Rabu, 24 Februari 2016

UU No. 23 Tahun 2007 Tentang PERKERETA APIAN



PENGERTIAN PERKERETA APIAN

Pasal 1 angka 1 UU Nomor 1 Tahun 1992 mendefenisikan kereta api sebagai kendaraan dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel. kemudian oleh pasal 1 butir 1 tersebut ditambah lagi bahwa yang dimaksud dengan akan dan sedang berjalan di jalan rel adalah terkait dengan urusan perjalanan kereta api.
Ketentuan pengangkutan dengan kereta api sebagai materi pokok dalam perjanjian diatur dalam pasal 90 ayat 1, pasal 91 sampai pasal 97 KUHD. Disamping materi aturan umum tersebut, pengangkutan dengan kereta api ditentukan secara khusus dalam stb 1972-262 yang disebut  peraturan pengangkutan dengan kereta api. Sebagai perusahaan Negara dibebani kewajiban mengangkut yang dilihat pada Pasal 234 yang bermaterikan ketentuan hukum sebagai berikut :
  1. Perusahaan jawatan kereta api sebagai pengusaha angkutan atas beban exploitasi kereta api Negara harus menjalankan mengangkut barang-barang yang diserahkan masyarakat banyak kepada perusahaan pengangkutan untuk diangkut. 
  2. Kebebasan atas kewajiban bagi pengangkutan dengan KA apabila pengangkut terhalang oleh force mayeure, barang yang diangkut tidak memenuhi syarat, si pengirim tidak menurut pada aturan yang ditetapkan. 
  3. Perusahaan KA tidak dibenarkan menyimpang dari tanggung jawab pelayanan pengangkutan. Dan tidak dibenarkan mengadakan kondisi-kondisi yang berakibat kerugian pada pengirim. 
  4. Macam-macam cara pengiriman barang pengangkutan KA dapat dilakukan pengiriman barang sebagai Vrachtgoed, kiriman cepat, pengiriman hingga ke alamat rumah, barang titipan dari penumpang. 
  5. Ketentuan pasal 36 PPKA, pengangkut harus memberikan pada pengirim barang baik dikirim dengan empat cara di atas, pengangkut memberikan surast angkutan yang ditandatanganinya sendiri. 
  6. Surat angkutan diberikan sebagai bukti saat pengiriman barang dan sebagai bukti penerimaan pada alamat barang yang dituju oleh penerima dan surat angkutan tersebut sebagai persetujuan antara pengirim dan pengangkut.
B.     Pengertian Perjanjian Pengangkutan.
Definisi perjanjian pengangkutan menurut Purwo Sucipto adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggaraka pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
  • Pihak Pengangkut
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Nomor 65 Tahun 2007), diundangkan, yaitu 25 April 2007 bahwa pengangkut adalah Penyelenggara Sarana Perkeretapian, yaitu badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum, wajib memliki izin usaha dan izin operasi dari pemerintah. Dalam hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum, pemerintah atau pemerintah daerah dapat menyelenggarakan sarana perkeretaapian. Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang sudah ada hingga kini adalah Badan Usaha Milik Negara, yaitu PTKAI (Persero).[1] Jadi, pengangkut pada pengangkutan kereta api adalah Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang berbentuk perusahaan PTKAI yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan kereta api atau gerbong dengan memungut bayaran.
PT Kereta api wajib mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis. Karcis adalah tanda bukti pembayaran bagi penumpang berbentuk lembaran kertas, karton, atau tiket elektronik. Penumpang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Karcis merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang. Pelayanan pengangkutan penumpang harus memenuhi standar pelayanan umum yang meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan, dalam perjalanan, dan di stasiun tujuan. Standar pelayanan umum adalah kondisi pelayanan yang harus dipenuhi oleh perusahaan PTKAI sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah.
Pengangkutan penumpang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan kereta api. Kereta adalah gerbong khusus kereta api yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Dalam keadaan tertentu, misalnya; keadaan darurat, bencana alam, jumlah orang yang jauh di atas jumlah rata-rata orang yang diangkut, dan tidak tersedia kereta pada saat itu, maka PT KAI dapat melakukan pengangkutan orang dengan gerbong yang digunakan untuk mengangkut barang atas persetujuan pemerintah atau pemerintah daerah. Pengangkutan penumpang dengan menggunakan gerbong wajib memperhatikan keselamatan dan fasilitas minimal. Fasilitas minimal pelayanan penumpang, antara lain; tempat duduk, lampu penerangan, kipas angin, dan toilet darurat. Adapun pengangkutan barang dengan kereta api menggunakan gerbong.[2]
Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat;
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api; dan
f. pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.[3]
Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun yang disepakati, PT KAI menyediakan pengangkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau memberikan ganti kerugian senilai harga karcis. Jika PT KAI tidak memenuhi kewajiban, dikenai sanksi administratif pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi.[4]
  • Pihak Penumpang
Undang-Undang Pengangkutan Indonesia menggunakan istilah “orang” untuk pengangkutan penumpang. Akan tetapi, rumusan mengenai “orang” secara umum tidak diatur. Undang-Undang Perkeretaapian Indonesia menentukan bahwa Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.[5]
  • Pihak Pengirim
Undang-Undang Perkeretaapian menggunakan istilah “pengguna jasa” dan “penerima barang”. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya angkutannya oleh pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkutan berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Surat angkutan barang merupakan tanda  bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.[6]
Pengguna jasa bertanggung jawab atas kebenaran keterangan yang dicantumkan dalam surat angkutan barang. Semua biaya yang timbul sebagai akibat keterangan yang tidak benar serta merugikan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga menjadi beban dan tanggung jawab pengguna jasa.[7]
Pada saat barang tiba di tempat tujuan, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian segera memberitahu kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera diambil. Biaya yang timbul karena penerima barang terlambat dan/atau lalai mengambil barang menjadi tanggung jawab penerima barang. Dalam hal barang yang diangkut rusak, salah kirim, atau hilang akibat kelalaian Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti segala kerugian yang ditimbulkan.[8]
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengirim dalam pengangkutan kereta api adalah :
a.       Pihak dalam perjanjian yang berstatus sebagai pemilik barang atau bertindak mewakili pemilik barang, atau sebagai penjual
b.      Membayar biaya pengangkutan
c.       Pemegang dokumen pengangkutan barang.
  • Pihak Penerima Kiriman
Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan.
C.    Tujuan Pengangkutan Kereta Api
Agar terjadi pengangkutan dengan kereta api, perlu diadakan perjanjian terlebih dahulu antara pengangkut ( PT KAI ) dan penumpang atau pengirim yang telah melunasi biaya pengangkutan yang dibuktikan dengan karcis penumpang atau surat pengangkutan barang. Pengangkutan orang atau barang dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian dan Undang-Undang Perkeretaapian. Penumpang berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati. Misalnya, pemegang karcis Kereta Api Bromo akan memperoleh pelayanan sesuai dengan karcis Kereta Api Bromo yang dimilikinya. Penumpang wajib membayar sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
PT Kereta api wajib mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis penumpang sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati atau mengangkut barang pengirim yang telah memiliki surat pengangkutan barang. Pengangkut ( PT KAI ) wajib membayar ganti kerugian kepada penumpang atau pengirim yang mengalami kerugian akibat kelalaian pengangkut sesuai dengan perjanjian dan ketentuan Undang-Undang Perkeretaapian. Pelayanan jasa diberikan kepada penumpang atau pengirim dalam batas-batas kelayakan sesuai dengan kemampuan pengangkut selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan karena kelalaian pengangkut.
Jika penumpang yang telah membeli karcis atau memperoleh surat pengangkutan barang kemudian membatalkan perjalanannya atau pengiriman barangnya, berlaku ketentuan-ketentuan perjanjian dan Undang-Undang Perkeretaapian. Biaya pengangkutan yang sudah dilunasi itu dikembalikan kepada pembeli atau pemilik barang setelah dipotong jumlah kerugian yang timbul akibat pembatalan tersebut.
Pada pengangkutan dengan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau barang disebut stasiun. Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti untuk melayani naik turunnya penumpang atau muat bongkar barang atau untuk keperluan operasi kereta api. Kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh pengangkut (PT KAI), naik turunnya penumpang atau muat bongkar barang hanya dapat dilakukan di stasiun.
Secara khusus, setiap jenis pengangkutan mempunyai tujuan yang khusus pula. Demikian juga pengangkutan dengan kereta api bertujuan untuk:
a.       Memperlancar perpindahan orang atau barang secara masal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib, teratur, dan efisien.
b.      Menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.
Secara massal mengandung pengertian bahwa kereta api memiliki kemampuan untuk mengangkut orang dan/atau barang dalam jumlah atau volume besar setiap kali perjalanan. Selamat berarti terhindarnya perjalanan kereta api dari kecelakaan akibat faktor internal. Aman artinya terhindarnya perjalanan kereta api akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia. Nyaman artinya terwujudnya ketenangan dan ketenteraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api. Cepat dan lancar artinya perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan. Tepat artinya terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tertib dan teratur artinya terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan.Efisien artinya penyelenggaraan perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.[9]
D.    Asas Hukum Pengangkutan Kereta Api
Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan:
a.       asas manfaat;
adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara.
b.      asas keadilan;
adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan  perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
c.       asas keseimbangan;
adalah bahwa perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentinganindividu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah,  serta antara kepentingan nasional dan internasional.
d.      asas kepentingan umum;
adalah bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat  luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.
e.       asas keterpaduan;
adalah bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antarhierarki  tatanan perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi.
f.       asas kemandirian;
adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia  dengan daya inovasi  dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.
g.      asas transparansi;
adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
h.      asas akuntabilitas;
adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
i.        asas berkelanjutan.
adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara  berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

Sumber : 

[1] Diatur dalam Pasal 25-32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[2] Pasal 130 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[3] Pasal 133 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[4] Pasal 135 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[5] Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[6] Pasal 141 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[7] Pasal 143 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[8] Pasal 145 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
[9] Pasal 3 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar