Senin, 06 Juni 2016

MAKALAH HUKUM TRANSPORTASI


Makalah Hukum Transportasi

HUKUM TRANSPORTASI
Dosen : Bapak Surajiman, S.H, M.Hum

                                                         BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan di adakannya Study Lapangan adalah bagian dari kegiatan yang berhubungan dengan akademik serta mendukung proses belajar mahasiswa khususnya di Fakultas Hukum Universitas Nasional. Di harapkan dengan adanya kegiatan seperti ini mahasiswa jadi lebih mengetahui bagaimana situasi dan kondisi  yang terjadi sesungguhnya dilapangan khususnya pada sistim perkereta apian di Indonesia.
Pengangkutan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disebut PT. KAI). [1]
Penyelenggaraan angkutan kereta api untuk beberapa daerah tertentu di Indonesia memang kurang populer bahkan ada daerah-daerah yang tidak mempunyai jenis transportasi dengan moda kereta api. Tetapi bagi kita yang bertempat tinggal di pulau Jawa khususnya, angkutan kereta api merupakan salah satu jenis moda transportasi yang sangat banyak peminatnya mengingat armada kereta api ini memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan truk atau bus bahkan pesawat, yaitu kereta api dapat mengangkut penumpang dan atau barang dalam jumlah yang besar secara sekaligus dalam satu kali perjalanan dengan biaya angkutan (charges, expenses) yang lebih murah daripada moda transportasi lainnya. Meskipun tetap ada kelemahannya, yaitu dalam daya jangkau lokasi atau tempat tujuan yang diinginkan hanya terbatas pada tempat-tempat yang telah ditentukan, hal ini disebabkan karena keterbatasan dalam prasarana (infrastructure) angkutan kereta api diantaranya keterbatasan dalam jalur rel kereta api, stasiun dan fasilitas operasi kereta api.
Penyelenggaraan angkutan kereta api pada dasarnya sama dengan penyelenggaraan angkutan jenis yang lain, yang diawali dengan adanya suatu perjanjian pengangkutan antara penumpang dan atau pengirim barang dengan pihak PT. KAI. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab. Perjanjian pengangkutan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPdt) dan syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaaapian (selanjutnya disingkat UUKA 2007).[2]
UUKA 2007 ini merupakan peraturan yang baru dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk pembenahan dan penyempurnaan dari peraturan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian.
Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran, yang terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota, sedangkan perkeretaapian khusus adalah kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA 2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan sertifikat kelaikan operasi.
Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib melakukan perawatan atas sarana perkeretaapian agar tetap baik operasi. Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh Awak Sarana Perkeretaapian yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan setelah lulus pendidikan dan pelatihan.
Perkeretaapian dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Penyelenggaraan angkutan kereta api dilakukan dengan suatu perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkut dengan penumpang dan atau pengirim barang, oleh karena itu perjanjian pengangkutan kereta api dibedakan atas dua bentuk yaitu, perjanjian pengangkutan penumpang dan perjanjian pengangkutan barang.
PT. KAI menerbitkan dokumen angkutan berupa karcis penumpang dan surat muatan barang. Karcis penumpang berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini diatur dalam Pasal 132 ayat (3) UUKA 2007, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang. 
Dalam penyelenggaraan pengangkutan PT. KAI menyediakan beberapa jenis pelayanan, diantaranya kelas ekonomi, kelas bisnis dan kelas eksekutif. Setiap keberangkatan disediakan 8 sampai 9 gerbong penumpang dengan kapasitas muatan 80 sampai 100 orang penumpang pada setiap gerbongnya. Biaya atau tarif angkutan yang dikenakan kepada penumpang berbeda untuk setiap kelas. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pedoman penetapan tarif angkutan dilakukan berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi dan keuntungan, ketentuan ini terdapat pada Pasal 151 ayat (3) UUKA 2007.
            Mengingat pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia (persero) sebagai pengangkut Penulis mengadakan penelitian pada PT Kereta Api Indonesia di Bandung. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis penelitian yang berjudul berjudul “Kerjasama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Kereta Api  Logistik Tentang Angkutan Barang Kiriman Hantaran”

                      
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan barang, negosiasi dan peti kemas menggunakan Kereta Api sebagai sarana. Kereta Api itu sendiri untuk pertama kali di perkenalkan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda pada tahun 1864 dengan membangun lintas di Semarang (Kamijen), saat ini perusahaan Kereta Api (persero) sudah mulai berkembang
dengan kantor pusat di Bandung. Pertama kali lokomotif ditemukan oleh George Stephenson (Inggris) tahun 1814 pada waktu itu masyarakat menamakannya dengan sebutan “Kuda Besi”. Penemuan tersebut membawa angin baru yang mekanis dan membawa sejarah bangsa-bangsa di dunia, terlebih pertumbuhan ekonomi khususnya.[3]
Awal perjalanan itulah tepatnya pada tanggal 17 juni 1864 Gubernur Jendral Sloed Van Beele melakukan perjangkauan pertama tanda dimulainya perkeretaapian di Indonesia, dengan memasang lintas di Semarang (Kamijen). Sesuai dengan posisi Indonesia saat itu merupakan daerah jajahan, motif-motif pendirian kereta api beranjak dari kepentingan negara penjajah, yaitu: [4]
1. Motif Ekonomi/Komersil, yaitu pengiriman hasil bumi Indonesia ke pelabuhan Semarang.
2. Motif Politik/Pertahanan, yaitu merupakan alasan dan pondasi yang sangat kuat.
Semenjak pembuatan lintas kereta api tersebut, pertumbuhan selanjutnya di wilayah Indonesia, khususnya di pulau Jawa semakin diperhatikan dan diperluas dengan motif yang sama. Pertumbuhan kereta api tersebut bukan saja dipelopori oleh pemerintahan Belanda tetapi juga oleh perusahaan-perusahaan Belanda, misalnya di pulau Jawa seperti : SCS (Semarang Chirebon Stoom Maatschappi), SLS (Semarang Joana Stoom Train Maatschappi), KSM (Kediri Stoom Train My), MSM (Malang Stoom Train My) dan lain-lain. Wilayah Sumatera khususnya bagian utara, perusahaan swasta Belanda DSM (Deli Spoorweir Maatscahppi) membuka jaringan pertama di Sumatera Utara lintas labuhan Medan sekitar tanggal 17 Juli 1886 dengan motif yang sama yaitu mengangkat hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan timur yaitu pelabuhan Belawan. Pada Perang Dunia II pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1941-17 Agustus 1945) semua kereta api di Indonesia dibawah pendudukan Jepang, diubah namanya. Seperti di Jawa dinamakan Rikuyu Kyoku kemudian berubah dengan Tetsudo Kyoka yang berpusat di Bandung. Di Sumatera, perkereta apian dibawah pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo Tai yang berpusat di Bukit Tinggi. Status perkereta apian di Sumatera mengalami proses yang agak berbeda dengan kereta api lainnya. Sesudah berakhirnya pendudukan Jepang, Kereta Api di Sumatera Utara menjadi perusahaan swasta Belanda di wilayah Republik Indonesia. Sementara itu berdasarkan surat perintah penguasaan militer tanggal 6 Desember 1958 NV DSM, berada dibawah pengawasan militer dari Komando T dan TI. Kemudian berdasarkan SK Panglima T dan TI penguasaan militer tanggal 10 Desember 1957 nomor Pan/KPTS-045/12/57 Juncto, radiogram Kasad/Penguasa Militer Pusat tanggal 18 Desember 1957 nomor 77.602/57 tentang pengambilan alih wewenang Bahar dari perusahaan milik Belanda, oleh penguasa militer daerah Sumatera Utara. Tanggal 14 Desember 1957 wewenang Bahar atas NV DSM kepada Panglima T dan TI, mulai 29 April 1963 berdasarkan Undang-Undang Nomor Tahun 1958 Juncto PP. 41 Tahun 1959 dengan SK Menhub. tanggal 17 Januari 1963 Nomor 37/120 PT. Kereta Api (persero) Indonesia LA. DSM yang berpusat di Bandung, kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 DKA berubah menjadi PN PERJAN.
Tahap-tahap perkembangan perkereta apian secara umum :[5]
a. Jaman Republik Indonesia (17 Agustus 1945-18 Desember 1948). Sepetember 1945 secara resmi lahirlah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) yang berpusat di Bandung. Sementara pada waktu itu hanya meliputi Jawa, karena perkereta apian di Sumatera Utara berdiri sendiri.
b. Pengesahan Kedaulatan. Januari 1950 terjadi penggabungan antara DKARI denagn SS/VS (Staats Spoorweg/Verenigf Spoorweg Bedryf) yang dikuasai Belanda menjadi DKARIS (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia Serikat). Setelah RIS menjadi Republik Indonesia DKARIS berubah menjadi DKA
c. Perusahaan Negara. Mei 1963 DKA berubah menjadi PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1963.
d. Pengesahan Jawatan. Dengan PP Nomor 61/71, 15 September 1971 telah ditetapkan
    perubahan status PNKA menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan).
e. Perusahaan Umum. Dengan PP Nomor 57 Tahun 1993, tanggal 30 Oktober 1990 ditetapkan
perubahan atas status Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), berlaku mulai tanggal 30 Oktober 1990.
f. Persero. Dengan PP Nomor 19 Tahun 1998 ditetapkan bentuk dari PERUM menjadi Persero. Dalam rangka sebagian pelimpahan wewenang Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah bentuknya menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), kantor pusat PERUMKA berkedudukan di Bandung.
g. Susunan Organisasi PT. Kereta Api (Persero)
1) Kereta Api Pusat di Bandung.
2) Divisi Sarana Bandung.
3) Divisi Usaha Pendukung di Bandung.
4) Divisi Pelatihan di Bandung.
5) Divisi Angkutan Perkotaan di Bandung.
6) Divisi Regional I Sumatera Utara di Medan.
7) Divisi Regional II di Padang.
8) Divisi Regional III Sumatera Selatan di Palembang.
9) Daerah Operasional.
a) Daerah Operasi 1 di Jakarta.
b) Daerah Operasi 2 di Bandung.
c) Daerah Operasi 3 di Cirebon.
d) Daerah Operasi 4 di Semarang.
e) Daerah Operasi 5 di Purwokerto.
f) Daerah Operasi 6 di Yogyakarta.
g) Daerah Operasi 7 di Madiun.
h) Daerah Operasi 8 di Surabaya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.    Definisi Pengakutan Barang
Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut.[6]
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya.  Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.[7]
Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah ”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu : ”pengangkutan sebagai usaha (business); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses (process)”.[8]
Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Menurut Hasim Purba di dalam bukunya ”Hukum Pengangkutan Di Laut”, pengangkutan adalah ”kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu wujud kegiatan dengan maksud memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu tempat tujuan tertentu”. Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[9]
1)      Berdasarkan suatu perjanjian;
2)      Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3)      Berbentuk perusahaan;
4)      Menggunakan alat angkut mekanik.
Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :[10]
a)      Dalam arti luas, terdiri dari:
1        memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut
2        membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan
3        menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.
b) Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.[11]
Menurut Ridwan Khairindy, pengangkutan merupakan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai berikut:[12]
1.  adanya sesuatu yang diangkut;
2.  tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
3.  ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
B. Dasar  Hukum Pengangkutan
 Dalam dunia pengangkutan agar dapat berjalan dengan baik maka diperlukan suatu peraturan yang khusus membahas tentang pengangkutan, oleh karena itu dibuatlah hukum pengangkutan atau biasa disebut dengan hukum pengangkutan niaga. Hukum pengangkutan mencakup tiga ruang lingkup, yaitu:
a) Angkutan Darat:
·         Diatur dalam buku I Bab V pasal 90 – 98 KUHD;
·         Sedangkan dasar hukumnya adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
            Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa:[13]
1. Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) , setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud  dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.
2. Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way), fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara,  navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang  dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka  proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.
3. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities), tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai
4. Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat penentu  harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.
            Salah satu angkutan darat yang sangat bermanfaat adalah kereta api. Sarana angkutan ini merupakan saranan transportasi yang sangat digemari oleh masyarakat, karena lebih murah biayanya, daripada angkutan darat yang lainnya. Berikut ini hak dan wewenang dari penyelenggara prasarana perkereta-apian, yaitu:[14]
a.    Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api.
b.    Menghentikan pengoperasian sarana perkeretapian apabila dapat membayakan perjalanan
kereta api.
c.  Melakukan penerbitan terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun.
d.   Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
b) Angkutan Udara:
·         Dasar hukumnya adalah UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
·         Dan PP No. 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara.
Pertanggung jawaban pengangkutan udara menjadi hal yang sangat sensitif karena dalam pengangkutan udara kemungkinan berhubungan dengan negara-negara lain lebih besar. Ini berarti kemungkinan persinggungan hukum antara dua negara atau lebih menjadi lebih besar pula.Bukan  hal yang mudah mengkoordinasikan dua kepentingan yang berasal dari hukum yang berbeda tersebut sehingga perlu sebuah hukum ataupun aturan-aturan tertentu yang  mampu menaungi berbagai kepentingan tersebut.
Hukum udara adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk keperluan penerbangan.[15] Hal yang kemudian menjadi alasan  penulis menyangkutpautkan hukum udara dalam pengangkutan adalah karena sifat pengangkutan udara sendiri yang bersifat internasional. Hukum udara bersumber dari perjanjian-perjanjian internasional, undang-undang dan peraturan nasional serta yurisprudensi.
 Pada pengangkutan udara terdapat beberapa prinsip pertanggung jawaban pengangkut dalam pengangkutan udara, yaitu sebagai berikut:[16]
- Prinsip presumption of liability /presumtion of fault /presumtion of negligence:
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap bertanggng jawab untuk kerugian yang diderita oleh penumpang atau seorang pengirim barang karena penumpang terluka atau tewas, atau bagasinya rusak atau hilang, atau rusaknya barang kiriman dan keterlambatan datang pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi.
-Prinsip limitation of liability:
Menurut prinsip ini tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu. Prinsip ini mendorong pengangkut untuk menyelesaikan masalah dengan jalan damai. Untuk itu limit tanggung jawab tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.
-Prinsip absolute liability atau strict liability:
Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut bukan lagi dianggap bertanggung jawab, tetapi dalam hal ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa ada kemungknan membebaskan diri kecuali kalau yang dirugikan bersalah atau turut bersalah dalam timbulnya kerugian pada dirinya. Pertanggung jawaban tidak hanya ada pada diri pengangkut,tetapi juga ada pada diri penumpang. Hal tersebut menjadi wajar dan adil karena tidak semua kerugian yang timbul dalam pengangkutan udara merupakan kesalahan pengangkut,tetapi kemungkinan penumpang melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian dirinya sendiripun ada.
Namun, ada juga sistem pertangung jawaban yang dibebankan pada pihak penumpang, yaitu:[17]
-Sistem warsawa atau protokol hague:
Berdasarkan sistem ini penumpang atau ahli warisnya cukup menunjukkan bahwa kerugian yang diderita timbul karena suatu kejadian yang terjadi selama penerbangan.Dalam sistem ini ada kemungkinan pengangkut bebas dari tanggungjawab,yaitu ketika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian dan pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kelalaian pihak yang dirugikan.
-Sistem guetemala:
Pada dasarnya sistem ini lebih menguntungkan penumpang dan memberatkan pengangkut,karena penetapan limit ganti rugi dinaikkan.
c) Angkutan Laut:
·         Diatur dalam Buku II Bab V-VB tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, dan pengangkutan orang;
·         Dasar hukumnya adalah UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di perairan, dan Keputusan Menteri No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan laut;
C.Perjanjian Pengakutan Barang
            Perjanjian pengakutan merupakan suatu aspek yang penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pengakutan. Dalam membicarakan tanggung jawab pengakut terlebih dahulu adanya perjanjian karena tanggung jawab itu timbul sebagai akibat dari adanya perjanjian di antara para pihak.
            Pengertian perjanjian secara umum diatur dalam Buku III Bab kedua Bagian kesatu Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
            Menurut Subekti Perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.” Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”[18]
            Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diataur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (azas kebebasan berkontrak). Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan bunyi pasal tersebut, maka para pihak harus mematuhi isi dari perjanjian yang dibuatnya. Karena setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai hal tertentu, perjanjian itu akan mengikat. Dan sejak saat itu lahirlah hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian.
            Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1.      Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak.
2.      Kecakapan, yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
3.      Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya.
4.      Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum.
Pengakutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Proses pengakutan merupakan gerakan dari tempat asal darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengakutan diakhiri.
Ditinjau dari segi keperdataan hukum pengakutan ialah keseluruhan peraturan-peraturan didalam dan diluar kodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan atau orang-oarang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengakutan.
Hukum pengakutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normative, bidang hukum keperdataan adalah subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian hukum pengakutan adalah bagian dari subsistem tata hukum nasional. Asas-asas hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengakutan.
Hukum pengakutan selalu berwujud ketentuan undang-undang dan perjanjian yang dibuktikan oleh dokumen tertulis. Bentuk tertulis selalu berupa kaidah yang menjadi pedoman perilaku pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengakutan. Disamping kaidah tertulis ada pula kaidah tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam pengakutan yang diikuti oleh pihak-pihak karena praktis dan adil dalam mencapai tujuan pengakutan.
Terjadinya perjanjian pengakutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengakut dan pengirim/penumpang secara timbale balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang. Melainkan hanya dengan pernyataan “persetujuan kehendak” sebagai salah satu unsur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
  Apabila antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan terhadap hal-hal pokok yang mereka kehendaki bersama, mengandung arti bahwa pihak yang satu, yaitu pengakut telah menyanggupi untuk memenuhi permintaan pihak yang lain, yaitu orang/penumpang yang memakai jasa angkutan untuk mengakut orang dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penumpang telah menyanggupi untuk membayar ongkos angkutan.
Meskipun perjanjian pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam KUHPerdata, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengakutan yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak  si pengakut.
Dalam perjanjian pengakutan, terdapat asas-asas yang merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan berguna bagi para pihak. Oleh Abdul kadir Muhammad asas-asas tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :[19]
1)      Yang bersifat publik: dan
2)      Yang bersifat perdata.
Ad.1. Asas hukum pengakutan yang bersifat publik
Asas-asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengakutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengakutan dan pihak pemerintah (penguasa). Asas-asas tersebut antara lain :
a.       Asas manfaat
Setiap pengakutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga Negara.
b.      Usaha bersama dan kekeluargaan
Penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai semangat kekeluargaan.
c.       Adil dan merata
Penyelenggaraan pengakutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
d.      Keseimbangan
Penyelenggaraan pengakutan harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
e.       Kepentingan umum
Penyelenggaraan pengakutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
f.       Keterpaduan
Pengakutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh terpadu, saling menunjang dan saling mengisi baik intra maupun antar moda pengakutan.
g.      Kesadaran hukum
Pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga Negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengakutan.
h.      Percaya pada diri sendiri
Pengakutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
i.        Keselamatan penumpang
Pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.
Ad.2. Asas hukum pengakutan yang bersifat perdata
Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengakutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak, yaitu pengakut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas tersebut antara lain :
a.       Konsensual
Pengakutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak . Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b.      Koordinatif
Pihak-pihak dalam pengakutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengakut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengakut adalah perjanjian pemberian kuasa.
c.       Campuran
Pengakutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian khusus, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengakut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengakutan, kecuali jika ditentukan dalam perjanjian pengakutan.
d.      Retensi
Pengakutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengakutan. Pengakut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e.       Pembuktian dengan dokumen
Setiap pengakutan selalu dibuktikan  dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengakutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengakutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.  
D.    Pengertian Ekspeditur
Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu:[20]
1. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang;
2. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan
3. menerima provisi dari pengirim.
E. Dasar Hukum Ekspeditur
Mengenai ekspeditur diatur dalam KUHD Buku I Bab V Bagian II, Pasal 86-90. Jelas bahwa ekspeditur menurut UU hanya sebagai perantara yang bersedia mencairkan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang’ yang diserahkan kepadanya itu. Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut ekspedisi. Daluarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur hanya satu tahun bagi pengirim” dalam wilayah Indonesia dan dua tahun terhadap pengirim dari Indonesia ke luar negeri.
F. Tugas Ekspeditur
Menurut pasal 86 ayat 1 KUHD memakai istilah ‘doen bervoren” (menyuruh mengangkut) biasanya ekspeditur bertindak atas nama sendiri walaupun untuk kepentingan dan tanggung jawab pengirim (pasal 455 KUHD) kedudukan ekspeditur adalah sama dengan komisioner yang bisa bertindak atas nama sendiri (pasal 76 KUHD).
G. Kewajiban dan Hak Ekspeditur
Kewajiban dan Hak Ekspeditur antara lain sebagai berikut :[21]
a. sebagai pemegang kuasa, melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim.
b. sebagai komisioner, kalau ekspeditur berbuat atas namanya sendiri
c. sebagai penyimpanan barang, ekspeditur terpaksa harus menyimpan barang di  
    gudangnya (berwaargeving)
d. sebagai penyelenggara urusan (bea cukai di pelabuhan) e. register dan surat muatan f.    
    hak retensi (hak untuk menahan barang)
H. Tanggung Jawab Ekspeditur
Tanggung jawab ekspeditur sebagai berikut :[22]
a. menyelenggarakan pengiriman secepatnya setelah barang diterima dari pengirim b.mengendalikan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang
c. pengambilan barang” dari gudang pengirim
d. bila perlu penyimpanan di gudang ekspeditur
I. Mulai Berlakunya Perjanjian Pengakutan Barang
Perjanjian itu menimbulkan perikatan diantara dua orang yang membuatnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Cara terjadinya perjanjian pengangkutan ada dua:[23]
1. Penawaran dari pihak pengangkut.
Cara tejadinya perjanjian Pengangkutan dapat secara langsung dari pihak-pihak, atau tidak langsung dengan menggunakan jasa perantara (ekspedisi, biro perjalanan). Apabila pembuatan perjanjian Pengangkutan dilakukan secara langsung, maka penawaran pihak pengangkutan dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengirim atau penumpang, atau melalui media masa. ini berarti pengangkut mencari sendiri muatan atau penumpang untuk diangkut. Jika penawaran pihak pengangkut dilakukan melalui media masa, pengangkut hanya menunggu permintaan dari pengirim atau penumpang.
2. Penawam dari pihak pengirim, penumpang
Apabila pembuatan perjanjian Pengangkutan dilakukan secra lansung, maka penawaran pihak pengirim atau penumpang diiakukan dengan menghubungi langsung pihak pengangkut.Ini berarti pengirim atau penumpang mencari sendiri pengangkut untuknya. Hal ini terjadi setelah pengirim atau penumpang mendengar atau membaca pengumuman dari pengangkut. Jika penawaran melalui perantara (ekspedisi, biro peijalanan), maka Perantara, menghubungi pengangkut atas nama pengirim atau penumpang, pengirim menyerahkan barang pada perantara (ekspeditur) untuk djangkut. Penumpang pada biro perjalanan yang menyiapkan pemberangkatannya.
J. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan
Untuk mengetahui berakhirnya perjanjian pengangkutan perlu dibedakan dua keadaan yaitu:[24]
1. Dalam keadaan tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang dijadikan ukuran ialah saat penyerahan dan pembayaran biaya pengangkuan ditempat tujuan yang disepakati.
2. Dalam keadaan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang dijadikan ukuran ialah pemberesan kewajiban membayar ganti kerugian.
K. Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengakutan Barang
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:[25]
1.  Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2.  Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya
3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
4. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
 I. Analisis perjanjian PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Kereta Api  
     Logistik Tentang Angkutan Barang Kiriman Hantaran “Kereta Api Argo Bromo  
     Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Adapun isi perjanjian tersebut diatas dimana PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut Pihak Pertama dan PT. Kereta Api Logistik yang selanjutnya disebut Pihak Kedua.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua secara bersama-sama menerangkan bahwa :
1. Pihak Pertama, Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang jasa transportasi, diantaranya dengan melaksanakan kegiatan usaha angkutan barang dengan kereta api.
2   2. Pihak Kedua, Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang jasa pengiriman hantaran.
     3. Para Pihak telah menandatangani Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran “Kereta Api Argo Bromo Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P No. PT. KAI (Persero).
4   4. Para Pihak telah melakukan pertemuan sebagaimana didokumentasikan dalam Berita Acara Kesepakatan tanggal 9 Agustus 2012 yang menyepakati hal-hal sebagai berikut:
a.       Bahwa Volume angkutan Kiriman Hantaran KA Argo Bromo Anggrek Pagi relasi Mri-Sbi P.P belum optimal, maka dilakukan penyesuaian tariff angkutan.
b.      Tarif angkutan Kiriman Hantaran KA Argo Bromo Anggrek Pagi relasi Mri-Sbi P.P terhitung tanggal 1 September menjadi Rp.6.250.000/hari belum termasuk PPN 10 %
c.       Setiap hari senin dan satu hari setelah libur tidak dilakukan pengakutan, sehingga dibebaskan dari pembayaran tarif angkutan
5  5. Pihak Kedua mengirimkan Surat No.....tanggal 16 Agustus 2012 tentang potret Kinerja Angkutan KA Anggrek Pagi beserta dengan lampiran Evaluasi Performance KA Argo Anggrek Pagi kepada Pihak Pertama.
6   6. Nota No. ..... tanggal 27 Agustus 2012 tentang BHP Anggrek Pagi PT. KA Logistik
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas serta mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka Para Pihak dengan itikad baik menyatakan sepakat untuk membuat Addendum atas Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran  “Kereta Api Argo Bromo  Anggrek Pagi” Relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P No. PT KAI (Persero) selanjutnya disebut “Addendum” dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut :
Dimana mengubah ketentuan dalam Perjanjian awal pada pasal 5 ayat 1 tentang Biaya Angkutan yang berbunyi sebagai berikut :
Semula
1.      Biaya Angkutan 1 (satu) unit kereta ‘B” 20 (duapuluh) ton relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P setiap hari senin s.d minggu adalah sebagai berikut:
a.       Biaya Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong sebesar :
1)      Tanggal 5 Maret s.d 4 Juni 2012 (dibayar harian sebelum pemungutan angkutan per hari)
Relasi
Senin sd Minggu
Biaya per Kg/hari
Biaya 1 Kereta B 20 Ton/hari
Manggarai-Surabayapasarturi
275
Rp. 5.500.000,-
Surabayapasarturi-Manggarai
225
Rp. 4.500.000,-
2)      Tanggal 5 Juni 2012 s.d 4 Maret 2013 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
Senin sd Minggu
Biaya per Kg/hari
Biaya 1 Kereta B 20 Ton/hari
Manggarai-Surabayapasarturi
300
Rp. 60.000.000,-
Surabayapasarturi-Manggarai
375
Rp. 55.000.000,-
(khusus untuk angkutan lebih dari 10 (sepuluh) hari operasi maka pembayaran biaya diitung sesuai dengan hari kalender bulan berjalan).
3)      Tarif sebagaimana dimaksud huruf a tersebut di atas belum termasuk PPN 10 %
4)      Apabila Pihak Kedua telah membayarkan biaya angkutan sejumlah yang dimaksud pada ayat 1 huruf a angka 2), akan tetapi dalam realisasinya terdapat pembatalan angkutan karena kesalahan Pihak Pertama, maka akan dilakukan rekonsiliasi.
Menjadi
1.      Biaya Angkutan 1 (satu) unit Kereta “B” 20 (duapuluh) ton relasi Manggarai- Surabayapasarturi P.P adalah sebagai berikut:
a.       Biaya Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong sebesar:
1)      Tanggal 5 Maret s.d 4 Juni 2012 (bayar harian sebelum pemuatan angkutan per hari)
Relasi
Senin sd Minggu
Biaya per Kg/hari
Biaya 1 Kereta B 20 Ton/hari
Manggarai-Surabayapasarturi
275
Rp. 5.500.000,-
Surabayapasarturi-Manggarai
225
Rp. 4.500.000,-
2)      Tanggal 5 Juni 2012 s.d 31 Agustus 2012 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
Senin sd Minggu
Biaya per Kg/hari
Biaya 1 Kereta B 20 Ton/hari
Manggarai-Surabayapasarturi
300
Rp. 60.000.000,-
Surabayapasarturi-Manggarai
375
Rp. 55.000.000,-
3)      Tanggal 1 September 2012 s.d 4 Maret 2013 (bayar dimuka untuk jangka waktu 10 hari)
Relasi
Senin sd Minggu
Biaya per Kg/hari
Biaya 1 Kereta B 20 Ton/hari
Manggarai-Surabayapasarturi
162,5
Rp. 32.500.000,-
Surabayapasarturi-Manggarai
150
Rp. 30.000.000,-
b.      Khusus untuk angkutan lebih dari 10 (sepuluh) hari operasi maka pembayaran biaya dihitung sesuai dengan hari kalender bulan berjalan.
c.       Tarif sebagaimana dimaksud huruf a tersebut diatas belum termasuk PPN 10 %
d.      Apabila Pihak Kedua telah membayarkan biaya angkutan sejumlah yang dimaksud pada ayat 1 huruf a angka 2) dan angka 3), akan tetapi dalam realisasinya terdapat pembatalan angkutan karena kesalahan Pihak Pertama, maka akan dilakukan rekonsiliasi.
Adapun mengubah ketentuan dalam perjanjanjian awal pada pasal 11 ayat 1 tentang pengaturan muatan, sebagai berikut :
Semula:
1.      Berat muatan Barang Kiriman Hantaran pada Kereta “B” sebesar 20 (duapuluh) ton pada hari Senin – Minggu relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Menjadi :
1.      Berat muatan Barang Kiriman Hantaran pada Kereta “B” sebesar 20 (duapuluh) ton pada hari Selasa – Minggu relasi Manggarai-Surabayapasarturi P.P
Selanjutnya mengubah ketentuan dalam Perjanjian pada Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 tentang lain-lain, yang bunyinya sebagai berikut :
Semula:
1.      Pihak Pertama tidak menyangkut barang milik Pihak Kedua pada hari libur Nasional, libur yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/setempat dan Libur Masa Lebaran.
2.      Apabila terdapat Angkutan pada hari Libur Nasional, Libur yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat/setempat maka Pihak Kedua akan memberitahukan Pihak Pertama paling lambat terhitung 7 (tujuh) hari sebelum hari pengakutan tersebut melalui Kepala Stasiun setempat dan sepanjang memungkinkan Pihak Pertama dapat menyediakan Kereta “B” 20 (duapuluh) ton sesuai kebutuhan dengan membayar biaya angkutan menggunakan tariff sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1.
Menjadi:
1.      Pihak Pertama tidak mengakut barang milik Pihak Kedua pada :
a.       Hari Senin dan 1 (satu) hari setelah Hari Libur Nasional/Libur yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/setempat dan:
b.      Libur Masa Lebaran.
2.      Apabila terdapat angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Pihak Kedua akan memberitahukan Pihak Pertama paling lambat terhitung 7 (tujuh) hari sebelum hari pengakutan tersebut melalui Kepala Stasiun setempat dan sepanjang memungkinkan Pihak Pertama dapat menyediakan Kereta “B” 20 (duapuluh) ton sesuai kebutuhan dengan membayar biaya angkutan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1.
Tentang PT Kereta Api Logistik

           PT Kereta Api Logistik (KALOG) dibentuk dengan tujuan melayani distribusi logistik berbasis kereta api, dengan kemasan bisnis door to door service untuk memberikan pelayanan yang paripurna bagi pelanggan kereta api yang didukung dengan angkutan pra dan purna. PT Kereta Api Logistik (KALOG) fokus pada orientasi bisnis sebagai jasa layanan distribusi logistik secara terpadu (total solution) melalui “End-to-End Services”. KALOG memberikan nilai tambah pada layanan distribusi logistik, termasuk layanan yang telah disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Informasi lebih rinci dapat diakses melalui www.kalogistics.co.id
 
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pengangkutan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disebut PT. KAI).
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA 2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan sertifikat kelaikan operasi.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim,dengan memungut biaya pengangkutan.
Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut.
PT Kereta Api Logistik (Kalog) adalah nama salah satu anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang angkutan barang berbasis kereta api. Fokus perusahaan ini adalah mewujudkan pengangkutan barang ke seluruh Indonesia dan pasar ekspor melalui kereta api, serta mengintegrasikan layanannya dengan angkutan antarmoda (pra- dan lanjutan).
 
Foto-Foto Kunjungan ke PT. Kereta Api Indonesia (Persero),
Jalan Perintis Kemerdekaan No.1, Bandung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar