PENDAHULUAN
A. Pengertian
Etika
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics
yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana
patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno
Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap.
Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis,
reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan
etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih
menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik
itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang
menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai
tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia
ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi
tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.
Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam
perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang
masuk dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung
kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Menurut para
ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS
yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi
tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli
berikut ini :
·
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang
·
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.
Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia
orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan
yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
B. Pengertian Profesi
Profesi dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang dikenal
antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi
pendidikan (guru). menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :
a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas;
b. suatu teknis intelektual;
c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d. suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e. beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h.pengakuan sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j. hubungan erat dengan profesi lain.
a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas;
b. suatu teknis intelektual;
c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d. suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e. beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h.pengakuan sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j. hubungan erat dengan profesi lain.
C. Pengertian Etika Propesi
Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu
filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab
manusia sebagia anggota umat manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk
melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi
dari pelakunya ( Magnis Suseno et.al., 1991 : 75). Tiga ciri moralitas yang
tinggi itu adalah :
1.
Berani berbuat dengan bertekad untuk
bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2.
Sadar akan kewajibannya, dan
3.
Memiliki idealisme yang tinggi.
Profesi
Hukum
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan
dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T.
Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia
dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan
fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan
pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan
sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi
hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan
atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya
sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan
kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.
Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan
yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum
dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan
lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional
hukum.
1.
Kejujuran
Kejujuran adalah
dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi
profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap
yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap
terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau
secara cuma-cuma.
b. Sikap
wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2.
Otentik
Otentik artinya
menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang
sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. tidak
menyalahgunakan wewenang;
b. tidak
melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan
kepentingan klien;
d. berani
berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu
atasan;
e. tidak
mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3.
Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan
tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
a. kesediaan
melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya
;
b. bertindak
secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan
memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
4.
Kemandirian Moral
Kemandirian moral
artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang
terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian
sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat
mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih),
penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5.
Keberanian Moral
Keberanian moral
adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk
menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala
bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala
bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
D. Alasan Mempelajari Etika
Etika
sebagai pemikiran sistematis tentang moralitas tidak berpretensi untuk secara
langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Dalam artinya sebagai ilu,
etika sebenarnya tidak perlu dimiliki oleh setiap orang, walaupun setiap orang
membutuhkan moralitas. Yang dihasilkan secara lanngsung dari etika bukanlah
kebaikan, melainkan suatu pemhaman yang lebih mendasar dan kritis tentang yang
dianggap baik dan buruk secara moral. oleh karena itu kita perlu mempelajari
Etika yang bertujuan :
1.
Untuk mendapatkan konsep yang sama
mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau tindakan manusia dalam ruang
dan waktu tertentu.
2.
Mengarahkan perkembangan masyarakat
menuju suasana yang harmonis, tertib, teratur, damai dan sejahtera.
3.
Mengajak orang bersikap kritis dan
rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
4.
Etika merupakan sarana yang memberi
orientasi pada hidup manusia.
5.
Untuk memiliki kedalaman sikap;
untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap hidupnya.
6.
Mengantar manusia pada bagaimana
menjadi baik.
7.
Sebagai norma yang dianggap berlaku.
Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan
ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku
8.
Etika mengajukan pertanyaan tentang
legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari
pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya Etika mempersolakan
pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk
memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati
9.
Etika memberikan bekal kepada
manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma
10. Etika
menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli
dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma yang
ada.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk
mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai moral yang baik. Etika harus
benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia, sebagai modal utama
moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik, mencerminkan perilaku
yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan perilaku kita yang buruk
dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.
E. Fungsi Etika
Terjadinya pelanggaran nilai moral
dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan
dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang seharusnya berbanding sama. Usaha
penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan
untuk apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah mahkluk yang menyadari
bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan
ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia.
Etika sangat diperlukan karena beberapa pertimbangan (alasan) berikut :
1. kita
hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
2. Modernisasi
membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
3. Adanya
pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang
masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus
hidup.
4. Etika
juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau
berpastisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua
dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan
dalam kode etik profesi :
1. Menjelaskan
atau menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan masyarakat. ada
sasaran konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana hak-hak
istimewa klien, kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan diperjuangkan.
pengemban profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku pedoman"
mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien, lembaga dan
masyarakat pun secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2. Membantu
tenaga ahli dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika menghadapi
problem dalam pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya kasus-kasus
hukum baru yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau diluar kemampuan
spesifikasi adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk menghindari terjadinya
kesalahan dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi seorang ahli itu
misalnya tidak mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya tidaklah lantas
dipersalahkan begitu saja.
3. Diorientasikan
untuk mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku melanggar hukum
dan indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban profesi (hukum)
mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati perilaku
sesama pengemban profesi yang dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan
kode etik, akan lebih muda ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan penyelenggaraan
profesi hukum.
4. Sebagai
rujukan untuk menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu maupun
kelembagaan.
Ada beberapa fungsi
kode etik :
1. Kode
etik sebagai sarana kontrol sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria bagi
para calon anggota kelompok profesi dan membantu mempertahankan pandangan para
anggota lama terhadap prinsip profesional yang telah digariskan.
2. Kode-kode
etik profesi mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan oleh
pemerintah atau oleh masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
3. kode
etik adalah untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode etik
ini dasarnya adalah suatu perilaku yang sudah dianggap benar serta berdasarkan
metode prosedur yang benar pula.
Kode etik profesi
dapat dijadikan pedoman untuk memberdayakan, kemahiran, spesifikasi atau
keahlian yang sudah dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan kode etik,
pengemban profesi dituntut meningkatkan karier atau prestasi-prestasinya. Kalau
itu merupakan kode etik profesi hukum, maka pengemban profesi hukum dituntut
menyelaraskan tugas-tugasnya secara benar dan bermoral. Kode etik menjadi
terasa lebih penting lagi kehadirannya ketika tantangan yang menghadang profesi
hukum makin berat dan kompleks, khususnya ketika berhadapan dengan tantangan
yang bersumber dari komunitas elit kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang
bukan hanya tidak menghiraukan norma moral dan yuridis, tetapi juga
mempermainkannya.
F. Manfaat Etika
TUJUAN
MEMPELAJARI ETIKA
Tujuan
menerapkan atau mempelajari etika di masyarakat, yaitu:
1.
Untuk mendapatkan konsep yang sama
mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau tindakan manusia dalam ruang
dan waktu tertentu.
2.
Mengarahkan perkembangan masyarakat
menuju suasana yang harmonis, tertib, teratur, damai dan sejahtera.
3.
Mengajak orang bersikap kritis dan
rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
4.
Etika merupakan sarana yang memberi
orientasi pada hidup manusia.
5.
Untuk memiliki kedalaman sikap;
untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap hidupnya.
6.
Mengantar manusia pada bagaimana
menjadi baik.
7.
Sebagai norma yang dianggap berlaku.
Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan
ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku
8.
Etika mengajukan pertanyaan tentang
legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan diri dari
pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan haknya Etika mempersolakan
pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk
memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati
9.
Etika memberikan bekal kepada
manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma
10. Etika
menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli
dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma yang
ada.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk
mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai moral yang baik. Etika harus
benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia, sebagai modal utama
moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik, mencerminkan perilaku
yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan perilaku kita yang buruk
dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.
Tujuan
mempelajari kode etik:
1.
Untuk menjunjung tinggi martabat
etika di masyarakat
2.
Untuk memelihara dan menjaga
kesejahteraan masyarakat
3.
Untuk mrningkatkan layanan diatas
keuntungan pribadi
4.
Untuk menentukan baku standar
sendiri
5.
Untuk penilaian di masyarakat
mengenai bai atau buruknya pribadi seseorang
Jadi
kesimpulan mempelajari kode etik adalah untuk menentukan baku standar penilaian
di mata masyarakat, standar mengenai penilaian kode etik tersebut mempengaruhi
penghargaan dari masyarakat, misalnya penghargaan berupa pujian atau bahkan
cibiran karna melanggar kode etik.
Manfaat
Etika
Beberapa
manfaat Etika adalah sebagai berikut :
1.
Dapat membantu suatu pendirian dalam
beragam pandangan dan moral.
2.
Dapat membantu membedakan mana yang
tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah.
3.
Dapat membantu seseorang mampu
menentukan pendapat.
4.
Dapat menjembatani semua dimensi
atau nilai-nilai
Manfaat etika menurut (Ketut Rinjin, 2004 melalui Sjafri Mangkuprawira,
2006) yaitu:
1.
Manusia hidup dalam jajaran norma
moral, religius, hukum, kesopanan, adat istiadat danpermainan. Oleh karena itu, manusia harus
siap mengorbankan sedikit kebebasannya.
2.
Norma moral memberikan kebebasan
bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya =
human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral berarti menaati diri
sendiri, sehingga manusia menjadi otonom dan bukan heteronom.
3.
Sekalipun sudah ada norma hukum,
etika tetap diperlukan karena norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu,
norma hukum cepat ketuinggalan zaman, sehingga sering terdapat celah-celah
hukum, norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian
hari, etika mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran,
keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia, dan masyarakat, asas
legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
4.
Manfaat etika adalah mengajak orang
bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom,
mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai
dan sejahtera.
5.
Perlu diwaspadai nahwa ”power tend
to corrupt”, ”the end justifies the means” serta pimpinan ala Machiavellian,
yang galak seperti singa dan licin seperti belut.
Jadi manfaat mempelajari etika adalah,
menciptakan standar diri yang baik di mata masyarakat, mengetahui tingkat
kualitas yang baik dan dapat membedakan prilaku di masyarakat.
Manfaat
kode etik, menurut (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) adalah:
1.
Kode etik merupakan suatu cara untuk
memperbaiki iklim organisasional sehingga individu
2.
individu dapat berperilaku secara
etis.
3.
Kontrol etis diperlukan karena
sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan
dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
4.
Perusahan memerlukan kode etik untuk
menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan
salah satu penandanya.
5.
Kode etik dapat juga dipandang
sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri
perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan
dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
Sedangkan
manfaat dari kode etik profesi adalah :
1.
Memberikan pedoman bagi setiap
anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2.
Sebagai sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3.
Mencegah campur tangan pihak di luar
organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika
profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. Kode etik yang ada
dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik
kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia,
Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain.
Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Jadi manfaat
mempelajari kode etik, kesimpulannya adalah mampu mengontrol pribadi dan dapat
mengetahui dan membandingkan moral-moral yang ada di masyarakat.
Setelah
membandingkan beberapa moral etika dan sebab akibatnya selanjutnya dapat
menentukan pilihan untuk diri sendiri, ingin menjadi diri yang seperti apa di
masyarakat.
G. Objek Etika
Objek
etika meliputi isi hati dan ucapan serta perbuatan manusia yang dilakukannya
secara sadar atau dengan sengaja. Namun di dalam praktek, objek etika terbatas
pada tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar atau
dengan sengaja. Mengapa? karena isi hati manusia sukar bahkan tidak dapat
diterka serta ucapan-ucapannya belum tentu mencerminkan isi hatinya.
Telah diuraikan, bahwa bahan kajian etika adalah moralitas manusia.
Sebelumnya telah disinggung pula, bahwa satuan dari moralitas itu adalah moral.
Moral sendiri merupakan salah satu norma sosial (social norms), atau
meminjam istilah Hens Kelsen, moral adalah regulation of internal behavior. Jika moral merupakan suatu norma, maka dapat dipastikan moral mengandung
nilai-nilai karena norma adalah konkretisasi dari nilai.[1]
Setiap tingkah laku atau perbuatan manusia yang pasti berkaitan dengan
norma atau nilai etis yang berlaku di masyarakat, sehingga dapat dikatakan
bahwasannya tingkah laku manusia itu, baik yang dapat diamati secara langsung
maupun tidak, dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat penilaian terhadap
norma yang berlaku di masyarakat. Perbuatan menjadi obyek ketika etika mencoba
atau menerapkan teori nilai.
Perpaduan antara nilai dengan perbuatan sebagai pelaksanaannya menghasilkan
sesuatu yang disebut moral atau kesusilaan. Perbuatan yang dapat dihubungkan
dengan nilai etis adalah:
1) Perbuatan oleh diri sendiri baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
2) Perbuatan oleh pengaruh orang lain bisa berupa saran, anjuran, nasehat,
tekanan, paksaan, peringatan, ataupun ancaman.
Menurut pendapat Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan yang
dimaksud sebagai obyek etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri atau
pengaruh orang lain yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat dalam
batin.[2]
H. Sistematik Etik
Apa itu sistematika? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sistematika berarti pengetahuan mengenai klasifikasi (penggolongan) (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:951). Jadi, sistematika etika kita maksudkan
sebagai pengetahuan mengenai penggolongan etika. Dalam etika, Aristoteles (384
- 332 SM) dapat dianggap sebagai seorang ahli sistematik: secara panjang-lebar
ia menguraikan tentang teori barang, tapi terutama pula teori kebajikan. Dalam
pada itu terjadilah sedikit kekacauan karena ada dua pertanyaan yang tidak
dipisah-pisahkan dengan jelas, yakni: "apakah baik?" (wat is goed?)
dan "apakah barang" (wat is een goed) (Langeveld, tanpa tahun:
204-205). Karena itu, tidak berlebihan jika Schumacher dalam salah satu bukunya
Keluar dari Kemelut mengatakan, "Di dalam keseluruhan filsafat, tak ada
mata pelajaran yang lebih kacau, ketimbang etika. Setiap orang yang meminta
bimbingan tentang bagaimana sebaiknya ia bertingkah laku dan datang kepada para
profesor etika, tak akan mendapatkan sesuatu pun, kecuali banjir 'pendapat'.
Dengan sedikit kekecualian, mereka memulai suatu penyelidikan mengenai etika
tanpa sebelumnya mendapat kejelasan tentang maksud manusia hidup di bumi"
(dalam Zubair, 1990:140). Apa yang dimaksud Aristoteles dengan dua pertanyaan
"apakah baik?" dan "apakah barang?" yang tidak ia pisahkan,
dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa baik itu bisa menjadi sikap, cita-cita,
maksud orang. Akan tetapi barang-barang itu ialah objek-objek yang ditujunya,
yang diingini atau ditolaknya. Dikaguminya atau diabaikannya. Teori barang
pertama-tama memeriksa pelbagai objek yang dituju manusia yang bercita-cita dan
nilai-nilai apakah yang dikandung oleh objek-objek itu. Baru sesudah itu tindakan
subjek menjadi soal, baik atau buruk sekadar kelakuannya lebih atau kurang
tepat akan mencapai barang-barang ("barang-barang nilai") itu. Jadi,
"baik" itu adalah usaha yang tertuju kepada dilaksanakannya
barang-nilai yang positif. Akan tetapi teori kebajikan justru pertama-tama
berurusan dengan perbedaan-perbedaan nilai antara pelbagai tingkah laku
subjek-subjek dan hanya mencampuri barang-barang sebanyak mereka itu sebenarnya
adalah objek-objek yang dituju perbuatan-perbuatan. Dari teori barang, timbullah
teori tujuan-tujuan berharga atau pendeknya: teori nilai; segera timbullah pula
persoalan tentang perhubungan antara nilai-nilai itu. Kita biarkan persoalan
ini hingga di sini saja untuk berpindah ke pokok bahasan tentang sistematika
etika. Etika, sebagaimana disinggung pada bab satu, ialah ilmu pengetahuan
tentang kesusilaan (moral). Ini berarti, etika membicarakan kesusilaan secara
ilmiah. Dalam kaitan ini, para ahli filsafat umumnya mengadakan penggolongan
yang boleh dikata relatif sama. Meski di sana-sini kita masih melihat beberapa
perbedaan, namun dari perbedaan-perbedaan itu masih dapat kita temukan adanya
"benang merah". Dalam bukunya Pengantar Etika, De Vos (1987:7-14)
membagi etika ke dalam "etika deskriptif" dan "etika
normatif". Selanjutnya guru besar dan ilmuwan terkemuka dari
Groningen-Belanda ini membagi lagi etika deskriptif ke dalam dua bagian, yaitu
bagian pertama "sejarah kesusilaan", dan bagian kedua
"fenomenologi kesusilaan". Sementara itu, Bertens (1993:15-22)
mengikuti pembagian atas tiga pendekatan, yaitu: "etika deskriptif",
"etika normatif", dan "metaetika". Ia kemudian membagi lagi
etika normatif ke dalam "etika umum" dan "etika khusus".
Kemudian, Magnis-Suseno, dkk (1991:6-8) membuat skema mengenai sistematika
etika dengan pembagian sebagai berikut. etika dibagi ke dalam "etika
umum" dan "etika khusus". Etika khusus dibagi lagi menjadi
"etika individual" dan "etika sosial". Etika sosial dibagi
ke dalam: sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi, etika politik,
etika lingkungan hidup, dan kritik ideologi-ideologi. Etika profesi dibagi ke
dalam: biomedis, bisnis, hukum, ilmu pengetahuan, lain-lain.
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Sebagai suatu ilmu maka Etika
terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya antara lain :
1.
Etika
deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia
ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh
dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2.
Etika
normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia, yang
biasanya dikelompokkan menjadi :
a.
Etika
Umum : yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan
prinsip-prinsip moral.
b.
Etika
Khusus : terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya, Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi. Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No. VI/MPR/ 2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi : Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan
Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya, Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi. Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No. VI/MPR/ 2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi : Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan
I. Metode Etika
Metode yang dipergunakan dalam etika adalah metode
pendekatan kritis. Etika pada hakekatnya mengamati realitas sifat, sikap,
tingkah laku, dan perbuatan manusia secara kritis. Etika tidak memberikan
ajaran ataupun ideology, melainkan memeriksa, merefleksi, mengevaluasi, dan
menganalisa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan
moral secara kritis. Etika menuntut agar ajaran-ajaran moral tersebut dapat
dipelajari dan dihayati oleh setiap manusia, kemudian dapat dilaksanakan dalam
kehidupannya secara nyata, dan dipertanggungjawabkan di hadapan dirinya, orang
lain, alam semesta, dan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, etika dengan motode
pendekatan kritisnya, berusaha untuk menjernihkan persoalan-persoalan moral
secara benar dan porposional. Karena
itu, metodologi yang benar dalam mengupas persoalan-persoalan etika haruslah
sesuai dengan semangat nilai-nilai kebenaran; yang menyatakan bahwa adanya
peralihan dari dasar-dasar keyakinan menuju kaidah-kaidah perbuatan, dan yang
menyatakan bahwa agama (keimanan) menentukan perilaku. Karena itulah,
pembicaraan keyakinan selalu mendahului pikiran dan perbuatan. Kewajiban moral
tidak mungkin muncul dari pemikiran saja, tapi ia harus diberikan keleluasan
pada kehendak dalam pembentukan etika. Etika sendiri pada dimensi prakteknya,
bukanlah kumpulan kebijaksanaan, kata-kata mutiara, dan anjuran-anjuran belaka.
Kehendak berbuat tak terlepas dari persoalan yang membutuhkan adanya intervensi
rasional, sehingga keinginan baik tidak beralih menjadi keburukan. Persoalan
moral tidak cukup hanya berpedoman pada prinsip-prinsip keyakinan (metafisika),
ada juga masalah perbuatan yang harus dimasukan dalam kajian ini. Dengan
demikian metode kajian etika menjadi sempurna selama kajian tersebut mencakup
dimensi teoritis dan praktis di antara keyakinan dan prilaku.
Pendekatan dan metode dalam Etika,
menurut Franz Magnis Suseno dalam Kurnato (1997:7) diuraikan ada empat jenis,
diantaranya;
1. Metode
empiris diskriptif Metode empiris
diskriptif yaitu memastikan fakta moral dengan melukiskan bagaimana bentuknya,
dibanding dengan bentuk budaya dan norma pada masyarakat yang lain, dilukiskan
sejarahnya, luas jangkauan dan pengaruhnya dan sebagainya. Pendalaman dapat
digambarkan ciri-ciri dari orang-orang yang sependapat, dibandingkan dengan
ilmu-ilmu empiris yang lain.
2. Metoda
fenomenologis Metoda fenomenologis berarti memperhatikan dengan seksama
unsur-unsur yang terkandung dalam pengalaman atau kesadaran moral. Metode ini
adalah unsur penting untuk mengukur kedalaman dibidang moral, misalnya
perbedaan bidang norma-norma moral, norma-norma kesopanan dan lain-lain yang
secara otomatis dapat terungkap dan dapat digali.
3. Metoda
normative Metoda normatif yang dilakukan dalam bentuk mempersoalkan, apakah
suatu norma diterima secara umum atau berlaku hanya untuk masyarakat tertentu
saja. Mempersoalkan juga apakah norma itu memang tepat atau bahkan harus
ditolak. Mendalami hal-hal semacam itu atas norma yang diberlakukan adalah
tugas Etika normatif.
4. Metoda
metaetika Metoda metaetika berarti usaha untuk mencegah kekeliruan atau
kekaburan pendekatan fenomenologis dan normatif dengan mengupas arti yang tepat
tentang istilah moral.
Keempat metode ini dapat dilakukan secara terpisah atau
dilakukan bersamaan, tergantung maksud dan tujuan pendalaman, serta keluasan
jangkauan pendalaman yang dilakukan.
Sumber
:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0CGsQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fkuliah-harian.blogspot.com%2Fp%2Ftujuan-mempelajari-etika.html&ei=IfH3VPI8hdq5BODJgLgF&usg=AFQjCNGsnUZCQGaSH5PMXv0Vz-y2pUPpdg&sig2=RbnmYE7ukGKxYOu9gcVUrQ&bvm=bv.87519884,d.c2E
|http://indahnurulw.blogspot.com/2013/11/tujuan-dan-fungsi-kode-etik-guru.html
|http://etikaprofesi-fujiaturriza.blogspot.com/2011/12/tujuan-dan-fungsi-kode-etik.htm ||http://onyenkchulle.blogspot.com/2010/10/tujuan-mempelajari-etika.html |http://cybercrimeandlaw20.blogspot.com/2013/05/manfaat-etika.html |https://ratni213.wordpress.com/2010/04/11/peran-dan-manfaat-etika/ |http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/tujuan-kode-etik-profesi.html
buku etika karangan K. Bertens penerbit Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar