Makalah Hukum Transportasi
HUKUM TRANSPORTASI
Dosen : Bapak Surajiman, S.H, M.Hum
PT Kereta Api Logistik (KALOG) dibentuk dengan tujuan melayani distribusi logistik berbasis kereta api, dengan kemasan bisnis door to door service untuk memberikan pelayanan yang paripurna bagi pelanggan kereta api yang didukung dengan angkutan pra dan purna. PT Kereta Api Logistik (KALOG) fokus pada orientasi bisnis sebagai jasa layanan distribusi logistik secara terpadu (total solution) melalui “End-to-End Services”. KALOG memberikan nilai tambah pada layanan distribusi logistik, termasuk layanan yang telah disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Informasi lebih rinci dapat diakses melalui www.kalogistics.co.id
Dosen : Bapak Surajiman, S.H, M.Hum
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan di adakannya Study Lapangan adalah bagian dari kegiatan yang
berhubungan dengan akademik serta mendukung proses belajar mahasiswa khususnya
di Fakultas Hukum Universitas Nasional. Di harapkan dengan adanya kegiatan
seperti ini mahasiswa jadi lebih mengetahui bagaimana situasi dan kondisi yang terjadi sesungguhnya dilapangan
khususnya pada sistim perkereta apian di Indonesia.
Pengangkutan merupakan salah satu
bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian
tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula
dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan
raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk
pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan dikuasai
sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya
disebut PT. KAI). [1]
Penyelenggaraan angkutan kereta api
untuk beberapa daerah tertentu di Indonesia memang kurang populer bahkan ada
daerah-daerah yang tidak mempunyai jenis transportasi dengan moda kereta api.
Tetapi bagi kita yang bertempat tinggal di pulau Jawa khususnya, angkutan
kereta api merupakan salah satu jenis moda transportasi yang sangat banyak
peminatnya mengingat armada kereta api ini memiliki keistimewaan jika dibandingkan
dengan truk atau bus bahkan pesawat, yaitu kereta api dapat mengangkut
penumpang dan atau barang dalam jumlah yang besar secara sekaligus dalam satu
kali perjalanan dengan biaya angkutan (charges,
expenses) yang lebih murah daripada moda transportasi lainnya. Meskipun
tetap ada kelemahannya, yaitu dalam daya jangkau lokasi atau tempat tujuan yang
diinginkan hanya terbatas pada tempat-tempat yang telah ditentukan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan dalam prasarana (infrastructure) angkutan kereta api diantaranya keterbatasan dalam
jalur rel kereta api, stasiun dan fasilitas operasi kereta api.
Penyelenggaraan angkutan kereta api
pada dasarnya sama dengan penyelenggaraan angkutan jenis yang lain, yang
diawali dengan adanya suatu perjanjian pengangkutan antara penumpang dan atau
pengirim barang dengan pihak PT. KAI. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan
masing-masing mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab. Perjanjian
pengangkutan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disingkat KUHPdt) dan syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaaapian (selanjutnya
disingkat UUKA 2007).[2]
UUKA 2007 ini merupakan peraturan yang
baru dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk pembenahan dan
penyempurnaan dari peraturan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian.
Perkeretaapian menurut fungsinya
terdiri dari perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum
adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau
barang dengan dipungut bayaran, yang terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan
perkeretaapian antar kota, sedangkan perkeretaapian khusus adalah kereta api
yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan
pokok badan usaha tersebut.
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi
atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang
(gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut
penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum
yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi
persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA
2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi
prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk
menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan
pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat
akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan
sertifikat kelaikan operasi.
Penyelenggara sarana perkeretaapian
wajib melakukan perawatan atas sarana perkeretaapian agar tetap baik operasi.
Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh Awak Sarana
Perkeretaapian yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang
dibuktikan dengan sertifikat kecakapan setelah lulus pendidikan dan pelatihan.
Perkeretaapian dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Penyelenggaraan angkutan kereta api
dilakukan dengan suatu perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkut dengan
penumpang dan atau pengirim barang, oleh karena itu perjanjian pengangkutan
kereta api dibedakan atas dua bentuk yaitu, perjanjian pengangkutan penumpang
dan perjanjian pengangkutan barang.
PT. KAI menerbitkan dokumen angkutan
berupa karcis penumpang dan surat muatan barang. Karcis penumpang berfungsi
sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini
diatur dalam Pasal 132 ayat (3) UUKA 2007, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai
tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.
Dalam penyelenggaraan pengangkutan PT.
KAI menyediakan beberapa jenis pelayanan, diantaranya kelas ekonomi, kelas
bisnis dan kelas eksekutif. Setiap keberangkatan disediakan 8 sampai 9 gerbong
penumpang dengan kapasitas muatan 80 sampai 100 orang penumpang pada setiap
gerbongnya. Biaya atau tarif angkutan yang dikenakan kepada penumpang berbeda
untuk setiap kelas. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pedoman penetapan tarif angkutan dilakukan berdasarkan perhitungan modal, biaya
operasi dan keuntungan, ketentuan ini terdapat pada Pasal 151 ayat (3) UUKA
2007.
Mengingat
pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya
tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia (persero) sebagai pengangkut Penulis
mengadakan penelitian pada PT Kereta Api Indonesia di Bandung. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis penelitian yang berjudul
berjudul “Kerjasama PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dengan PT. Kereta Api Logistik Tentang Angkutan Barang Kiriman
Hantaran”
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang
dan barang, negosiasi dan peti kemas menggunakan Kereta Api sebagai sarana.
Kereta Api itu sendiri untuk pertama kali di perkenalkan di Indonesia pada
zaman penjajahan Belanda pada tahun 1864 dengan membangun lintas di Semarang
(Kamijen), saat ini perusahaan Kereta Api (persero) sudah mulai berkembang
dengan
kantor pusat di Bandung. Pertama kali lokomotif ditemukan oleh George Stephenson
(Inggris) tahun 1814 pada waktu itu masyarakat menamakannya dengan sebutan
“Kuda Besi”. Penemuan tersebut membawa angin baru yang mekanis dan membawa
sejarah bangsa-bangsa di dunia, terlebih pertumbuhan ekonomi khususnya.[3]
Awal perjalanan itulah tepatnya pada tanggal 17 juni 1864
Gubernur Jendral Sloed Van Beele melakukan perjangkauan pertama tanda
dimulainya perkeretaapian di Indonesia, dengan memasang lintas di Semarang
(Kamijen). Sesuai dengan posisi Indonesia saat itu merupakan daerah jajahan,
motif-motif pendirian kereta api beranjak dari kepentingan negara penjajah,
yaitu: [4]
1.
Motif Ekonomi/Komersil, yaitu pengiriman hasil bumi Indonesia ke pelabuhan
Semarang.
2.
Motif Politik/Pertahanan, yaitu merupakan alasan dan pondasi yang sangat kuat.
Semenjak pembuatan lintas kereta api tersebut, pertumbuhan
selanjutnya di wilayah Indonesia, khususnya di pulau Jawa semakin diperhatikan
dan diperluas dengan motif yang sama. Pertumbuhan kereta api tersebut bukan
saja dipelopori oleh pemerintahan Belanda tetapi juga oleh
perusahaan-perusahaan Belanda, misalnya di pulau Jawa seperti : SCS (Semarang
Chirebon Stoom Maatschappi), SLS (Semarang Joana Stoom Train Maatschappi), KSM
(Kediri Stoom Train My), MSM (Malang Stoom Train My) dan lain-lain. Wilayah
Sumatera khususnya bagian utara, perusahaan swasta Belanda DSM (Deli Spoorweir
Maatscahppi) membuka jaringan pertama di Sumatera Utara lintas labuhan Medan
sekitar tanggal 17 Juli 1886 dengan motif yang sama yaitu mengangkat hasil
perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan timur yaitu pelabuhan Belawan. Pada
Perang Dunia II pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1941-17 Agustus 1945)
semua kereta api di Indonesia dibawah pendudukan Jepang, diubah namanya.
Seperti di Jawa dinamakan Rikuyu Kyoku kemudian berubah dengan Tetsudo Kyoka
yang berpusat di Bandung. Di Sumatera, perkereta apian dibawah pemerintahan
Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo Tai yang berpusat di Bukit Tinggi.
Status perkereta apian di Sumatera mengalami proses yang agak berbeda dengan
kereta api lainnya. Sesudah berakhirnya pendudukan Jepang, Kereta Api di
Sumatera Utara menjadi perusahaan swasta Belanda di wilayah Republik Indonesia.
Sementara itu berdasarkan surat perintah penguasaan militer tanggal 6 Desember
1958 NV DSM, berada dibawah pengawasan militer dari Komando T dan TI. Kemudian
berdasarkan SK Panglima T dan TI penguasaan militer tanggal 10 Desember 1957
nomor Pan/KPTS-045/12/57 Juncto, radiogram Kasad/Penguasa Militer Pusat tanggal
18 Desember 1957 nomor 77.602/57 tentang pengambilan alih wewenang Bahar dari
perusahaan milik Belanda, oleh penguasa militer daerah Sumatera Utara. Tanggal
14 Desember 1957 wewenang Bahar atas NV DSM kepada Panglima T dan TI, mulai 29
April 1963 berdasarkan Undang-Undang Nomor Tahun 1958 Juncto PP. 41 Tahun 1959
dengan SK Menhub. tanggal 17 Januari 1963 Nomor 37/120 PT. Kereta Api (persero)
Indonesia LA. DSM yang berpusat di Bandung, kemudian berdasarkan Undang-Undang
Nomor 86 Tahun 1958 DKA berubah menjadi PN PERJAN.
Tahap-tahap perkembangan perkereta apian secara umum :[5]
a. Jaman
Republik Indonesia (17 Agustus 1945-18 Desember 1948). Sepetember 1945 secara
resmi lahirlah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) yang berpusat di
Bandung. Sementara pada waktu itu hanya meliputi Jawa, karena perkereta apian
di Sumatera Utara berdiri sendiri.
b.
Pengesahan Kedaulatan. Januari 1950 terjadi penggabungan antara DKARI denagn
SS/VS (Staats Spoorweg/Verenigf Spoorweg Bedryf) yang dikuasai Belanda menjadi
DKARIS (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia Serikat). Setelah RIS menjadi
Republik Indonesia DKARIS berubah menjadi DKA
c.
Perusahaan Negara. Mei 1963 DKA berubah menjadi PNKA (Perusahaan Negara Kereta
Api)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
tahun 1963.
d. Pengesahan
Jawatan. Dengan PP Nomor 61/71, 15 September 1971 telah ditetapkan
perubahan status PNKA menjadi Perusahaan
Jawatan (Perjan).
e.
Perusahaan Umum. Dengan PP Nomor 57 Tahun 1993, tanggal 30 Oktober 1990
ditetapkan
perubahan atas status Perusahaan
Jawatan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), berlaku mulai tanggal 30
Oktober 1990.
f.
Persero. Dengan PP Nomor 19 Tahun 1998 ditetapkan bentuk dari PERUM menjadi
Persero. Dalam rangka sebagian pelimpahan wewenang Pemerintah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah
bentuknya menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), kantor pusat PERUMKA
berkedudukan di Bandung.
g.
Susunan Organisasi PT. Kereta Api (Persero)
1) Kereta Api Pusat di Bandung.
2) Divisi Sarana Bandung.
3) Divisi Usaha Pendukung di Bandung.
4) Divisi Pelatihan di Bandung.
5) Divisi Angkutan Perkotaan di
Bandung.
6) Divisi Regional I Sumatera Utara
di Medan.
7) Divisi Regional II di Padang.
8) Divisi Regional III Sumatera
Selatan di Palembang.
9) Daerah Operasional.
a) Daerah Operasi 1 di Jakarta.
b) Daerah Operasi 2 di Bandung.
c) Daerah Operasi 3 di Cirebon.
d) Daerah Operasi 4 di Semarang.
e) Daerah Operasi 5 di Purwokerto.
f) Daerah Operasi 6 di Yogyakarta.
g) Daerah Operasi 7 di Madiun.
h) Daerah Operasi 8 di Surabaya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pengakutan Barang
Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti
dengan kata ”transportasi”. Pengangkutan
lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan
pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang
sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut.[6]
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin,
yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain;
dan portare berarti
mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau
membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal
ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong
orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan
kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke
tempat lainnya.[7]
Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah
”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok
yaitu : ”pengangkutan sebagai usaha (business);
pengangkutan sebagai perjanjian (agreement);
dan pengangkutan sebagai proses (process)”.[8]
Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan
(tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian
pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian
pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang didukung oleh dokumen
yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Menurut Hasim Purba di
dalam bukunya ”Hukum Pengangkutan Di Laut”, pengangkutan adalah ”kegiatan
pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui
angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat
angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu wujud kegiatan dengan maksud
memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu
tempat tujuan tertentu”.
Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[9]
1) Berdasarkan suatu perjanjian;
2) Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3) Berbentuk perusahaan;
4) Menggunakan alat angkut mekanik.
Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :[10]
a) Dalam arti luas, terdiri dari:
1 memuat penumpang dan/atau barang ke
dalam alat pengangkut
2 membawa penumpang dan/atau barang ke
tempat tujuan
3 menurunkan penumpang atau membongkar
barang-barang di tempat tujuan.
b) Dalam arti sempit, meliputi kegiatan
membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara
tempat tujuan.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ketempat
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar uang angkutan.[11]
Menurut Ridwan Khairindy, pengangkutan merupakan
pemindahan barang dan manusia
dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu
sebagai berikut:[12]
1. adanya sesuatu yang diangkut;
2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
3. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Secara
yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian,
pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai
suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut
atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
B. Dasar Hukum Pengangkutan
Dalam dunia
pengangkutan agar dapat berjalan dengan baik maka diperlukan suatu peraturan
yang khusus membahas tentang pengangkutan, oleh karena itu dibuatlah hukum
pengangkutan atau biasa disebut dengan hukum pengangkutan niaga. Hukum
pengangkutan mencakup tiga ruang lingkup, yaitu:
a) Angkutan Darat:
·
Diatur dalam buku I Bab V
pasal 90 – 98 KUHD;
·
Sedangkan dasar hukumnya
adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Untuk
mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi pengangkutan,
maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa:[13]
1. Alat angkutan itu sendiri (operating
facilities) , setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan
alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun
perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud
dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara.
Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.
2. Fasilitas yang akan dilalui oleh
alat-alat pengangkutan (right of way), fasilitas tersebut dapat berupa
jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila
fasilitas yang dilalui oleh angkutan
tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin
berjalan dengan lancar.
3. Tempat persiapan pengangkutan (terminal
facilities), tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu
kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada
terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses
pengangkutan dimulai
4. Selain itu dalam dunia perdagangan
pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana
angkutan yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen
tetapi juga sebagai alat penentu harga
dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen
akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.
Salah satu
angkutan darat yang sangat bermanfaat adalah kereta api. Sarana angkutan ini
merupakan saranan transportasi yang sangat digemari oleh masyarakat, karena
lebih murah biayanya, daripada angkutan darat yang lainnya. Berikut ini hak dan
wewenang dari penyelenggara prasarana perkereta-apian, yaitu:[14]
a.
Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api.
b.
Menghentikan pengoperasian sarana perkeretapian apabila dapat membayakan
perjalanan
kereta api.
c.
Melakukan penerbitan terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun.
d.
Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
b) Angkutan Udara:
·
Dasar hukumnya adalah UU No.
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
·
Dan PP No. 3 Tahun 2000
tentang Angkutan Udara.
Pertanggung jawaban
pengangkutan udara menjadi hal yang sangat sensitif karena dalam pengangkutan
udara kemungkinan berhubungan dengan negara-negara lain lebih besar. Ini
berarti kemungkinan persinggungan hukum antara dua negara atau lebih menjadi
lebih besar pula.Bukan hal yang mudah
mengkoordinasikan dua kepentingan yang berasal dari hukum yang berbeda tersebut
sehingga perlu sebuah hukum ataupun aturan-aturan tertentu yang mampu menaungi berbagai kepentingan tersebut.
Hukum udara adalah keseluruhan
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk
keperluan penerbangan.[15] Hal yang kemudian menjadi
alasan penulis menyangkutpautkan hukum
udara dalam pengangkutan adalah karena sifat pengangkutan udara sendiri yang
bersifat internasional. Hukum udara bersumber dari perjanjian-perjanjian
internasional, undang-undang dan peraturan nasional serta yurisprudensi.
Pada pengangkutan
udara terdapat beberapa prinsip pertanggung jawaban pengangkut dalam
pengangkutan udara, yaitu sebagai berikut:[16]
- Prinsip presumption of liability
/presumtion of fault /presumtion of negligence:
Menurut prinsip ini
pengangkut dianggap bertanggng jawab untuk kerugian yang diderita oleh
penumpang atau seorang pengirim barang karena penumpang terluka atau tewas,
atau bagasinya rusak atau hilang, atau rusaknya barang kiriman dan
keterlambatan datang pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas
ganti rugi.
-Prinsip limitation of liability:
Menurut prinsip ini
tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu. Prinsip ini
mendorong pengangkut untuk menyelesaikan masalah dengan jalan damai. Untuk itu
limit tanggung jawab tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.
-Prinsip absolute liability atau strict
liability:
Prinsip ini mengatakan
bahwa pengangkut bukan lagi dianggap bertanggung jawab, tetapi dalam hal ini
pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa ada kemungknan membebaskan
diri kecuali kalau yang dirugikan bersalah atau turut bersalah dalam timbulnya
kerugian pada dirinya. Pertanggung jawaban tidak hanya ada pada diri
pengangkut,tetapi juga ada pada diri penumpang. Hal tersebut menjadi wajar dan
adil karena tidak semua kerugian yang timbul dalam pengangkutan udara merupakan
kesalahan pengangkut,tetapi kemungkinan penumpang melakukan kesalahan yang
menyebabkan kerugian dirinya sendiripun ada.
Namun, ada juga sistem
pertangung jawaban yang dibebankan pada pihak penumpang, yaitu:[17]
-Sistem warsawa atau protokol hague:
Berdasarkan sistem ini
penumpang atau ahli warisnya cukup menunjukkan bahwa kerugian yang diderita
timbul karena suatu kejadian yang terjadi selama penerbangan.Dalam sistem ini
ada kemungkinan pengangkut bebas dari tanggungjawab,yaitu ketika pengangkut dapat
membuktikan bahwa dia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk
mencegah kerugian dan pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan
oleh kelalaian pihak yang dirugikan.
-Sistem guetemala:
Pada dasarnya sistem
ini lebih menguntungkan penumpang dan memberatkan pengangkut,karena penetapan
limit ganti rugi dinaikkan.
c) Angkutan Laut:
·
Diatur dalam Buku II Bab
V-VB tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, dan pengangkutan
orang;
·
Dasar hukumnya adalah UU No.
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di
perairan, dan Keputusan Menteri No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Angkutan laut;
C.Perjanjian
Pengakutan Barang
Perjanjian
pengakutan merupakan suatu aspek yang penting diperhatikan dalam
penyelenggaraan pengakutan. Dalam membicarakan tanggung jawab pengakut terlebih
dahulu adanya perjanjian karena tanggung jawab itu timbul sebagai akibat dari
adanya perjanjian di antara para pihak.
Pengertian
perjanjian secara umum diatur dalam Buku III Bab kedua Bagian kesatu Pasal 1313
KUHPerdata, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut
Subekti Perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.” Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana
satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau
untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji itu.”[18]
Setiap
orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum
diataur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal
yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (azas kebebasan berkontrak).
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Sedangkan bunyi pasal tersebut, maka para pihak harus mematuhi isi dari
perjanjian yang dibuatnya. Karena setelah ada kata sepakat antara kedua belah
pihak mengenai hal tertentu, perjanjian itu akan mengikat. Dan sejak saat itu
lahirlah hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian
yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal
1320 KUHPerdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut
:
1.
Adanya kesepakatan diantara para pihak
mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak.
2.
Kecakapan, yang membuat perjanjian harus
mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
3.
Hal tertentu, yaitu bahwa setiap
perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya.
4.
Kausa yang halal berarti tujuan dari
perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum.
Pengakutan diartikan sebagai pemindahan barang dan
manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Proses pengakutan merupakan gerakan
dari tempat asal darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana
kegiatan pengakutan diakhiri.
Ditinjau dari segi keperdataan
hukum pengakutan ialah keseluruhan peraturan-peraturan didalam dan diluar
kodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk
mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang
dan atau orang-oarang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan
yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga
perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengakutan.
Hukum pengakutan merupakan bagian
dari hukum dagang (perusahaan) yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan.
Dilihat dari segi susunan hukum normative, bidang hukum keperdataan adalah
subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian hukum pengakutan adalah bagian
dari subsistem tata hukum nasional. Asas-asas hukum nasional adalah juga
asas-asas hukum pengakutan.
Hukum pengakutan selalu berwujud
ketentuan undang-undang dan perjanjian yang dibuktikan oleh dokumen tertulis.
Bentuk tertulis selalu berupa kaidah yang menjadi pedoman perilaku pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pengakutan. Disamping kaidah tertulis ada pula kaidah
tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam pengakutan yang diikuti oleh
pihak-pihak karena praktis dan adil dalam mencapai tujuan pengakutan.
Terjadinya perjanjian pengakutan
didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan
(acceptance) yang dilakukan oleh pengakut dan pengirim/penumpang secara timbale
balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam
undang-undang. Melainkan hanya dengan pernyataan “persetujuan kehendak” sebagai
salah satu unsur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Apabila antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan terhadap
hal-hal pokok yang mereka kehendaki bersama, mengandung arti bahwa pihak yang
satu, yaitu pengakut telah menyanggupi untuk memenuhi permintaan pihak yang
lain, yaitu orang/penumpang yang memakai jasa angkutan untuk mengakut orang
dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penumpang telah
menyanggupi untuk membayar ongkos angkutan.
Meskipun perjanjian pada hakekatnya
sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam KUHPerdata, akan
tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang
bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat
perjanjian pengakutan yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengakut.
Dalam perjanjian pengakutan,
terdapat asas-asas yang merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan
berguna bagi para pihak. Oleh Abdul kadir Muhammad asas-asas tersebut diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu :[19]
1)
Yang bersifat publik: dan
2)
Yang bersifat perdata.
Ad.1.
Asas hukum pengakutan yang bersifat publik
Asas-asas
yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan
berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengakutan, pihak ketiga yang
berkepentingan dengan pengakutan dan pihak pemerintah (penguasa). Asas-asas
tersebut antara lain :
a.
Asas manfaat
Setiap
pengakutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan
yang berkeseimbangan bagi warga Negara.
b.
Usaha bersama dan kekeluargaan
Penyelenggaraan
usaha pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa
yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan
dijiwai semangat kekeluargaan.
c.
Adil dan merata
Penyelenggaraan
pengakutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap
lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
d.
Keseimbangan
Penyelenggaraan
pengakutan harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana,
antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan
masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
e.
Kepentingan umum
Penyelenggaraan
pengakutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat
luas.
f.
Keterpaduan
Pengakutan
harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh terpadu, saling menunjang dan
saling mengisi baik intra maupun antar moda pengakutan.
g.
Kesadaran hukum
Pemerintah
wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap
warga Negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam
penyelenggaraan pengakutan.
h.
Percaya pada diri sendiri
Pengakutan
harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta
bersendikan kepribadian bangsa.
i.
Keselamatan penumpang
Pengangkutan
penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.
Ad.2.
Asas hukum pengakutan yang bersifat perdata
Asas-asas
yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengakutan yang hanya berlaku
dan berguna bagi kedua pihak, yaitu pengakut dan penumpang atau pengirim
barang. Asas-asas tersebut antara lain :
a.
Konsensual
Pengakutan
tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan
pihak-pihak . Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau
sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b.
Koordinatif
Pihak-pihak
dalam pengakutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang
mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengakut menyediakan jasa dan
melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan
penumpang/pengirim barang. Pengakut adalah perjanjian pemberian kuasa.
c.
Campuran
Pengakutan
merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian khusus,
penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengakut.
Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengakutan, kecuali jika
ditentukan dalam perjanjian pengakutan.
d.
Retensi
Pengakutan
tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan
tujuan dan fungsi pengakutan. Pengakut hanya mempunyai kewajiban menyimpan
barang atas biaya pemiliknya.
e.
Pembuktian dengan dokumen
Setiap
pengakutan selalu dibuktikan dengan
dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian
pengakutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengakutan
dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.
D.
Pengertian
Ekspeditur
Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa
Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek
hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim
atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai perantara
dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha
transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang
namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal
ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang
ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon)
dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya
sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di
atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang,
yaitu:[20]
1. perusahaan pengantara
pencari pengangkut barang;
2. bertindak untuk dan
atas nama pengirim; dan
3. menerima provisi dari
pengirim.
E. Dasar Hukum Ekspeditur
Mengenai
ekspeditur diatur dalam KUHD Buku I Bab V Bagian II, Pasal 86-90. Jelas bahwa
ekspeditur menurut UU hanya sebagai perantara yang bersedia mencairkan
pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang’ yang diserahkan
kepadanya itu. Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut
ekspedisi. Daluarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur hanya satu tahun bagi
pengirim” dalam wilayah Indonesia dan dua tahun terhadap pengirim dari Indonesia
ke luar negeri.
F. Tugas Ekspeditur
Menurut pasal 86
ayat 1 KUHD memakai istilah ‘doen bervoren” (menyuruh mengangkut) biasanya
ekspeditur bertindak atas nama sendiri walaupun untuk kepentingan dan tanggung
jawab pengirim (pasal 455 KUHD) kedudukan ekspeditur adalah sama dengan
komisioner yang bisa bertindak atas nama sendiri (pasal 76 KUHD).
G.
Kewajiban dan Hak Ekspeditur
Kewajiban
dan Hak Ekspeditur antara lain sebagai berikut :[21]
a.
sebagai pemegang kuasa, melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim.
b.
sebagai komisioner, kalau ekspeditur berbuat atas namanya sendiri
c.
sebagai penyimpanan barang, ekspeditur terpaksa harus menyimpan barang di
gudangnya (berwaargeving)
d.
sebagai penyelenggara urusan (bea cukai di pelabuhan) e. register dan surat
muatan f.
hak retensi (hak untuk menahan barang)
H.
Tanggung Jawab Ekspeditur
Tanggung
jawab ekspeditur sebagai berikut :[22]
a.
menyelenggarakan pengiriman secepatnya setelah barang diterima dari pengirim
b.mengendalikan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang
c.
pengambilan barang” dari gudang pengirim
d.
bila perlu penyimpanan di gudang ekspeditur
I. Mulai Berlakunya Perjanjian
Pengakutan Barang
Perjanjian itu menimbulkan perikatan diantara dua
orang yang membuatnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena
kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Cara
terjadinya perjanjian pengangkutan ada dua:[23]
1. Penawaran
dari pihak pengangkut.
Cara tejadinya perjanjian Pengangkutan dapat secara
langsung dari pihak-pihak, atau tidak langsung dengan menggunakan jasa
perantara (ekspedisi, biro perjalanan). Apabila pembuatan perjanjian
Pengangkutan dilakukan secara langsung, maka penawaran pihak pengangkutan
dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengirim atau penumpang, atau melalui
media masa. ini berarti pengangkut mencari sendiri muatan atau penumpang untuk
diangkut. Jika penawaran pihak pengangkut dilakukan melalui media masa,
pengangkut hanya menunggu permintaan dari pengirim atau penumpang.
2. Penawam
dari pihak pengirim, penumpang
Apabila pembuatan perjanjian Pengangkutan dilakukan
secra lansung, maka penawaran pihak pengirim atau penumpang diiakukan dengan
menghubungi langsung pihak pengangkut.Ini berarti pengirim atau penumpang
mencari sendiri pengangkut untuknya. Hal ini terjadi setelah pengirim atau
penumpang mendengar atau membaca pengumuman dari pengangkut. Jika penawaran
melalui perantara (ekspedisi, biro peijalanan), maka Perantara, menghubungi
pengangkut atas nama pengirim atau penumpang, pengirim menyerahkan barang pada
perantara (ekspeditur) untuk djangkut. Penumpang pada biro perjalanan yang
menyiapkan pemberangkatannya.
J. Berakhirnya Perjanjian
Pengangkutan
Untuk
mengetahui berakhirnya perjanjian pengangkutan perlu dibedakan dua keadaan
yaitu:[24]
1. Dalam keadaan
tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang
dijadikan ukuran ialah saat penyerahan dan pembayaran biaya pengangkuan
ditempat tujuan yang disepakati.
2. Dalam
keadaan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang
dijadikan ukuran ialah pemberesan kewajiban membayar ganti kerugian.
K. Wanprestasi Dalam Perjanjian
Pengakutan Barang
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para
pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan
tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak
terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu
pihak. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan
kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang
telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun
bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:[25]
1. Tidak
memenuhi prestasi sama sekali;
2. Memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya
3. Melaksanakan
apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
4. Memenuhi
prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
I. Analisis perjanjian PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) dengan PT. Kereta Api
Logistik Tentang Angkutan Barang Kiriman Hantaran “Kereta Api Argo Bromo
Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Adapun
isi perjanjian tersebut diatas dimana PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang
selanjutnya disebut Pihak Pertama dan PT. Kereta Api Logistik yang selanjutnya
disebut Pihak Kedua.
Pihak
Pertama dan Pihak Kedua secara bersama-sama menerangkan bahwa :
1 1. Pihak
Pertama, Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang jasa transportasi,
diantaranya dengan melaksanakan kegiatan usaha angkutan barang dengan kereta
api.
2 2. Pihak
Kedua, Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang jasa pengiriman hantaran.
3. Para
Pihak telah menandatangani Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran “Kereta
Api Argo Bromo Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P No. PT. KAI
(Persero).
4 4. Para
Pihak telah melakukan pertemuan sebagaimana didokumentasikan dalam Berita Acara
Kesepakatan tanggal 9 Agustus 2012 yang menyepakati hal-hal sebagai berikut:
a. Bahwa Volume angkutan Kiriman
Hantaran KA Argo Bromo Anggrek Pagi relasi Mri-Sbi P.P belum optimal, maka
dilakukan penyesuaian tariff angkutan.
b. Tarif angkutan Kiriman Hantaran KA
Argo Bromo Anggrek Pagi relasi Mri-Sbi P.P terhitung tanggal 1 September
menjadi Rp.6.250.000/hari belum termasuk PPN 10 %
c. Setiap hari senin dan satu hari
setelah libur tidak dilakukan pengakutan, sehingga dibebaskan dari pembayaran
tarif angkutan
5 5. Pihak
Kedua mengirimkan Surat No.....tanggal 16 Agustus 2012 tentang
potret Kinerja Angkutan KA Anggrek Pagi beserta dengan lampiran Evaluasi
Performance KA Argo Anggrek Pagi kepada Pihak Pertama.
6 6. Nota
No. ..... tanggal 27 Agustus 2012 tentang BHP Anggrek Pagi PT. KA Logistik
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas serta mengacu pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka Para Pihak dengan itikad baik
menyatakan sepakat untuk membuat Addendum atas Perjanjian Angkutan Barang
Kiriman Hantaran “Kereta Api Argo Bromo Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi
P.P No. PT KAI (Persero) selanjutnya disebut “Addendum” dengan ketentuan dan
syarat sebagai berikut :
Dimana mengubah ketentuan dalam Perjanjian awal pada pasal 5
ayat 1 tentang Biaya Angkutan yang berbunyi sebagai berikut :
Semula
1.
Biaya
Angkutan 1 (satu) unit kereta ‘B” 20 (duapuluh) ton relasi
Manggarai-Surabayapasarturi P.P setiap hari senin s.d minggu adalah sebagai
berikut:
a.
Biaya
Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong sebesar :
1)
Tanggal
5 Maret s.d 4 Juni 2012 (dibayar harian sebelum pemungutan angkutan per hari)
Relasi
|
Senin sd Minggu
|
|
Biaya
per Kg/hari
|
Biaya
1 Kereta B 20 Ton/hari
|
|
Manggarai-Surabayapasarturi
|
275
|
Rp.
5.500.000,-
|
Surabayapasarturi-Manggarai
|
225
|
Rp.
4.500.000,-
|
2)
Tanggal
5 Juni 2012 s.d 4 Maret 2013 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
|
Senin sd Minggu
|
|
Biaya
per Kg/hari
|
Biaya
1 Kereta B 20 Ton/hari
|
|
Manggarai-Surabayapasarturi
|
300
|
Rp.
60.000.000,-
|
Surabayapasarturi-Manggarai
|
375
|
Rp.
55.000.000,-
|
(khusus
untuk angkutan lebih dari 10 (sepuluh) hari operasi maka pembayaran biaya
diitung sesuai dengan hari kalender bulan berjalan).
3)
Tarif
sebagaimana dimaksud huruf a tersebut di atas belum termasuk PPN 10 %
4)
Apabila
Pihak Kedua telah membayarkan biaya angkutan sejumlah yang dimaksud pada ayat 1
huruf a angka 2), akan tetapi dalam realisasinya terdapat pembatalan angkutan
karena kesalahan Pihak Pertama, maka akan dilakukan rekonsiliasi.
Menjadi
1.
Biaya
Angkutan 1 (satu) unit Kereta “B” 20 (duapuluh) ton relasi Manggarai-
Surabayapasarturi P.P adalah sebagai berikut:
a.
Biaya
Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong sebesar:
1)
Tanggal
5 Maret s.d 4 Juni 2012 (bayar harian sebelum pemuatan angkutan per hari)
Relasi
|
Senin sd Minggu
|
|
Biaya
per Kg/hari
|
Biaya
1 Kereta B 20 Ton/hari
|
|
Manggarai-Surabayapasarturi
|
275
|
Rp.
5.500.000,-
|
Surabayapasarturi-Manggarai
|
225
|
Rp.
4.500.000,-
|
2)
Tanggal
5 Juni 2012 s.d 31 Agustus 2012 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
|
Senin sd Minggu
|
|
Biaya
per Kg/hari
|
Biaya
1 Kereta B 20 Ton/hari
|
|
Manggarai-Surabayapasarturi
|
300
|
Rp.
60.000.000,-
|
Surabayapasarturi-Manggarai
|
375
|
Rp.
55.000.000,-
|
3)
Tanggal
1 September 2012 s.d 4 Maret 2013 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
|
Senin sd Minggu
|
|
Biaya
per Kg/hari
|
Biaya
1 Kereta B 20 Ton/hari
|
|
Manggarai-Surabayapasarturi
|
162,5
|
Rp.
32.500.000,-
|
Surabayapasarturi-Manggarai
|
150
|
Rp.
30.000.000,-
|
b.
Khusus
untuk angkutan lebih dari 10 (sepuluh) hari operasi maka pembayaran biaya
dihitung sesuai dengan hari kalender bulan berjalan.
c.
Tarif
sebagaimana dimaksud huruf a tersebut diatas belum termasuk PPN 10 %
d.
Apabila
Pihak Kedua telah membayarkan biaya angkutan sejumlah yang dimaksud pada ayat 1
huruf a angka 2) dan angka 3), akan tetapi dalam realisasinya terdapat
pembatalan angkutan karena kesalahan Pihak Pertama, maka akan dilakukan
rekonsiliasi.
Adapun mengubah ketentuan dalam perjanjanjian awal pada
pasal 11 ayat 1 tentang pengaturan muatan, sebagai berikut :
Semula:
1.
Berat
muatan Barang Kiriman Hantaran pada Kereta “B” sebesar 20 (duapuluh) ton pada
hari Senin – Minggu relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Menjadi :
1.
Berat
muatan Barang Kiriman Hantaran pada Kereta “B” sebesar 20 (duapuluh) ton pada
hari Selasa – Minggu relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Selanjutnya mengubah ketentuan dalam Perjanjian pada Pasal
22 ayat 1 dan ayat 2 tentang lain-lain, yang bunyinya sebagai berikut :
Semula:
1.
Pihak
Pertama tidak menyangkut barang milik Pihak Kedua pada hari libur Nasional,
libur yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/setempat dan Libur Masa Lebaran.
2.
Apabila
terdapat Angkutan pada hari Libur Nasional, Libur yang ditetapkan oleh
Pemerintah pusat/setempat maka Pihak Kedua akan memberitahukan Pihak Pertama
paling lambat terhitung 7 (tujuh) hari sebelum hari pengakutan tersebut melalui
Kepala Stasiun setempat dan sepanjang memungkinkan Pihak Pertama dapat
menyediakan Kereta “B” 20 (duapuluh) ton sesuai kebutuhan dengan membayar biaya
angkutan menggunakan tariff sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1.
Menjadi:
1.
Pihak
Pertama tidak mengakut barang milik Pihak Kedua pada :
a.
Hari
Senin dan 1 (satu) hari setelah Hari Libur Nasional/Libur yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat/setempat dan:
b.
Libur
Masa Lebaran.
2.
Apabila
terdapat angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Pihak Kedua akan
memberitahukan Pihak Pertama paling lambat terhitung 7 (tujuh) hari sebelum
hari pengakutan tersebut melalui Kepala Stasiun setempat dan sepanjang
memungkinkan Pihak Pertama dapat menyediakan Kereta “B” 20 (duapuluh) ton
sesuai kebutuhan dengan membayar biaya angkutan menggunakan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1.
Tentang PT Kereta Api Logistik
PT Kereta Api Logistik (KALOG) dibentuk dengan tujuan melayani distribusi logistik berbasis kereta api, dengan kemasan bisnis door to door service untuk memberikan pelayanan yang paripurna bagi pelanggan kereta api yang didukung dengan angkutan pra dan purna. PT Kereta Api Logistik (KALOG) fokus pada orientasi bisnis sebagai jasa layanan distribusi logistik secara terpadu (total solution) melalui “End-to-End Services”. KALOG memberikan nilai tambah pada layanan distribusi logistik, termasuk layanan yang telah disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Informasi lebih rinci dapat diakses melalui www.kalogistics.co.id
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pengangkutan merupakan salah satu
bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian
tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula
dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan
raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk
pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan
dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia
(selanjutnya disebut PT. KAI).
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi
atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang
(gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut
penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum
yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi
persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA
2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi
prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk
menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan
pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat
akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan
diberikan sertifikat kelaikan operasi.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada
umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat
didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut
dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim,dengan memungut
biaya pengangkutan.
Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang.
Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang
bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja
dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah
yang bertindak sebagai pihak pengangkut.
PT Kereta Api Logistik (Kalog) adalah nama salah satu anak perusahaan
PT Kereta Api Indonesia
(Persero) yang bergerak di bidang angkutan barang berbasis kereta
api.
Fokus perusahaan ini adalah mewujudkan pengangkutan barang ke seluruh Indonesia
dan pasar ekspor
melalui kereta api, serta
mengintegrasikan layanannya dengan angkutan antarmoda (pra- dan lanjutan).
Foto-Foto Kunjungan ke PT. Kereta
Api Indonesia (Persero),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar