun.
Secara
khusus, setiap jenis pengangkutan mempunyai tujuan yang khusus pula. Demikian
juga pengangkutan dengan kereta api bertujuan untuk:
a. Memperlancar perpindahan orang atau
barang secara masal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat,
tertib, teratur, dan efisien.
b. Menunjang pemerataan, pertumbuhan,
stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.
Secara
massal mengandung pengertian bahwa kereta api memiliki kemampuan untuk mengangkut
orang dan/atau barang dalam jumlah atau volume besar setiap kali perjalanan.
Selamat berarti terhindarnya perjalanan kereta api dari kecelakaan akibat
faktor internal. Aman artinya terhindarnya perjalanan kereta api akibat faktor
eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia. Nyaman artinya terwujudnya
ketenangan dan ketenteraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api. Cepat
dan lancar artinya perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa
gangguan. Tepat artinya terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu
yang ditetapkan. Tertib dan teratur artinya terlaksananya perjalanan kereta api
sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan.Efisien artinya penyelenggaraan
perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.[9]
D. Asas Hukum Pengangkutan Kereta Api
Perkeretaapian
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional
diselenggarakan berdasarkan:
a. asas manfaat;
adalah
bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan
pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara.
b. asas keadilan;
adalah
bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat
dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak
yang terlibat dalam perkeretaapian.
c. asas keseimbangan;
adalah
bahwa perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara
sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan
dan ketersediaan, kepentinganindividu dan masyarakat, antardaerah dan
antarwilayah, serta antara kepentingan
nasional dan internasional.
d. asas kepentingan umum;
adalah
bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau
kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan
ketertiban.
e. asas keterpaduan;
adalah
bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang
utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antarhierarki tatanan perkeretaapian, intramoda maupun
antarmoda transportasi.
f. asas kemandirian;
adalah
bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri,
kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada
kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.
g. asas transparansi;
adalah
bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas
untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat
mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
h. asas akuntabilitas;
adalah
bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang
terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
i. asas berkelanjutan.
adalah
bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat
dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.Sumber :
[1] Diatur dalam
Pasal 25-32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[2] Pasal 130
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[3] Pasal 133
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[4] Pasal 135
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[5] Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[6] Pasal 141
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[7] Pasal 143
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[8] Pasal 145
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[9] Pasal 3 dan
Penjelasannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar