Senin, 22 Februari 2016

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM



PENDAHULUAN

A.   Pengertian Etika

Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles  denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.

Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan  yang masuk dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

·       Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·       Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang
·        Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

B.    Pengertian Profesi

Profesi dalam kamus besar bahasa indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang dikenal antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan (guru). menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :

a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas;
b. suatu teknis intelektual;
c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d. suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e. beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h.pengakuan sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j. hubungan erat dengan profesi lain.


C.   Pengertian Etika Propesi

Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya ( Magnis Suseno et.al., 1991 : 75). Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah :
1.   Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2.   Sadar akan kewajibannya, dan
3.   Memiliki idealisme yang tinggi.
Profesi Hukum 

Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.


Nilai Moral Profesi Hukum

Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.

1.     Kejujuran

Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a.     Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma.
b.     Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.

2.     Otentik

Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a.     tidak menyalahgunakan wewenang;
b.     tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c.     mendahulukan kepentingan klien;
d.     berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
e.     tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.

3.     Bertanggung Jawab

Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
a.     kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ;
b.     bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
c.     kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.

4.     Kemandirian Moral

Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.

5.     Keberanian Moral

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

D.   Alasan Mempelajari Etika

Etika sebagai pemikiran sistematis tentang moralitas tidak berpretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Dalam artinya sebagai ilu, etika sebenarnya tidak perlu dimiliki oleh setiap orang, walaupun setiap orang membutuhkan moralitas. Yang dihasilkan secara lanngsung dari etika bukanlah kebaikan, melainkan suatu pemhaman yang lebih mendasar dan kritis tentang yang dianggap baik dan buruk secara moral. oleh karena itu kita perlu mempelajari Etika yang bertujuan :
1.     Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
2.     Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis, tertib, teratur, damai dan sejahtera.
3.     Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
4.     Etika merupakan sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.
5.     Untuk memiliki kedalaman sikap; untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap hidupnya.
6.     Mengantar manusia pada bagaimana menjadi baik.
7.     Sebagai norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku
8.     Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya Etika mempersolakan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati
9.     Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma
10.  Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma yang ada.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai moral yang baik. Etika harus benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia, sebagai modal utama moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik, mencerminkan perilaku yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan perilaku kita yang buruk dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.


E.    Fungsi Etika

Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah mahkluk yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Etika sangat diperlukan karena beberapa pertimbangan (alasan) berikut :
1.     kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
2.     Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
3.     Adanya pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus hidup.
4.     Etika juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau berpastisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.

Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan dalam kode etik profesi :
1.     Menjelaskan atau menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan masyarakat. ada sasaran konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana hak-hak istimewa klien, kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan diperjuangkan. pengemban profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku pedoman" mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien, lembaga dan masyarakat pun secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2.     Membantu tenaga ahli dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika menghadapi problem dalam pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya kasus-kasus hukum baru yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau diluar kemampuan spesifikasi adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi seorang ahli itu misalnya tidak mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya tidaklah lantas dipersalahkan begitu saja.
3.     Diorientasikan untuk mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku melanggar hukum dan indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban profesi (hukum) mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati perilaku sesama  pengemban profesi yang dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan kode etik, akan lebih muda ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan penyelenggaraan profesi hukum.
4.     Sebagai rujukan untuk menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu maupun kelembagaan.

Ada beberapa fungsi kode etik :
1.     Kode etik sebagai sarana kontrol sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria bagi para calon anggota kelompok profesi dan membantu mempertahankan pandangan para anggota lama terhadap prinsip profesional yang telah digariskan.
2.     Kode-kode etik profesi mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
3.     kode etik adalah untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode etik ini dasarnya adalah suatu perilaku yang sudah dianggap benar serta berdasarkan metode prosedur yang benar pula.

Kode etik profesi dapat dijadikan pedoman untuk memberdayakan, kemahiran, spesifikasi atau keahlian yang sudah dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan kode etik, pengemban profesi dituntut meningkatkan karier atau prestasi-prestasinya. Kalau itu merupakan kode etik profesi hukum, maka pengemban profesi hukum dituntut menyelaraskan tugas-tugasnya secara benar dan bermoral. Kode etik menjadi terasa lebih penting lagi kehadirannya ketika tantangan yang menghadang profesi hukum makin berat dan kompleks, khususnya ketika berhadapan dengan tantangan yang bersumber dari komunitas elit kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang bukan hanya tidak menghiraukan norma moral dan yuridis, tetapi juga mempermainkannya.

F.    Manfaat Etika
TUJUAN MEMPELAJARI ETIKA
Tujuan menerapkan atau mempelajari etika di masyarakat, yaitu:
1.     Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
2.     Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis, tertib, teratur, damai dan sejahtera.
3.     Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
4.     Etika merupakan sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.
5.     Untuk memiliki kedalaman sikap; untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap hidupnya.
6.     Mengantar manusia pada bagaimana menjadi baik.
7.     Sebagai norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku
8.     Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya Etika mempersolakan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati
9.     Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma
10.  Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma yang ada.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai moral yang baik. Etika harus benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia, sebagai modal utama moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik, mencerminkan perilaku yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan perilaku kita yang buruk dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.
Tujuan mempelajari kode etik:
1.     Untuk menjunjung tinggi martabat etika di masyarakat
2.     Untuk memelihara dan menjaga kesejahteraan masyarakat
3.     Untuk mrningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi
4.     Untuk menentukan baku standar sendiri
5.     Untuk penilaian di masyarakat mengenai bai atau buruknya pribadi seseorang
Jadi kesimpulan mempelajari kode etik adalah untuk menentukan baku standar penilaian di mata masyarakat, standar mengenai penilaian kode etik tersebut mempengaruhi penghargaan dari masyarakat, misalnya penghargaan berupa pujian atau bahkan cibiran karna melanggar kode etik.
Manfaat Etika
Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut  :
1.     Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2.     Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah.
3.     Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4.     Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai
           Manfaat etika menurut (Ketut Rinjin, 2004 melalui Sjafri Mangkuprawira, 2006)   yaitu:
1.     Manusia hidup dalam jajaran norma moral, religius, hukum, kesopanan, adat istiadat danpermainan. Oleh karena itu, manusia harus siap mengorbankan sedikit kebebasannya.
2.     Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya = human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom dan bukan heteronom.
3.     Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu, norma hukum cepat ketuinggalan zaman, sehingga sering terdapat celah-celah hukum, norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari, etika mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia, dan masyarakat, asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
4.     Manfaat etika adalah mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom, mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan sejahtera.
5.     Perlu diwaspadai nahwa ”power tend to corrupt”, ”the end justifies the means” serta pimpinan ala Machiavellian, yang galak seperti singa dan licin seperti belut.
Jadi manfaat mempelajari etika adalah, menciptakan standar diri yang baik di mata masyarakat, mengetahui tingkat kualitas yang baik dan dapat membedakan prilaku di masyarakat.
Manfaat kode etik, menurut (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007)  adalah:
1.     Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu
2.     individu dapat berperilaku secara etis.
3.     Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
4.     Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
5.     Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
Sedangkan manfaat dari kode etik profesi adalah :
1.     Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2.     Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3.     Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Jadi manfaat mempelajari kode etik, kesimpulannya adalah mampu mengontrol pribadi dan dapat mengetahui dan membandingkan moral-moral yang ada di masyarakat.
Setelah membandingkan beberapa moral etika dan sebab akibatnya selanjutnya dapat menentukan pilihan untuk diri sendiri, ingin menjadi diri yang seperti apa di masyarakat.

G.   Objek Etika

Objek etika meliputi isi hati dan ucapan serta perbuatan manusia yang dilakukannya secara sadar atau dengan sengaja. Namun di dalam praktek, objek etika terbatas pada tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar atau dengan sengaja. Mengapa? karena isi hati manusia sukar bahkan tidak dapat diterka serta ucapan-ucapannya belum tentu mencerminkan isi hatinya.
           Telah diuraikan, bahwa bahan kajian etika adalah moralitas manusia. Sebelumnya telah disinggung pula, bahwa satuan dari moralitas itu adalah moral. Moral sendiri merupakan salah satu norma sosial (social norms), atau meminjam istilah Hens Kelsen, moral adalah regulation of internal behavior. Jika moral merupakan suatu norma, maka dapat dipastikan moral mengandung nilai-nilai karena norma adalah konkretisasi dari nilai.[1]
Setiap tingkah laku atau perbuatan manusia yang pasti berkaitan dengan norma atau nilai etis yang berlaku di masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwasannya tingkah laku manusia itu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak, dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat penilaian terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Perbuatan menjadi obyek ketika etika mencoba atau menerapkan teori nilai.
Perpaduan antara nilai dengan perbuatan sebagai pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang disebut moral atau kesusilaan. Perbuatan yang dapat dihubungkan dengan nilai etis adalah:
1)        Perbuatan oleh diri sendiri baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
2)        Perbuatan oleh pengaruh orang lain bisa berupa saran, anjuran, nasehat, tekanan, paksaan, peringatan, ataupun ancaman.
Menurut pendapat Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai obyek etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri atau pengaruh orang lain yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat dalam batin.[2]





H.   Sistematik Etik

Apa itu sistematika? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistematika berarti pengetahuan mengenai klasifikasi (penggolongan) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:951). Jadi, sistematika etika kita maksudkan sebagai pengetahuan mengenai penggolongan etika. Dalam etika, Aristoteles (384 - 332 SM) dapat dianggap sebagai seorang ahli sistematik: secara panjang-lebar ia menguraikan tentang teori barang, tapi terutama pula teori kebajikan. Dalam pada itu terjadilah sedikit kekacauan karena ada dua pertanyaan yang tidak dipisah-pisahkan dengan jelas, yakni: "apakah baik?" (wat is goed?) dan "apakah barang" (wat is een goed) (Langeveld, tanpa tahun: 204-205). Karena itu, tidak berlebihan jika Schumacher dalam salah satu bukunya Keluar dari Kemelut mengatakan, "Di dalam keseluruhan filsafat, tak ada mata pelajaran yang lebih kacau, ketimbang etika. Setiap orang yang meminta bimbingan tentang bagaimana sebaiknya ia bertingkah laku dan datang kepada para profesor etika, tak akan mendapatkan sesuatu pun, kecuali banjir 'pendapat'. Dengan sedikit kekecualian, mereka memulai suatu penyelidikan mengenai etika tanpa sebelumnya mendapat kejelasan tentang maksud manusia hidup di bumi" (dalam Zubair, 1990:140). Apa yang dimaksud Aristoteles dengan dua pertanyaan "apakah baik?" dan "apakah barang?" yang tidak ia pisahkan, dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa baik itu bisa menjadi sikap, cita-cita, maksud orang. Akan tetapi barang-barang itu ialah objek-objek yang ditujunya, yang diingini atau ditolaknya. Dikaguminya atau diabaikannya. Teori barang pertama-tama memeriksa pelbagai objek yang dituju manusia yang bercita-cita dan nilai-nilai apakah yang dikandung oleh objek-objek itu. Baru sesudah itu tindakan subjek menjadi soal, baik atau buruk sekadar kelakuannya lebih atau kurang tepat akan mencapai barang-barang ("barang-barang nilai") itu. Jadi, "baik" itu adalah usaha yang tertuju kepada dilaksanakannya barang-nilai yang positif. Akan tetapi teori kebajikan justru pertama-tama berurusan dengan perbedaan-perbedaan nilai antara pelbagai tingkah laku subjek-subjek dan hanya mencampuri barang-barang sebanyak mereka itu sebenarnya adalah objek-objek yang dituju perbuatan-perbuatan. Dari teori barang, timbullah teori tujuan-tujuan berharga atau pendeknya: teori nilai; segera timbullah pula persoalan tentang perhubungan antara nilai-nilai itu. Kita biarkan persoalan ini hingga di sini saja untuk berpindah ke pokok bahasan tentang sistematika etika. Etika, sebagaimana disinggung pada bab satu, ialah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Ini berarti, etika membicarakan kesusilaan secara ilmiah. Dalam kaitan ini, para ahli filsafat umumnya mengadakan penggolongan yang boleh dikata relatif sama. Meski di sana-sini kita masih melihat beberapa perbedaan, namun dari perbedaan-perbedaan itu masih dapat kita temukan adanya "benang merah". Dalam bukunya Pengantar Etika, De Vos (1987:7-14) membagi etika ke dalam "etika deskriptif" dan "etika normatif". Selanjutnya guru besar dan ilmuwan terkemuka dari Groningen-Belanda ini membagi lagi etika deskriptif ke dalam dua bagian, yaitu bagian pertama "sejarah kesusilaan", dan bagian kedua "fenomenologi kesusilaan". Sementara itu, Bertens (1993:15-22) mengikuti pembagian atas tiga pendekatan, yaitu: "etika deskriptif", "etika normatif", dan "metaetika". Ia kemudian membagi lagi etika normatif ke dalam "etika umum" dan "etika khusus". Kemudian, Magnis-Suseno, dkk (1991:6-8) membuat skema menge­nai sistematika etika dengan pembagian sebagai berikut. etika dibagi ke dalam "etika umum" dan "etika khusus". Etika khusus dibagi lagi menjadi "etika individual" dan "etika sosial". Etika sosial dibagi ke dalam: sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi, etika politik, etika lingkungan hidup, dan kritik ideologi-ideologi. Etika profesi dibagi ke dalam: biomedis, bisnis, hukum, ilmu pengetahuan, lain-lain.

Copy the BEST Traders and Make Money :
http://bit.ly/fxzulu

Sebagai suatu ilmu maka Etika terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya antara lain :
1.     Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia ditinjau dari  nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2.     Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi :
a.     Etika Umum : yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
b.     Etika Khusus : terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya, Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi. Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No. VI/MPR/ 2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi : Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan

I.     Metode Etika

Metode yang dipergunakan dalam etika adalah metode pendekatan kritis. Etika pada hakekatnya mengamati realitas sifat, sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran ataupun ideology, melainkan memeriksa, merefleksi, mengevaluasi, dan menganalisa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut agar ajaran-ajaran moral tersebut dapat dipelajari dan dihayati oleh setiap manusia, kemudian dapat dilaksanakan dalam kehidupannya secara nyata, dan dipertanggungjawabkan di hadapan dirinya, orang lain, alam semesta, dan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, etika dengan motode pendekatan kritisnya, berusaha untuk menjernihkan persoalan-persoalan moral secara benar dan porposional.  Karena itu, metodologi yang benar dalam mengupas persoalan-persoalan etika haruslah sesuai dengan semangat nilai-nilai kebenaran; yang menyatakan bahwa adanya peralihan dari dasar-dasar keyakinan menuju kaidah-kaidah perbuatan, dan yang menyatakan bahwa agama (keimanan) menentukan perilaku. Karena itulah, pembicaraan keyakinan selalu mendahului pikiran dan perbuatan. Kewajiban moral tidak mungkin muncul dari pemikiran saja, tapi ia harus diberikan keleluasan pada kehendak dalam pembentukan etika. Etika sendiri pada dimensi prakteknya, bukanlah kumpulan kebijaksanaan, kata-kata mutiara, dan anjuran-anjuran belaka. Kehendak berbuat tak terlepas dari persoalan yang membutuhkan adanya intervensi rasional, sehingga keinginan baik tidak beralih menjadi keburukan. Persoalan moral tidak cukup hanya berpedoman pada prinsip-prinsip keyakinan (metafisika), ada juga masalah perbuatan yang harus dimasukan dalam kajian ini. Dengan demikian metode kajian etika menjadi sempurna selama kajian tersebut mencakup dimensi teoritis dan praktis di antara keyakinan dan prilaku.

Pendekatan dan metode dalam Etika, menurut Franz Magnis Suseno dalam Kurnato (1997:7) diuraikan ada empat jenis, diantaranya;
1.     Metode empiris diskriptif  Metode empiris diskriptif yaitu memastikan fakta moral dengan melukiskan bagaimana bentuknya, dibanding dengan bentuk budaya dan norma pada masyarakat yang lain, dilukiskan sejarahnya, luas jangkauan dan pengaruhnya dan sebagainya. Pendalaman dapat digambarkan ciri-ciri dari orang-orang yang sependapat, dibandingkan dengan ilmu-ilmu empiris yang lain.

2.     Metoda fenomenologis Metoda fenomenologis berarti memperhatikan dengan seksama unsur-unsur yang terkandung dalam pengalaman atau kesadaran moral. Metode ini adalah unsur penting untuk mengukur kedalaman dibidang moral, misalnya perbedaan bidang norma-norma moral, norma-norma kesopanan dan lain-lain yang secara otomatis dapat terungkap dan dapat digali.


3.     Metoda normative Metoda normatif yang dilakukan dalam bentuk mempersoalkan, apakah suatu norma diterima secara umum atau berlaku hanya untuk masyarakat tertentu saja. Mempersoalkan juga apakah norma itu memang tepat atau bahkan harus ditolak. Mendalami hal-hal semacam itu atas norma yang diberlakukan adalah tugas Etika normatif.

4.     Metoda metaetika Metoda metaetika berarti usaha untuk mencegah kekeliruan atau kekaburan pendekatan fenomenologis dan normatif dengan mengupas arti yang tepat tentang istilah moral.

Keempat metode ini dapat dilakukan secara terpisah atau dilakukan bersamaan, tergantung maksud dan tujuan pendalaman, serta keluasan jangkauan pendalaman yang dilakukan.



Sumber :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0CGsQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fkuliah-harian.blogspot.com%2Fp%2Ftujuan-mempelajari-etika.html&ei=IfH3VPI8hdq5BODJgLgF&usg=AFQjCNGsnUZCQGaSH5PMXv0Vz-y2pUPpdg&sig2=RbnmYE7ukGKxYOu9gcVUrQ&bvm=bv.87519884,d.c2E |http://indahnurulw.blogspot.com/2013/11/tujuan-dan-fungsi-kode-etik-guru.html |http://etikaprofesi-fujiaturriza.blogspot.com/2011/12/tujuan-dan-fungsi-kode-etik.htm |
|http://onyenkchulle.blogspot.com/2010/10/tujuan-mempelajari-etika.html |http://cybercrimeandlaw20.blogspot.com/2013/05/manfaat-etika.html |https://ratni213.wordpress.com/2010/04/11/peran-dan-manfaat-etika/ |http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/tujuan-kode-etik-profesi.html
[1] Op cit,  Moralitas Profesi Hukum.  Hal: 21.
[2] http://sadamcenter.blogspot.com/2011/07/obyek-etika.html

buku etika karangan K. Bertens penerbit Gramedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar